18. Kita dan Kata Sepakat

129 63 399
                                    

Untuk segala hal yang tidak aku tahu.

________

"Aduh gimana ini?" Mengeluh pelan.
Stela menempelkan gaun maroon tak berlengan, dengan potongan leher asymmetric.

"Kenapa lagi kali ini?" Nara memperhatikan dengan bingung. Sedikit kesal karena Stela sudah begitu sejak setengah jam yang lalu—Berkaca, menamatkan penampilannya di berbagai sudut, kemudian mengeluh.

Gadis seperti Stela sangat memperhatikan penampilan, jangan bilang bahwa ia akan mengeluh karena kegendutan. Oh ayolah, cewek suka sekali bilang begitu, merendah untuk moreket, padahal mereka tidak terlihat gendut sama sekali.

"Lo nggak bakal ngeluh kegendutan, kan?" Nara mewanti-wanti.

Stela menatap Nara sambil berkacak pinggang. Ia berdecak, "Bukan gitu, semua dress kelihatan bagus di badan gue," katanya percaya diri.

"Ck! Gue jadi bingung." Ia mengeluh ... lagi.

Nara menatap gadis blasteran ini tak percaya. Hah! Pemikirannya tentang Stela yang akan mengeluh tentang berat badannya rupanya salah total.

Bagaimana Nara bisa lupa, jika Stela dan rasa percaya diri adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

"Setelah ini udah, kan?" tanya Nara, mencoba sesabar mungkin.

Gadis dengan dress floral itu kembali menggantungkan dress maroon di tempat asalnya. Telunjuk runcingnya menghitung tas belanjaan yang ada di tangan Nara.

"Tas, gaun, sepatu, dekorasi kamar, jam tangan ...." Ia diam sebentar, "apalagi ya?" tanyanya yang lebih ia tujukan pada diri sendiri.

Nara merotasikan bola matanya, "Udah Stel, gue capek bawa-"

"Ah iya, gift!" Stela memotong ucapan Nara. "Temen sebangku gue lusa ulang tahun. Yakali gue nggak beli kado!" Tanpa menunggu Nara, Stela sudah melangkahkan kakinya. Keluar dari store pakaian, dan kembali memasuki store yang menjual berbagai printilan lucu.

Melihat tubuh Stela yang sudah hilang dari pandangannya, Nara menjadi tergopoh-gopoh membuntutinya.

Sialan sekali si Stela ini. Dia yang belanja, Nara yang disuruh membawa. Jika saja Nara tak mengemis kata maaf, mungkin sudah ia lemparkan Stela dari lantai empat ini.

Setelah hampir empat jam menjadi babu dadakan, akhirnya Nara bisa duduk lega di kursi food court. Stela masih mengantri membeli minum. Rupanya gadis blasteran itu masih punya hati untuk tidak menyuruh Nara antri disana.

"Minum!" Stela datang dengan dua bubble tea taro.

Sebenarnya tanpa disuruh pun Nara juga akan meminumnya. Ia haus, dan Stela memang harus tanggung jawab.

"Lo udah maafin gue, kan?" tanya Nara, menancapkan sedotan di atas tutup minuman.

"Gue nggak akan nyuruh lo kesini kalau gue nggak mau maafin, lo."

"Hh! Thanks udah ngerjain gue," sindir Nara.

Stela tak membalas, memilih menyesap minuman miliknya.

"Kapan terakhir kali kita ngobrol tanpa perang urat, begini?"

Stela menatap langit-langit Mall, dengan mulut masih menempel di sedotan. "Tiga tahun yang lalu, maybe."

Nara terdiam sebentar, kemudian kembali melontarkan kalimat. "Lo ... apa kabar?"

Stela menelisik raut wajah Nara, bukannya menjawab, gadis itu malah berekspresi julid. "Ini serius, lo? Nanyain kabar bukan lo banget," cibirnya.

Beloved-II: Season of Nara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang