25. Menanggalkan Peran

118 59 334
                                    

Perihal menanggalkan dan meninggalkan, keduanya memiliki porsi masing-masing.

_________

Seusai mengunjungi makam Arka, Ken memilih untuk bertandang ke Kafe Ruang Rindu. Kafe favorit yang menurutnya selalu bisa menjadi singgahan kala suasana hatinya tak terkondisikan. Jika bisa ia definisikan, mungkin Kafe Ruang Rindu adalah sebaik dan sesabar-sabarnya Kafe, karena tak pernah mengeluh ketika ia jadikan pelarian.

Bukan tidak ingin kembali pulang ke rumah, Ken hanya tidak ingin lebih menyakiti Mamanya. Dorongan untuk bisa menyadarkan Mamanya selalu muncul dan mendominasi pikirannya jika ia bertemu dengan Sang Mama.

"Kalau ngilang pamit kek! biar gue nggak kelimpungan nyari!"

Ken berjengit saat sapaan bernada omelan itu masuk ke gendang telinganya.

Didapati, Naya—si penyiar radio Suara Sevit—sudah berdiri di hadapannya dengan tangan bersedekap dada. Raut kesal tampak muncul disana.

Ken meluruhkan bahunya, menatap Naya bingung, "ngapain disini?"

Naya mendengus malas, mengambil tempat duduk di depan laki-laki itu yang sudah dua jam ia biarkan kosong tak berpenghuni.

"Tanyain aja Grandma yang jauh-jauh dari sana nelpon nyokap dan berakhirlah-"

"Nyokap nyuruh lo nyari gue." Ken menimpali membuat omelan Naya terhenti, gadis yang mengenakan kaos bermotif langit malam dengan celana jeans abu itu terdiam sebentar.

Biar ken tebak, Naya pasti sedang memikirkan omelan apa lagi yang bisa ia berikan untuk Ken.

"Kenapa juga pakai matiin hape?" gadis itu merutuki kesal.

"Baterai gue habis, Nay."

"Halah, gue tahu ya Ken ... lo dan powerbank itu satu kesatuan. Lo udah kayak orang gila kalau daya di hape lo habis." Naya mencibir, mematahkan alibi Ken.

Entah karena Naya seorang penyiar yang pandai berbicara, atau karena malam ini sedang semangat-semangatnya untuk mengomel, yang jelas duapuluh menit setelahnya, Ken harus ikhlas dan menerima omelan dari Naya tanpa henti. Bahkan sekalipun Ken memesankan minum untuk gadis itu, Naya tak berhenti mengomel.

Ken tahu jika Naya tengah khawatir. Dan cara penyampaian khawatir khas Naya memang seperti itu.

Ken mengulum senyumnya tipis. Meski begitu, sepupunya satu itu memang satu-satunya orang yang mau berkali-kali di repotkan oleh Grandma.

"Grandma ngrepotin, lo lebih ngrepotin." Dan itu adalah kalimat terakhir dari serentetan omelan panjang Naya.

Ken terkekeh ringan, "sopan sedikit, lah."

"Bodoh amat, Ken!"

Kekehan menjadi tawa renyah yang keluar dari mulut laki-laki itu. "Udah ngomelnya? Minum dulu." Ken menyodorkan milkshake strawberry yang beberapa menit lalu baru mendarat di meja mereka.

Naya berdecak sebelum benar-benar menandaskan minumannya dalam sekali minum.

"Mending sekarang nyalain hp lo, kabarin Grandma biar nggak kepikiran," titah Naya seusai mengelap mulutnya dengan tisu.

Beloved-II: Season of Nara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang