Bab 14

5 0 0
                                    

Bab 14 : HURT!

*

Langkah Yogi gontai. Tak mampu lagi rasanya ia melangkah untuk menghilangkan beban pikirannya. Sungguh, ia rindu sekaligus benci akan sosok yang mereka sebut orang tua. Dua hal yang tengah bertempur dalam hati dan pikirannya selama ini.

"Argh!" Yogi tampak frustrasi, dia mengacak rambut penuh emosi. "Kenapa ini terjadi sama gue? Kenapa? Kenapa, Tuhan? Katakan!! Gue benci hidup gue! Gue benci orang tua gue! Gue beci semuanya! BRENGSEK!!"

Emosi Yogi meledak-ledak. Bahkan, ia tak peduli dengan tatapan para pejalan kaki yang terus melihatnya. Tatapan geli sekaligus heran karena Yogi sudah seperti orang gila betulan. Masa bodoh! Yogi memang muak dengan apa yang ia rasakan selama ini. Perkiraan Liliana ada benarnya, sepertinya lebih baik Yogi mati saja daripada harus hidup seperti menginjak duri.

"GUE BENCIII!!"

Yogi berteriak sekuat tenaga, berharap apa yang ia rasakan bisa musnah saat itu juga. Tangan Yogi sampai luka dan berdarah akibat ia hantamkan ke pohon, berkali-kali. Namun, sayangnya sama sekali beban itu tak kunjung sirna, justru datangnya lebih banyak dan menggerogoti relung jiwa.

Saat Yogi kembali melangkah, tiba-tiba saja pandangannya terasa kabur, kepalanya terasa begitu berat. Tubuhnya oleng, Yogi limbung dan tersungkur ke jalan. Beberapa orang yang lewat kaget dan bertanya-tanya. Seketika tubuh Yogi menjadi kerumunan pejalan kaki.

"Kenapa ni orang?"

"Mabuk kali, ya?"

"Dari tadi dia teriak-teriak kayak orang stress."

"Apa dia gila?"

"Ih, serem!"

"Kasihan. Tolongin, kek."

"Hi, ogah!"

"Iya, entar malah dia ngamuk ke kita lagi."

Begitulah kata-kata mereka yang berkerumun. Kemudian beberapa dari mereka meninggalkan tubuh Yogi yang terkulai. Semakin lama, semakin banyak yang mengerumuni Yogi, salah satu dari mereka merasa iba.

"Eh, tolongin dong. Tolong bawa ke mobil saya."

Atas permintaan pria separuh baya itu, akhirnya Yogi diangkat dan dimasukkan ke dalam Alphard putih.

Dari kejauhan, Liliana seperti melihat Yogi diangkat, tetapi penglihatannya tak begitu jelas. Ia segera berlari mendekati kerumunan yang tak lagi padat.

"Ada apa, Pak? Siapa yang kecelakaan?"

"Enggak tau, Neng. Kayaknya orang gila, deh," jawab salah satu orang yang tadi ikut mengerumuni Yogi.

Liliana mengerutkan dahi, penuh tanya.

"Soalnya dari tadi orang itu kayak kerasukan. Marah-marah dan teriak-teriak nggak jelas. Serem, Neng," imbuh salah seorang lainnya.

"Oh, makasih, ya, Pak."

"Sama-sama, Neng."

Ketika orang yang ditanyai Liliana sudah pergi, Liliana menerka-nerka siapa gerangan orang tersebut.

"Apa dia Yogi?"

Mata Liliana langsung fokus ke bawah, ia merasa kakinya menginjak sesuatu. Seketika mata Liliana membelalak. Dia menginjak gelang, gelang yang sama persis dengan yang dipakai Yogi tadi ketika Liliana menarik tangan pemuda itu. Liliana yakin sekali bahwa itu Yogi, lalu ia menyetop taksi dan menyuruh supirnya untuk mengikuti mobil putih yang mengangkut Yogi.

"Cepet sedikit, Pak." Liliana terlihat tak sabar. Dia khawatir terjadi sesuatu pada Yogi.

"Sabar, Neng. Ini juga udah ngebut."

LILIANA (Ketika Cinta Mematikan Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang