10 ||

2.8K 311 43
                                    

"Arkha, nanti kamu tolong ke meja sembilan ya, tanyain mau pesan apa!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arkha, nanti kamu tolong ke meja sembilan ya, tanyain mau pesan apa!"

"Oke, kak!"

Ya, Arkha sekarang sedang menjalani kerja paruh waktunya. Dari pulang sekolah pada pukul tiga sore, sampai jam sembilan malam.

Sudah seminggu sejak dia bekerja disini. Oh, iya, yang barusan berbicara dengan Arkha adalah Galang—pemilik kafe tempat Arkha bekerja. Setahu Arkha, Galang adalah atasan yang baik, dia memberitahu Arkha dengan sabar saat pertama kali bekerja disini.

"Permisi, mau pesan apa?—"

Arkha terdiam sebentar, sebelum kembali mengulum senyuman.

"Zeno sama Artha, ngapain disini?"

Arkha menggaruk tengkuknya. Rasa canggung tercipta di antara mereka, karena Artha sama sekali belum pernah ke tempat kerjanya, Zeno sih, biasa saja.

"No, pindah tempat aja."

Suara Artha menjadi penengah dalam suasana canggung yang sedang tercipta. Zeno yang mendengarnya langsung menggeleng pelan dan kembali membujuk Artha.

"Lah, gimana si? Sini aja kali, sekalian ada Arkha." Jawab Zeno santai.

"Dia itu disini kerja, bukan main. Ayo!"

Arkha terkejut, senyum yang semula menghiasi wajahnya menghilang begitu saja.

Arkha tahu betul, Artha masih marah padanya. Sebenarnya Artha tidak setuju Arkha bekerja, tahu sendiri fisiknya bagaimana. Pernah saat hari ketiga Arkha bekerja di sana dan lupa meminum obatnya, sangking sibuknya. Arkha drop dan Artha dibuat kewalahan menjaganya.

Artha tidak suka Arkha bekerja. Mereka masih mampu, bahkan kalau Arkha, Artha, dan Darren—kuliah sekaligus, masih bisa terbayar biayanya. Hanya saja, Arkha merasa jadi orang paling tidak berguna. Disaat adiknya bekerja walaupun tidak sepenuhnya, tetap saja kan?

"Eh, Tha. Apaan si, gak asik, lu!"

Zeno ikut bangun dari duduknya menyusul Artha, tidak lupa dia membungkuk 90 derajat dihadapan Arkha. Makin runyam saja—pikirnya.

"Eh, Kha, sumpah! Gue gak bermaksud, sorry, ya. Lain kali gue kesini sendirian aja, lah, gak asik kembaran lu!"

Arkha hanya tersenyum penuh dusta, masih bisa tertangkap jelas itu senyuman yang dipaksa.

"Santai kali, No. Dia mah, emang begitu manusianya. Lain kali kalo lo kesini gue traktir dah."

"Sip! Tuh Tha, kayak begini harusnya. Arkha emang gak ada dua, Artha buang aja."

khatha [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang