Chapter 002

4 3 0
                                    


Hiruk pikuk kehidupan masa sekolah benar-benar menjadi kenangan tersendiri bagi orang-orang. Berbeda denga Arya, disaat teman-teman sekelasnya tengah berhamburan keluar untuk pulang kerumah masing-masing, dirinya lebih memilih untuk tidur sejenak di dalam kelas.

Ingin sekali rasanya Arya menghisap sebatang rokok untuk mendinginkan otaknya yang sudah mengebul akibat berusaha keras mengingat semua pelajaran masa SMA. Sepertinya Arya menjadi orang terakhir yang meninggalkan kelas.

Mengingat kehidupan yang dulu telah gagal, Arya segera masuk kedalam kamarnya setibanya di rumah. Hanya satu yang terlintas di otaknya yaitu dirinya harus segera kembali belajar tentang pelajaran SMA, karena jika dia hanya mengandalkan pengetahuan masa lalunya, maka dia akan tetap menjadi pribadi yang gagal.

Akan tetapi, hanya ada ilmu kedokteran yang memenuhi otak Arya. Sesaat kemudian Arya terlihat sedikit tersenyum, karena bagaimanapun juga dirinya memiliki kemungkinan tingkat keberhasilannya menjadi dokter jauh lebih tinggi.

Dengan segala ingatan tentang ilmu kedokteran Arya bertekad ingin masuk ke kampus terbaik dengan fakultas kedokteran sebagai pilihannya. Sebuah bayangan tentang rumah mewah, mobil mewah dan istri cantik sudah ada di dalam khayalan Arya.

"Oke....tapi pertama-tama aku tetep harus belajar tentang pelajaran SMA, Hahhh...." Arya menghembuskan nafas kasar setelah mendapati kenyataan bahwa dirinya masih tetap harus belajar tentang pelajaran anak SMA.

Tetapi bukan hanya kenyataan dia harus belajar pelajaran SMA, melainkan dirinya harus kembali mengulangi kerasnya sebagai mahasiswa kedokteran, sekolah selama 6 tahun dan biaya yang terbilang tidak sedikit, harus diirinya rasakan kembali.

Mengalami masa magang, kemudian residen hingga barulah menjadi dokter tetap. Tidak hanya itu dirinya harus kembali mengalami masa-masa dimana hidupnya hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar.

"Ya tuhan...bagaimana bisa aku ngelewatin itu semua lagi?" Ucap Arya sembari mebentur-benturkan kepalnya ke buku yang berada di meja hadapannya.

Tapi sekeras apapun masa itu, bagi Arya yang terpenting adalah dirinya ingin bisa sukses. Mengendari mobil sport keluaran eropa, rumah mewah hingga pacar cantik menjadi pemicu semangatnya kembali. Dirinya akan berusaha dengan segala cara agar dirinya bisa merealisasikan semua mimpi itu.

Hari terus berlalu, Siti semakin heran melihat perubahan anaknya yang tiba-tiba Arya begitu giat dalam belajar. Dia tidak pernah berfikir bahwa anaknya benar-benar melakukan itu selama 1 bulan penuh, bahkan terkadang dia sering melihat Arya masih sibuk beajar meskipun sudah tengah malam.

"Kamu belum tidur? Udah malem belajarnya di sambung besok lagi aja," Ucap Siti ketika mendapati anaknya tengah belajar, sedangkan waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.

"Tanggung Bu, bentar lagi juga selesai ini," ucap Arya dengan pandangannya masih fokus tertuju pada buku tulisnya.

"Semangat demi, rumah mewah, mobil mewah dan cewek cantik," ucap Arya menyemangati dirinya dari dalam hati.

"Ya sudah, belajar boleh, tapi jangan terlalu memaksakan, kesehatan mu jauh lebih penting dari pada nilai ujian," Ucap Siti sembari mengecup puncak kepala anaknya lembut.

Tidak selang beberapa lama, Agus ikut masuk kedalam kamar Arya.

"Ini ayah buatkan minumah hangat, kita bangga punya anak seperti kamu, jadi jangan lupa untuk jaga kesehatan mu,"

Sudah sangat lama rasanya, untuk pertama kalinya Arya merasakan kelembutan dan kehangatan sebuah keluarga. Setelah puluhan tahun dirinya tidak mendengar suara ayahnya, kali ini dengan jelas dia bisa mendengar dan melihat sosok ayahnya.

Sebuah kabar menggeparkan seluruh sekolahan, ketika seorang siswa biasa-biasa saja yang bahkan namanya tidak dikenal menjadi siswa dengan nilai tertinggi dari latihan ujian nasional terakhir. Bahkan dari 6 mata pelajaran yang di uji dirinya berhasil meraih nilai sempurna di mata pelajaran bahasa inggris dan Matematika.

Semua mata tertuju kepada sosok Arya yang tengah tertidur di meja kelasnya. Tidak sedikit dari teman-temannya yang meragukan dirinya berada di peringkat terbaik ketika melihat sosok Arya yang kerap tertidur di kelas kala jam istirahat.

"Hmmm...Arya.." ucap salah seorang temannya memanggil nama Arya.

Dengan mata sedikit terpejam, Arya mengangkat kepalanya dan melirik kearah sumber suara. Seorang gadis tercantik dan terpintar di kelasnya secara mengejutkan mengajak bicara si anak bawang yang tidak memiliki teman sama sekali itu.

"Ada yang bisa di bantu ketua kelas?" Tanya Arya dengan suara parau khas orang yang baru bangun tidur.

"Itu..anu...apa..kamu di panggil ke ruang guru sama wali kelas,"

Tanpa berata lagi Arya langsung bangkit. Dengan nyawa yang belum mengumpul sepenuhnya, Arya berjalan menyusuri lorong sekolah menuju ruang guru yang berada di ujung lorong.

Kabar itu sampai di telinga orang tua Arya. Ketika dirinya baru saja pulang, sang ibu langsung membawa Arya menuju meja makan. Berbagai macam makanan kesukaan Arya sudah tersusun rapi di meja makan.

"Ada acara apaan ini bu, tumben banget masak sebanyak ini," ucap Arya kepada ibunya.

"Oh...anak ayah...."

Arya hanya bisa meringis ketika tubuhnya sudah dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan besar milik ayahnya, bahkan sang ibu juga ikut-ikutan mengacak-acak rambut milik Arya.

"Oi..ini anak semata wayang kalian bisa mati kalo di cekek begini," Ucap Arya menepuk tangan ayahnya agar melepas pelukan itu.

Kehidpan sekolah Arya mulai sedikit berubah. Mulai banyak dari teman-teman sekelasnya yang mengajak bicara dengannya. Akan tetapi karena saking jarangnya dia berbicara membuat Arya terlihat masih sedikit diam dari pada banyak bicara.

Bahkan secara mengejutkan ketua kelasnya juga ikutan mulai mengajak bicara dengannya. Sosok wanita primadona sekolahan secara luar biasa mengajak Arya untuk pergi kekantin bersama, dan yang lebih mengejutkan Arya hanya menolak ajakan itu karena lebih memilih tidur dari pada harus berdesakan di kantin sekolah.

Waktu terus berlalu, akhirnya hari dimana pengumaman hasil kelulusan akan diumumkan. Malam sebelum pengumaman Arya lebih dulu berbicang dengan orang tuanya tentang keinginan dirinya yang ingin masuk sekolah kedokteran.

Tanpa ragu kedua orang tuanya menyutujui keinginan itu, akan tetapi Arya juga bilang jika dirinya berhasil mempertahankan peringkat 1 di sekolahnya dia meminta agar orang tuanya meyetujui keinginan dirinya yang lain.

Dengan harap-harap cemas Arya menunggu nilai hasil ujiannya. Segala usaha yang Arya lakukan tidaklah sia-sia. Dirinya mampu mempertahankan peringkat satu sekolah dengan rata-rata nilai ujian 93,4.

Siti tidak kuasa menahan rasa bahagianya ketika mendapati anak semata wayangnya berhasil meraih hasil ujian yang sangat bagus. Sesuai dengan janji mereka akan menuruti satu permintaan dari anaknya itu. permintaan Arya kepada ibunya sangatlah sederhana yaitu memita dimasakan makanan kesukaannya.

Malam harinya Arya mengajak sang Ayah untuk keluar sejenak. Dia berencana untuk mengubah sedikit masa lalunya.

"Yah..." ucap Arya ketika dirinya sudah berada di sebuah warung kopi bersama dengan ayahnya.

"Apa nak, kamu mau minta apa sama ayah?"

"Arya tau, kalo ayah punya hubungan sama janda komplek sebelah," Arya memberi jeda ucapannya.

Agus terlihat sedikit terkejut ketika mendengar ucapan Arya yang belum sepenuhnya selesai.

"Arya pingin ayah, mengakhiri hubungan itu, Arya gak pingin ngeliat ayah nyakitin perasaan ibu, apa ayah bisa?" 

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang