Bab 18

1 0 0
                                    

Bab 18 : Arti Sahabat

Tiba-tiba Ilham pun menceritakan pengalamannya ketika main ke rumah Bisma. Tak kalah parah dari yang diceritakan Rangga. Malam itu, Ilham dan Yogi baru saja datang dari hang out. Ilham diajak Yogi mampir ke rumahnya. Awalnya Ilham menolah, tetapi karena keseringan menolak, akhirnya dia jadi merasa tak enak hati pada Yogi. Lalu, Ilham mampir ke rumah Yogi. Baru saja Ilham menempelkan pantatnya di sofa, suara teriakan dan makian terdengar begitu lantang, membuat Ilham terkejut. Mimik Yogi juga berubah tak sedap.

"Sial! Kenapa lagi, sih?!"

"Ada apa, sih, Gi? Kok rame banget?"

"Bentar ya, Ham."

Yogi meninggalkan Ilham tetap di ruang tamu, padahal pemuda itu sudah ketar-ketir di sana. Setelah tiba di lantai atas, Yogi mendapati orang tuanya memaki Chiko, hanya karena Chiko menumpahkan air ke file penting Pak Jhohan.

"Maafin Chiko, Pa. Chiko nggak sengaja."
Bocah kecil ini menangis ketakutan.

"Kamu memang bandel! Kamu sama saja dengan Kakakmu! Sini, kamu!" Pak Jhohan menarik telinga Chiko sampai merah. Bocah itu pun tampak kesakitan, tetapi tak kuasa melawan.

"CUKUP, PA!! Kenapa, sih, Papa selalu kasar? Apa Papa nggak bisa mendidik anak dengan lembut?!" ujar Yogi. Dia tak kuasa melihat sang adik kesakitan seperti itu. Sudah cukup baginya melihat Chiko dimarahi hanya karena masalah sepele.

"Dari mana kamu jam segini baru pulang? Kelayapan ke mana?! Bukannya belajar malah main terus?! Mau jadi apa kamu, HA?!!" Pak Jhohan menjauh dari Chiko, beralih ke Yogi dengan mata merah padam dan melotot.

"Papa egois! Papa selalu ingin benar sendiri!!"

PLAK!!
Pak Jhohan menampar Yogi dengan kerasnya. Pertengkaran itu berlangsung lama. Suara tangisan Chiko semakin jelas terdengar. Begitu juga suara pukulan tersebut juga tak mau kalah.

Ilham yang ada di bawah merasa takut, baadannya gemetar, lalu ia memutuskan untuk pergi dari rumah Yogi. Ilham sangat tak enak dan selalu kasihan pada Yogi. Sebab itulah Ilham selalu menuruti apa kata Yogi. Semata-mata hanya untuk membuat hati Yogi senang. Begitu pun Rangga yang sepaham dengan Ilham.

"Kok kejam banget, sih? Jadi, selama ini Yogi hanya pura-pura di depan kita?" Reza merasa rahasia Yogi benar-benar menyedihkan. Dia tampak iba.

"Kasihan banget Yogi," lirih Liliana sembari membayangkan sakit hatinya Yogi.

"Gue bener-bener ngerasa jadi orang terbodoh, Yogi selalu nolong gue. Tapi, apa balasan gue?" Reza menyesali dirinya sendiri.

"Apalagi gue, Ja. Yogi selalu bantuin gue, punya dia udah kayak punya gue, dia ngasih gue uang, minjemin mobilnya. Dan parahnya, gue tau Yogi lagi kayak gitu, tapi apa yang gue lakuin? Gue malah diem aja. Sahabat macam gue?" timpal Rangga.

"Udah-udah. Sekarang bukan waktunya nyalahin diri sendiri. Sekarang kita harus bantuin Yogi. Kita datang sebagai sahabat. Setuju?" Ilham mengulurkan tangan.

"SETUJU!" Rangga dan Reza meletakkan tangan mereka di atas tangan Ilham. Liliana tersenyum bahagia melihatnya, ia pun turut mengulurkan tangan. Kini tiba saatnya mereka bergerak, bergerak untuk membuat Yogi bangkit dari keterpurukannya.

*

Siang ini juga, The Monsters datang menemui Yogi. Mereka tak peduli akan apa yang akan mereka hadapi nanti. Satu yang mereka inginkan, sahabatnya kembali ceria seperti dulu, tentu saja dengan keceriaan yang sesungguhnya. Sementara itu, Liliana mendatangi kantor Pak Jhohan. Segala rasa berkecamuk di hati Liliana. Dia tak pernah bertatap muka dengan Pak Jhohan, apa jadinya nanti? Huft! Liliana merapikan bajunya. Di depan orang terhormat seperti Pak Jhohan itu, ia tak mau terlihat kumal dan lusuh. Liliana bertanya pada sekretaris Pak Jhohan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LILIANA (Ketika Cinta Mematikan Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang