Bab 1

26 4 0
                                    

Bab 1 : The Monsters

Kebersamaan adalah awal sebuah benih cinta bersemai.

*

Kelas tampak begitu gaduh. Para siswa di kelas XII IPA-3 ini memang selalu riuh dan menjadi kelas terburuk tahun ini. Siswa-siswanya begitu kolot dan susah diatur. Banyak guru yang menyerah mengajar di kelas ini. Ada yang memaksa tetap mengajar, tetapi malah menjadi bahan keisengan salah satu geng teronar di sekolah. Ya, karena ketua gengnya adalah salah satu bagian orang terpenting dalam sekolah tersebut.

Adalah The Monsters, salah satu geng yang disegani di sekolah ini. Ketua gengnya begitu arogan, sebut saja namanya Yogi Ardian. Tak hanya arogan, Yogi juga siswa paling nakal, bandel, dan menjengkelkan sepanjang sejarah. Mungkin karena orang tuanya pemilik yayasan, jadi dia bertindak semaunya di sekolah ini.

"Hu!! Gue jamin, kelas kita hari ini kosong, Bro!!" teriak Yogi dengan gelak tawa bersama ketiga temannya. Yakni; Rangga, Reza, dan Ilham.

"Yoyoy, Mamen!" jawab ketiga temannya kompak. Kegaduhan semakin menjadi ketika The Monsters bernyanyi ala kadarnya sambil memukul meja sekolah. Tidak ada hari tanpa kejahilan dan kebisingan di kelas ini. Beberapa kali ditegur, tetapi tak membuahkan hasil.

"Ehem!!" Suara dehaman itu seketika membuat ruangan menjadi hening. The Monsters yang semula gaduh langsung diam.

Seorang guru killer masuk dengan mata melotot, The Monsters pun ikut bergeming. Guru tersebut masuk, dan langsung duduk. Matanya mengedar ke setiap penjuru ruangan. Para siswa tak ada yang berani bicara, termasuk The Monsters yang masih terkejut.

"Hari ini kalian ulangan Matematika!" ucap Pak Dirga dengan tatapan fokus pada buku di depannya.

"Yah, Pak. Kita kan belum belajar," protes Rangga, yang mendapat suara susulan dari beberapa siswa dalam kelas ini. Mereka pun bersorak, membuat Pak Dirga semakin mantap dengan keputusannya.

"Bukan urusan saya!" jawab Pak Dirga, tegas. "Liliana, bagikan ini pada teman-temanmu!"

Tanpa protes, Liliana menjalankan titah Pak Dirga. Liliana adalah salah satu siswi terpandai di SMA Bina Bangsa ini. Beberapa piala dan piagam penghargaan telah dia persembahkan untuk sekolah ini. Prestasi yang luar biasa dia ciptakan demi kedua orang tuanya. Dia ingin membuktikan, bahwa dirinya mampu dan pasti berhasil.

Liliana selesai membagikan kertas ulangan. Semua siswa mengerjakan soal tersebut, tampak para siswa kebingungan karena memang terkenal jarang belajar. Pak Dirga pun sengaja memberi mereka ulangan mendadak. Bila tidak begitu, mereka akan selalu seenaknya.

*

"Kampret tu guru! Pasti nilai gue jeblok lagi deh!" umpat Yogi membabi buta di kantin.

"Terima nasib aja, Brader!" jawab Reza sambil menikmati kacang atom.

"Palingan kalo dapet lima, kita dihukum lari, ye gak?" Rangga menimpali dengan wajah polosnya.

"Paling parah juga kita dikasih surat panggilan." Ilham turut menjawab.

"Lo semua lupa? Kita udah dapet dua surat panggilan, kalo sampai sekali lagi kita dapet tuh surat, bisa-bisa kita di-skors," jawab Yogi, frustrasi.

"Bukannya itu yang lo mau, Gi?" tanya Rangga dengan santainya. Dia mengunyah kacang atom yang baru saja diambil dari tangan Reza.

"Kalo itu sampai terjadi, hidup gua ancur, Man! Gua bakal dikirim ke Jerman. Lo tau, 'kan, gue anti sama luar negri?" kata Yogi gusar. Dia memang telah mendapat ancaman beberapa kali dari sang papa, walau diabaikan.

Ketiga teman Yogi hanya menggaruk tengkuk mereka yang sama sekali tak gatal. Mereka pun hanya mampu harap-harap cemas akan hasil ulangan hari ini. Toh, tak ada hal lebih yang bisa mereka harapkan atas nilai ulangan tersebut.

Dari kejauhan, tampak seorang gadis melenggang santai. Setelah ulangan tadi, Liliana merasa haus, sehingga harus menuju kantin untuk membeli minuman. Dengan santainya gadis itu lewat di dekat The Monsters. Di tangannya terdapat dua buah teh botol, senyumnya mengembang tanpa peduli ada The Monsters yang siap menerkamnya sewaktu-waktu.

Benar saja. Kaki Yogi sengaja diulurkan agar Liliana terjatuh. Dua teh botol di tangan Liliana tumpah bersamaan dengan tersungkurnya ia di lantai. Gelak tawa The Monsters memenuhi telinga Liliana.

Gadis itu bangkit, matanya melirik tajam ke Yogi. Ia meraih sebotol minuman tadi-yang masih bersisa sedikit-lalu menyiramkannya ke wajah Yogi. Seketika Yogi tersedak. Ia pun kaget dengan aksi Liliana yang tiba-tiba itu. Teman segengnya pun langsung tak bersuara. Mereka turut terkejut dengan aksi Liliana yang berani.

"Njirr! Cari masalah lo?!" umpat Yogi dengan sorot tak kalah tajamnya. The Monsters menelan ludah, merasa akan terjadi perang dingin di antara Yogi dan Liliana.

"Lo buta, ya? Lo duluan yang ganggu gue!"

"Emang kenapa? Lo gak terima?!" tantang Yogi. Dia bangkit dari duduknya.

"Lo gak bisa, ya, sehari aja gak jail?" Liliana terus menjawab tanpa gentar sedikit pun.

"Suka-suka gue lah! Karena lo udah nyiram gue, gue minta lo tanggung jawab!"

"Enak aja. Itu, sih, derita lo! Emang gue pikirin?!" Liliana meninggalkan Yogi dengan raut wajah kesal. Yogi benar-benar membuatnya gila enam bulan ini. Sekelas dengan cowok model Yogi adalah sebuah kesialan besar dalam hidup Liliana.

"Woy, balik gak lo?" Yogi meneriaki Liliana. Namun, gadis itu tak peduli.

"Lo juga, sih. Ngapain jailin dia? Gak kasihan apa lo?" desis Ilham. Sejak tadi, memang hanya Ilham yang tak ikut menertawai Liliana ketika jatuh. Justru pemuda ini iba. Bahkan, dia ingin bilang pada Liliana untuk jangan mencari masalah dengan Yogi. Sebab, urusannya akan menjadi panjang.

"Ck! Tau apa, sih, lo, Ham?" Yogi menatap Ilham kesal. Dia kembali menghempaskan bokong ke kursi, hingga berdecit karena sedikit mundur.

Di tempat berbeda, Liliana tampak menggerutu karena ulah Yogi. Untung saja tak ada yang melihat, tetapi tetap saja The Monsters berhasil membuatnya malu.

"Lo kenapa, Li?" Shella terheran. Namun, ia sudah mampu menebak akan apa yang terjadi pada sahabatnya itu. "Dikerjain lagi sama Yogi The Monsters? Mereka gak ada capek-capeknya, ya, ngerjain elo! Heran gue!"

"Gue kesel banget sama Yogi, Shell. Di antara temen-temennya tuh dia yang paling ngeselin!" Liliana mengelap tangannya yang basah. "Ya Tuhan! Dosa apa, sih, gue? Kenapa makhluk menyebalkan itu hadir dalam hidup gue?!" gerutu Liliana.

"Jodoh mereun?" celetuk Shella yang langsung mendapat sorotan tajam dari Liliana. Namun, yang ditatap malah mengalihkan pandangan ke langit, pura-pura tak tahu.

"Amit-amit jabang bayi! Jodoh sama makhluk astral kek dia bisa bikin gue gila beneran."

"Awas kemakan sumpah, Neng!"

"Njir! Sumpah, lo ngeselin, Shell."

Shella hanya tertawa melihat mimik Liliana yang sudah tak beraturan itu.

"Gimana, ya, Li? Tiap hari ketemu, dan tiap hari juga berantem. Lama-lama cinta pasti tumbuh antara lo sama Yogi. Percaya deh sam-"

"Kampret! Ledek aja terus!" Liliana melempar tisu sembarang arah dan fokus pada Shella

"Ampun!!"

Shella terbirit karena takut menjadi bulan-bulanan Liliana yang sudah siap menyeruduk dengan tanduk tajamnya.

LILIANA (Ketika Cinta Mematikan Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang