Chapter 11

6 1 0
                                    

"Lo beruntung banget sih, Mith."

"Beruntung dari segi apa coba? Yang ada gue apes."

"Ya beruntung lah, lo dikasih minum sama cogan."

"Biasa aja kali, Rin. Lagian lebih COGAN yang meluk gue kemarin," ucap Mitha dengan menekan kata 'cogan'.

"Percaya yang dipeluk cogan pagi-pagi," cibir Rina.

Setelah mengatakan hal itu, Mitha segera meninggalkan Rina di kelas sendirian. Oh tidak sendirian, dia bersama tas-tas teman sekelasnya yang lain.

"Untung lo sahabat gue, kalau nggak pasti gue jadiin tempe penyet," cibir Rina sambal berlari mengejar Mitha yang mulai menjauh.

Bum!

Suara benda jatuh membuat Mitha seketika menoleh kebelakang. Jika mendengar dari suaranya, sepertinya suara itu tak jauh dari tempat berdiri. Melihat banyak siswa yang berkerumun, jiwa kepo Mitha mulai terusik.

"Ada apa sih kok ramai?"

Saat sampai ditempat kejadian, Mitha membelah kerumunan, ingin melihat apa yang terjadi. Disana terlihat temannya, Rina yang terduduk di lantai dan sebuah pot yang pecah disebelahnya. Dari apa yang ada di depannya, Mitha mengerti bahwa temannya ini jatuh dan menabrak pot sampai pot itu pecah.

"Hahahaha," tawa Mitha pecah seketika. Tak peduli banyak orang di sekelilingnya.

"Duh malu banget gue, mana si Mitha malah ketawa lagi. Suka banget dia lihat gue malu."

Berusaha meredakan tawanya, Mitha berjongkok untuk membantu sang sahabat berdiri. Dengan hati yang sangat dongkol, Rina menerima bantuan Mitha.

Dari kejauhan, tiga orang siswa sedang berlari di tengah koridor. Wajah salah satunya, yaitu Ardhi terlihat sangat khawatir. Mendengar bahwa orang yang disukainya terjatuh, Ardhi segera melesat pergi dari kelas. Melihat itu Kenzo dan Reynand hanya melihat dengan tatapan bingung.

"Lah si monyet mau kemana dah?"

"Gue mana tau Ken, lo kira gue cenayang apa."

"Kamu gak papa?" tanya Ardhi saat sudah berada di samping Rina. Melihat hal itu Mitha hanya membatin yak! Drama sudah akan dimulai sambil menatap kedua orang di depannya dengan malas.

Daripada melihat adegan itu lebih lama, Mitha segera pergi dari jangkauan manusia bucin. Rooftop  adalah tujuannya, namun Mitha ingin singgah di kantin  terlebih dahulu.

Keluar kantin sambil menenteng sebuah minuman dingin dan satu roti. Mitha langsung menuju tujuan akhirnya. Menaiki anak tangga satu persatu, saat membuka pintu ia disambut oleh hembusan angin yang menenangkan.

Duduk dipinggir sambil memakan roti yang dibawanya, Mitha melihat banyak siswa yang bermain sepak bola. Hal itu mengingatkannya akan kenangannya bersama 'dia'.

'Jika kamu butuh nasehat, aku yakin masih banyak yang bisa gantiin aku' lagi dan lagi. Kata itu selalu muncul saat dia tak sengaja datang dalam ingatannya. Sesulit inikah?

***
"Baiklah anak-anak pelajaran kali ini saya akhiri sampai disini. Karena tidak lama lagi bel pulang berbunyi, saya akan absen kalian."

'Mampus dah gue, dari tadi yang gue takutin bakalan terjadi'  batin Rina tidak tenang.

"Mitha Puspita Sari."

'Duh gue harus alasan apa ini, mana ni guru killer'

"Mitha? Kemana Mitha?" tanya Bu Fatma ketika tak ada yang menjawab panggilannya. Melihat siswanya tetap diam, fokusnya hanya pada satu siswi yang ia yakin mengetahui keberadaan temannya.

"Rina, kemana Mitha?"

"A-anu Bu, Mitha di UKS. Tadi bilang ke saya agak tidak enak badan." Setelah menjawab pertanyaan Bu Fatma, tak ada henti-hentinya Rina merapal kan doa.

"Ya sudah kalau begitu."

Kalimat itu bagaikan sebuah sihir. Langsung saja Rina menghela nafas panjang. 'Awas aja lo, Mith. Lo bikin gue hampir pingsan. Untung aja tuh guru gak banyak tanya.'

Setelah Bu Fatma meninggalkan kelas, Rina  lantas meninggalkan kelas dengan membawa tas Mitha. Dengan bermodalkan sebuah insting, Rina pergi ke taman. Ia rasa sahabatnya itu berada di sana. Berbelok ke kiri, ia bertemu Ardhi dan sahabat-sahabatnya.

Bagaimana Rina bisa mengetahui namanya? Ia membacanya saat Ardhi menolongnya saat jatuh pagi tadi.

"Eh, Rin. Mau kemana?"

"Mau cari si Mitha."

"Lah emang ga ada di kelas?"

"Kalau ada ya gak gue cariin Ar!" jawab Rina dengan sedikit menaikkan intonasinya.

"Yaudah kita mencar. Ardhi sama Rina, Kenzo sama gue sendiri-sendiri," ucap Reynand menengahi.

Setelah sahabat-sahabatnya berpencar, ia tidak langsung mencari, melainkan berpikir dahulu. Kemungkinan tempat mana yang sering dipakai untuk bolos? Kantin? Oh tidak mungkin, bisa-bisa tertangkap basah oleh guru. Guru? Reynand tahu Mitha berada dimana.

Membuka pintu yang menghalanginya, kedua netranya menangkap sosok yang kini dicari olehnya. Ia rasa, Mitha tak menyadari kedatangannya. Lantas saat ia telah mendekat, ternyata Mitha sedang melamun.

"Hei," sapa Reynand sambil menepuk bahu Mitha.

"Eh, ada elo. Sejak kapan di sini?"

"Baru aja. Lo dicariin sama Rina," ucap Reynand to the point.

"Rina? Btw Lo gak masuk kelas?"

"Iya, Rina. Sekarang udah waktunya pulang kali."

Mendengar hal itu seketika membuat Mitha diam. 'Jadi, selama itukah gue mengingat tentangnya?'

Melihat Mitha diam saja, Reynand bertanya, "Mith, lo baik-baik aja kan?".

"Eh iya gue baik-baik aja. Yaudah yuk balik kasihan mereka nyariin."

"Yaudah yuk." Berdiri terlebih dahulu, Reynand mengulurkan tangannya untuk membantu Mitha berdiri.

Tak ingin Reynand kecewa, Mitha menerima uluran tangan itu. Saat itulah semesta bekerja. Menghembuskan angin yang cukup kuat diantara mereka. Refleks menutup mata karena kelilipan, nyatanya Reynand menangkap hal itu.

"Lo kelilipan ya? Sini gue bantuin."

"Gausah Rey, makasih."

"Udah, gak papa. Sini gue bantu."

Kedua tangannya perlahan bergerak membuka mata Mitha untuk ditiup. Merasa sudah cukup, Reynand menghentikan aktivitasnya.

"Masih perih?"

Mendengar suara Reynand, Mitha membuka kedua matanya. Saat itulah, Mitha menatap kedua bola mata Reynand dalam.

'Mata ini....'

Besok tanggal merah kan? Selamat istirahat. Maaf banget jarang up, idenya lagi ga lancar :)

Kumau DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang