Bab 13

3 0 0
                                    

Bab 13 : Tragedi Atap

Yogi masih menatap tajam ke arah Liliana. Dia merasa, bahwa Liliana hanya sok peduli. Mengingat peristiwa yang lalu, Yogi hanya tak ingin Liliana mengetahui dukanya. Apalagi sampai menyebarkannya. Dia sudah tahu dari The Monsters tentang permohonan maaf mereka pada gadis cantik itu. Yogi tak ambil pusing. Baginya, itu tak lagi penting saat ini.

"Mau ngomong apa lo, hm?" Yogi masih sinis.

"Dih, lo bawel juga, ya, ternyata."

"Apa lo ketagihan sama ciuman gue?" Yogi berkata sangat remeh.

Keterlaluan! Kenapa Yogi mengingatkan kejadian itu? Alis Liliana menukik ketika mendengar pertanyaan tersebut.

"Kenapa, sih, lo itu brutal banget? Apa lo nggak pernah diajarin sopan santun sama orang tua lo? Apa lo nggak pernah diajari bagaimana caranya memperlakukan perempuan? Atau paling enggak cara menghargai perempuan. Nggak pernah?"

Mendengar peratanyaan itu, Yogi jadi teringat akan sikap kedua orang tuanya yang selama ini mengabaikannya. Pemuda ini dibiarkan masuk dalam dunia semaunya, yang Yogi tahu hanyalah foya-foya dan bertindak sesukanya. Asalkan ia merasa bahagia, tak jadi masalah. Bahagia yang tidak sebenarnya ia rasakan. Iris cokelat karamelnya menyiratkan amarah, tetapi Yogi tak sampai membentak atau memaki Liliana. Ia hanya berlalu dari hadapan Liliana, membuat gadis itu bingung.

"Eh, Monster! Lo belum jawab pertanyaan gue!"

Tak peduli. Yogi terus melangkah meninggalkan pemakaman. Liliana berusaha mengejar Yogi.

"Yogi, tunggu! Yogi!"

Teriakan Liliana hanya dianggap angin lalu. Namun, Liliana tak menyerah. Ia terus menyejajarkan langkahnya dengan Yogi yang semakin dipercepat.

"Lo mau ke mana, sih?"

"Ngapain, sih, lo ngikutin gue?!" ketus Yogi yang masih terus melangkah.

"Gue takut lo nekat."

"Nekat?"

Yogi sama sekali tak menghentikan langkahnya. Liliana pun masih belum menyerah.

"Iya. Tadi aja lo mau bunuh diri, 'kan? Mau nyemplung ke danau. Iya, 'kan?"

"Setress!" cibir Yogi. Dia geli mendengar ucapan Liliana barusan.

Liliana mendelik dikatai setres oleh Yogi. Bukankah Yogi yang setres, sampai mau bunuh diri segala? Namun, Liliana dibuat lebih terkejut lagi saat ini. Tempat ini begitu menyeramkan dari danau tadi. God! Yogi benar-benar sudah gila! Bahkan, sekarang Yogi tengah berdiri dengan tegapnya di bibir gedung.

"Yogi! Lo udah gila, ya?!" Liliana sangat-sangat ketakutan. Yogi adalah orang yang nekat. Pemuda ini tak peduli dengan teriakan Liliana di bawah sana.

"Yogi, turun!!"

"Kenapa? Peduli apa lo sama gue?" tanya Yogi lebih santai dari sebelumnya. Dia membentangkan kedua tangan, membiarkan paru-parunya terisi udara lebih banyak.

"Gue emang nggak peduli sama lo. Tapi harusnya lo sadar, lo masih punya orang tua, Yogi!"

"Orang tua?" Yogi tertawa miris. "Orang tua gue nggak pernah peduli sama gue. Mereka cuma peduli dengan uang dan bisnis mereka."

"Lo masih punya sahabat yang selalu ada buat lo. Lo masih banyak temen. Masih banyak orang yang care sama lo! Yogi, turun. Gue mohon!"

Perlahan Liliana naik ke atas gedung. Ia tak ingin Yogi berbuat hal-hal nekat lainnya.

"Yogi, turun. Gue mohon!" Liliana sudah berkaca-kaca. Suaranya saja terdengar parau.

Yogi menoleh ke Liliana yang ada di belakangnya. Ia melihat mata Liliana yang berair.

LILIANA (Ketika Cinta Mematikan Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang