Up datenya lama, iya soalnya nggak ada yang minta cepet.
Jadi santai aja...***
Jalanan ibu kota mulai senggang, Jeremy yang sedang menyetir tampak bersiul-siul kecil sambil mengamati jalanan. Kaca mobilnya di biarkan terbuka, agar asap rokok yang baru saja menyala keluar di terpa angin.
Sekali lagi, Jeremy menyesap nikotin di tangannya dalam, lalu menghembuskan ke udara. Ah, sungguh nikmat yang tiada duanya. Pria yang sudah lama bekerja sebagai supir itu tampak sedang menikmati perjalanan.
Berbeda dengan Pria bersetelan jas di belakangnya. Entah sudah berapa kali Bosnya itu menerima panggilan atau menelepon seseorang, dia tampak sibuk dan tak jarang Jeremy mendengar Bosnya mengumpat seusai memutus panggilan. Namun hal itu sudah biasa, Jeremy maklum mengingat bosnya adalah seorang pimpinan dari Gloria Group, perusahaan Internet Digital yang kini tengah naik daun. Kesuksesannya hampir menyejajari pendiri sekaligus pemegang saham terbesar di SEAN Group Singapura.
Hari-harinya selalu di sibukkan dengan pekerjaan, bahkan menurut pengamatannya selama ini Chanwick tidak pernah memiliki waktu untuk sekedar menikmati hartanya. Di lihat dari aktivitasnya yang setiap hari tak pernah berhenti, jadwal padat dan tidak ada liburan. Sungguh hidup yang membosankan?
Sebenarnya bukan tanpa alasan, pasalnya perusahaan yang kini di kepalai oleh anak dari keluarga Davidson itu sedang berada di era kejayaan dan sebagai generasi penerus, Chadwick selalu mengedepankan stabilitas perkembangan jangka panjang agar apa yang di perjuangkan ayahnya selama ini tak berujung sia-sia. Tentunya Chadwick tidak mau mengecewakan mendiang ayahnya.
Baru beberapa saat terlihat tenang Jeremy menilik Bosnya yang kembali berkutat pada ponsel, dan kali ini dia tampak sedikit lebih ramah. Nadanya terdengar lebih halus seperti tengah merayu seseorang, dan Jeremy bisa menebak siapa sang penelepon.
"Iya bersabarlah aku sedang di perjalanan. Aku akan sampai setengah jam lagi" tutur pria berusia hampir setengah abad itu. Dia sedang berbincang dengan wanitanya.
"Kau bisa lebih cepat sedikit Jer?" pinta Bosnya.
Jeremy mengangguk, "Bisa bisa." Dengan terpaksa Jeremy membuang puntung rokok yang beberapa saat lalu dia nikmati, menutup kaca mobil lalu menambah kecepatan. Sementara di belakang sana si Bos masih terus berbincang.
"Iya aku tau, aku tidak lupa kalau hari ini ada janji temu dengan keluargamu. Mana mungkin aku melupakannya. Tenanglah sebentar lagi aku akan tiba, tidak perlu cemas begitu."
Dan sayup-sayup Jeremy mendengar suara wanita dari balik ponsel.
"Apa? Tenang katamu, kau berjanji akan datang pukul dua siang tapi sekarang sudah satu jam aku menunggumu kau tak juga datang, dan kau masih sempat berkata aku harus tenang? Kau bisa berkata seperti itu karena kau tidak tau bagaimana aku di sini, keluargaku terus mendesakku. Dia berpikir kau tidak serius merencanakan pernikahan kita" omel wanita itu tidak sabar.
"Aku serius Sera, percayalah aku pasti datang. Jangan dengarkan mereka" Jeremy melihat kepanikan di wajah Tuannya.
"Jika bukan mendengarkan mereka lalu harus siapa yang harus ku dengar? Sejak tadi kau mengabaikan panggilan ku. Sebaiknya kau jujur saja sekarang, kau masih mencintai mantan istrimu itukan makanya kau selalu membuat alasan dan mengulur waktu agar pernikahan kita di batalkan. Begitukan? Sudahlah Chad," Jeremy mendengar suara hela napas di seberang sana, "aku sudah lelah dengan sandiwaramu. Mungkin lebih baik hubungan kita sampai di sini saja."
"Tidak, apa yang kau katakan Sera? Tunggulah, sebentar lagi aku akan sampai."
Sera tidak menjawab. Sunyi, tidak ada sahutan dari seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BILLIONAIRE'S BRIDE
RomanceCincin permata yang melingkar di jari manis Nixie seolah telah membangunkannya dari tidur panjang. Cincin itu bukan sekedar pemberian semata melainkan tanda ikatan pertunangan dengan Calvin. Nixie tidak tau apa yang terjadi selama ia koma, dan meng...