Di sebuah kamar rawat, seorang pasien terlihat tengah terlelap tidak berdaya dengan berbagai macam selang dan kebel alat-alat kesehatan yang menopang kehidupannya.
Arya dikejutkan dengan suara monitor alat pengukur detak jantung yang berbunyi nyaring. Secara tiba-tiba detang jantung pasien menjadi berantakan tidak karuan.
"Uh...dokter?! tolong cepat ini darurat...!!!" ucap Arya setengah berteriak.
Selaku dokter yang bertanggung jawab, Bimo hanya bisa mematung karena panik. Tangannya gemetar sedangkan pikirannya kacau.
"DOKTER...!!!" bentak Arya kepada Bimo.
"..A-Apa yang harus aku lakukan..." ucap Bimo terbata-bata akibat panik.
Dengan pikiran yang panik, Bimo langsung mencoba menghubungi Profesor Dania, akan tetapi nomor milik profesor tidak dapat di hubungi sama sekali, dan itu membuat Bimo semakin panik.
"Dokter apa yang harus kita lakukan?" tanya perawat yang berada di kamar tersbeut.
"Uh Ah...Digo...berikan pasien Digoxin*"
"STOP..! pasien bisa mnelami gelombang delta jika dilihat dari detak jantungnya, berikan aku obat kelas 1A," ucap Arya menentang.
"Sialan diamlah, siswa residen tau apa, cepat bawakan aku obat tersebut,"
"Dokter tunggu.." Arya mencoba mencegah Bimo, akan tetapi semua sudah terlambat.
Suara monitor semakin nyaring, dan grafik jantung pasien semakin tidak karuan.
"T..tekanan darahnya...ini tidak mungkin.." Raut wajah Bimo terlihat sangat panik, bahkan keringat dingin perlahan membasahi keningnya.
Tanpa disuruh, Arya langsung berlari kearah ranjang pasien. Dengan cepat Arya segera langsung melakukan CPR.
"Ini Ventricular Fibrillation, Cepat bawakan Defibrillator* Sekarang..!!" ucap Arya dengan tangannya masih melakukan CPR.
Bimo yang berada disana hanya bisa diam tidak bergerak. Pikirannya masih saja kacau, bahakan tubuhnya tidak mau bergerak, dan hanya bisa melihat siswa residen tersebut melakukan CPR.
Kali ini perawat lebih mendengarkan ucapan Arya, dengan cepat dia langsung membawa alat Defibrillator untuk Arya.
"Charge..Clear..Shock," beberapa kali Arya melakukan tersebut.
Sepertinya tuhan masih mengizinkan pasien untuk tetap bernafas, setelah melakukan yang ke 3 kali, akhirnya detak jantung pasien kembali normal.
"Hahh..Hah...Terima kasih ya tuhan.."Arya beberapa kali mengehla nafas lega.
Sebuah situasi yang benar-benar menakutkan. Akhirnya pasien berhasil melewati masa kritisnya, dan para dokter bisa sedikit bernafas lega.
Bimo hanya bisa menunduk dengan keringat dingin yang sudah membasahi sekujur tubuhnya. dirinya benar-benar malu, yang dimana dia seharusnya bisa mengambil tindakan akan tetapi dirinya hanya terpaku.
"Saya permisi dulu dok." Arya menepuk pundak Bimo.
Meskipun sudah sering menghadapi masalah seperti itu, Arya masih saja tetap merasakan sebuah kepanikan.
Kali ini Arya tengah berada di atap rumah sakit. Sekujur tubuhnya ikut lemas, sampai-sampai kedua kakinya tidak kuasa menahan bobot tubuhnya.
Sembari berjongkok Arya merogooh kantong celananya, yang dimana terdapat sebungkus rokok yang masih tersegel. Tangannya mulai membuka segel bungkus rokok tersebut, dan menyelipkan sebatang rokok di kedua bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
Science FictionArya Prawira Satya, yang menjalani hidupnya sebagai dokter bedah yang bisa di bilang gagal, tiba-tiba mendapat kesempatan kedua setelah dirinya tanpa sengaja terbunuh oleh orang tidak dikenal. Kemudian dirinya kembali kemasa dimana dia duduk dibangk...