"Hoekk..."
"Abang, pelan-pelan muntahnya. Darren gak tega lihat Abang begitu, hiks.."
Arkha menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa rasanya sesakit ini. Sudah seminggu Arkha menjalankan kemoterapi, seperti apa yang sudah diminta oleh Artha. Iya, sampai Artha menangis hanya untuk membujuk Arkha yang kerasnya melebihi batu bata.
Sekarang Arkha sudah boleh pulang kerumahnya karena sudah selesai menjalani sesi kemoterapi nya. Tetapi ya begini jadinya, tetap akan ada efek samping dari kemoterapi tersebut, mual muntah misalnya.
"Sumpah, ini kenapa sakit banget. Aduh..."
Arkha memukul-mukul dadanya beberapa kali, Untung saja ada Darren disana. Ia sigap menahan pukulan-pukulan yang lumayan keras, yang sekarang membuat tubuh Arkha penuh dengan ruam-ruam.
Darren berulangkali menahan pukulan dan tarikan keras Arkha pada dada dan rambutnya. Tapi tetap saja, Arkha masih jauh di atas soal masalah stamina.
"Abang, Darren mohon ya, udahan mukulnya, Abang sakit... Itu badan Abang biru-biru semua, Aren gak tega liat Abang begini,"
Arkha sebenarnya tidak tega melihat Darren menangis sedemikian rupa, apalagi semua itu karena dirinya.
Tapi, sumpah demi Tuhan.
Arkha tidak berbohong, kepala dan dadanya sakit luar biasa.
"Ren, a-abang——"
Darren menganggukkan kepalanya, "iya, Abang kenapa, hm? Darren disini, Abang gak perlu takut. Darren bakal lindungin Abang."
"S-sakit Ren, a-abang gak ku-kuat... Sshh... Akh..."
Darren kelimpungan. Tubuh Arkha meluruh ke lantai yang sukses membuatnya kewalahan. Tubuh Arkha jauh lebih besar darinya, tentu saja Darren kesusahan jika ingin memindahkan tubuh Arkha.
"Abang!! Ih, Abang jangan buat Aren takut, Abang gak bakalan kenapa-kenapa kok, Darren berani jamin. Sekarang Abang pikirin yang bahagia-bahagia aja coba, biar otak Abang seneng, habis itu nanti rasa sakitnya bakalan hilang."
"O-oke... Tapi Abang gak punya pikiran Ren, Abang mau mikirin apaan? Hehehe..."
Masih sempat-sempatnya Arkha melontarkan guyonan yang membuat Darren seperti orang gila. Ketawa sambil mengeluarkan air mata.
"Apa aja, apa aja bang! Pikirin kalau Abang, bang Artha, sama Darren liburan, habis itu Abang puas banget karena kita habis ngerjain bang Artha. Dah gitu aja, Abang seneng kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
khatha [✓]
General FictionHanya ucap yang mampu mendeskripsikannya. Hanya suara yang menjadi perantaranya. Dan kata menjadi tercipta kemudian dapat menjelaskan semuanya. Namun, bagaimana jika dia kehilangan ucap dan suara? Akankah ia mampu mengucapkan sebuah kata? Walaupun b...