Setelah banyak melakukan pelatihan praktek dan pembekalan teori, akhirnya tes sudah berada di depan mata. Banyak dari siswa yang mengeluhkan tentang pembelajaran mereka.
"Kenapa harus ada tes, sedangkan aku belum paham semua,"
"Bagaimana kita bisa mempelajari materi sebanyak itu,"
"Tapi yang lebih aku takutkan adalah, bagaimana jika tes kali ini adalah penggabungan dari 4 semester sebelumnya menjadi satu?"
Para siswa saling bercerita tentang keluhan mereka masing-masing, hingga membuat sedikit kegaduhan di kelas. Tetapi ada sesuatu yang kurang, yaitu David tidak terlihat pagi itu.
"Anu...Arya...kalo boleh tau sehabis tes kamu sibuk gak?" tanya Cindy kepada Arya yang duduk tepat di sebelahnya.
"Lumayan sih, Aku mesti ke cafe terus, terus malemnya belajar," Arya masih masih disibukan dengan buku yang berada di hadapannya.
"Apa gak bisa kalo libur sehari?"
"Kalo sehari mungkin aja bisa, tapi aku mesti bilang sama manager cafe," ucap Arya yang berpaling menghadap ke arah Cindy.
"SERIUS...?!," Cindy terlihat sedikit gembira.
"AH..iya.."Arya sedikit terkejut ketika melihat perubahan Cindy.
Beberapa hari kemudian, tes dimulai. Para siswa sudah menyiapkan segala macam strategi untuk bisa mengerjakan setiap soal. Disaat muka mereka bergairah karena merasa sudah siap, langsung berubah ketika melihat soal-soal yang di lembar soal tes.
Hal yang semua siswa takutkan benar-benar terjadi, semua materi dari tahun pertama mereka masuk hingga awal tahun ketika keluar di dalam tes tersebut.
Banyak dari siswa yang sudah tidak berharap banyak akan nilai hasil tes. Meskipun ini adalah kehidupan kedua bagi Arya, tetapi jujur saja bahwa soal-soal yang keluar, memanglah cukup sulit.
Setelah satu minggu berhadapan dengan TES, akhirnya pengumuman nilai hasil tes sudah mulai di umumkan melalui website kampus dan papan pengumuman.
Peringkat :
1 Arya Prawira S.
2 Davidtian S.
3 Angelica Putri.
4 Emanuel C.
5 Cindy Khamila G.
"Aku heran, otakmu itu terbuat dari apa, kenapa kamu masih bisa peringkat satu dengan nilai sebagus itu," ucap Cindy disaat dia dan Arya tengah membaca hasil tes di papan pengumuman.
"Yang pasti terdiri dari, otak besar, otak kecil, otak tengah, otak belakang dan Diensefalon*,"
"Semua otak manusia ada itu semua kali,"
Setelah tes berakhir, Arya sudah berjanji akan pergi menemani Cindy kesuatu tempat. Untuk menghindari adanya gosip, Arya dan Cindy memutuskan untuk bertemu di tempat yang sudah mereka janjikan.
Kemeja hitam dan celana jins yang Arya kenakan cukup senada dengan pakian yang di pakai Cindy.
Sudah tidak diragukan jika Cindy memiliki paras yang menawan, dari wajah panjang, pupil mata hitam pekat, rambut bergelombang sepanjang bahu, dan body proporsional dengan tinggi 175cm, membuat dirinya menjadi pusat perhatian setiap berjalan.
Layakknya dua orang model yang tengah berjalan di atas karpet merah, Arya dan Cindy cukup mecuri perhatian setiap pasang mata yang berada di pintu masuk bioskop.
Arya lupa kapan terkahir dirinya menonton film di bioskop, mungkin terkahir kali dia menonton adalah saat dia duduk dibangku SMA di kehidupan sebelumnya.
Hari ini Arya hanya mengikuti kemana gadis itu hendak pergi. Sebagai pengikut yang setia Arya selalu menuruti keinginan Cindy, dari menonton, makan, berbelanja hingga bermain di salah satu tempat permainan.
Hari-hari damai Arya mulai terusik. Karena sekeras apapun David berusaha, dia tetap saja tidak berhasil mengakusisi peringkat pertama dari Arya.
Rasa benci David semakin besar, lantaran bukan hanya peringkat yang sudah Arya rebut darinya, hingga sosok wanita yang dia sukai juga di rebut oleh Arya.
"Kamu Arya, betul?" cegat seseorang dengan tubuh besar ketika Arya hendak menuju parkiran motor.
"Betul," ucap Arya santai.
"Ikuti aku, karena ada seseorang yang ingin bertemu,"
"Maaf, tapi aku lagi sibuk,"
Baru saja Arya hendak pergi, orang itu menyentuh pundak Arya dan menahan laju Arya.
"Ikut, selagi saya masih menggunakan cara halus,"
"Saya gak tau siapa yang nyuruh kamu, tapi kalo orang itu pingin ketemu, suruh dia nemuin aku sendiri,"
Tatapan Arya benar-benar berubah, layaknya seekor serigala yang siap menyatap setiap mangsanya, lantaran tatapn itu, pria yang hendak menghentikan Arya terlihat sedikit tertekan akan aura yang Arya keluarkan.
"Oi..... Arya..!!" seorang berteriak dari kejauhan memangil nama Arya.
Tepat seperti dugaan Arya, bahwa orang itu tidak lain adalah David. Arya paham betul bagaimana sifat dari David, yang dirinya akan menggunakan segala cara agar apa yang dia inginkan bisa tercapai.
"Jangan mentang-mentang kamu selalu peringkat 1 berani nentang aku, kamu harus ingat posisimu itu, yang hanya mahasiswa miskin yang hanya mengandalkan bantuan dari kampus,"
"Maaf, aku gak tau apa maksudmu,"
"Kamu tau bukan, kalo aku bisa saja bilang ke orang tuaku untuk nyabut beasiswa mu, jadi nurutlah sedikit," ucap David yang terlihat seperti mengancam.
"Asal kamu tau, aku gak takut jika beasiswa ku harus di cabut,"
"Oh ya..orang rendahan kaya kamu, sepertinya harus di kasih tau dimana tempatnya."
Sebuah pukulan melayang kearah wajah Arya. Darah segar mengalir melalui salah satu sudut bibir Arya.
"Kalo aku membalas, ini merupakan bentuk pertahanan diri bukan?"
Sejak SMA tanpa sepengathuan orang tuanya, Arya mulai latihan seni bela diri. Kali ini orang yang menjadi lawannya pertama kali adalah, David dkk.
Dengan tubuh yang sudah sedikit terlatih, beberapa pergerakan yang dia pelajari, dan juga rasa emosi tentang kenangan kehidupan yang dulu, membuat Arya sudah tidak pandang bulu siapa sosok pria yang berada di hadapannya itu.
Menghindar, memukul, menghindar, menendang, begitu seterusya hingga David dan ke 4 temannya terkapar di lantai paving, dengan wajah penuh lebam.
"Ingat bukan aku yang memulai, melainkan ini sebagai bentuk pertahanan diri," ucap Arya menggerak-gerakan kedua tangannya yang terasa perih akibat memukul orang terlalu keras.
Rupanya perkalhian itu sudah Arya perhitungkan dengan seksama, mulai dari berapa banyak jumlah CCTV yang berada di area itu, hingga berapa banyak orang yang akan memperhatikan perkelahian itu.
Sepertinya perkelahian itu akan berbutut panjang. Karena kedua orang tua dari anak itu-itu melaporkan Arya tentang perkelahian itu.
Sebagai anak yang bukan terlahir dari keluarga kaya, memang membuat posisi Arya sangat tidak di untungkan, akan tetapi dirinya tetap berusaha agar kedua orang tuanya tidak perlu terseret akan masalah itu.
Sesuai dengan apa yang terjadi, Arya harus di panggil ke salah satu ruang dekan, dan disinilah Arya berada. Didalam ruangan yang sama dengan David dkk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
Science FictionArya Prawira Satya, yang menjalani hidupnya sebagai dokter bedah yang bisa di bilang gagal, tiba-tiba mendapat kesempatan kedua setelah dirinya tanpa sengaja terbunuh oleh orang tidak dikenal. Kemudian dirinya kembali kemasa dimana dia duduk dibangk...