07 ||

3.1K 332 17
                                    

Sudah sebulan sejak kejadian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah sebulan sejak kejadian itu. Masih ada ditempat yang sama, Arkha masih terbaring di ranjang pesakitan nya. Jangan lupakan Artha yang masih setia menunggu cowok berwajah sama dengannya, bak pinang dibelah dua.

Tiga minggu yang lalu, kabar buruk menimpa keluarganya. Sonya, sang ibu—dikabarkan tewas akibat kecelakaan pesawat yang ditumpanginya.

Artha ingin menyalahkan Arkha akan hal yang menimpa ibunya itu. Arkha penyebab ibunya itu pulang terburu-buru, dan akhirnya menaiki pesawat itu.

Tapi, bagaimana bisa dia menyalahkan Arkha? Si empunya saja bahkan belum juga bangun dari tidur panjangnya.

Disinilah Artha sekarang, menunggu Arkha yang belum kunjung sadar, ditemani Darren—orang yang Artha anggap asing, yang sekarang malah menjadi dekat seakan tidak bisa dipisahkan.

"Ren, lo pulang aja." Ucap Artha mengisi keheningan.

"Eh, iya, bang. Kenapa?" Darren yang sedang sibuk membersihkan tubuh Arkha terkesiap karena tiba-tiba saja Artha memanggilnya.

"Lo pulang, ini udah malem. Besok lo sekolah, kan?" Ucap Artha tanpa menatap Darren.

"Oh, iya, bang. Besok Aren sekolah, tapi—"

"Tapi kenapa?" Potong Artha.

Darren menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. "Aren gak enak sama Abang. Aren kan numpang tinggal dirumah Abang, kalo Aren gak bantu sama sekali, Aren gak tau harus bilang apa sama Tante Sonya nanti."

"Ck." Artha berdecak.

Dia tidak habis pikir dengan adik sepupunya ini, bagaimana bisa dia bilang seperti itu disaat penampilannya saja saat ini sudah tidak karuan. Sudah menjadi rutinitas mereka semenjak sebulan ini, sepulang sekolah, Artha dan Darren bergantian menjaga Arkha dirumah sakit.

"Lo gak perlu mikirin hal begituan, mama gua udah meninggal, jadi lo gak usah bilang apa-apa. Sekarang lo pulang, istirahat." Ucap Artha dengan penuh penekanan di akhir kalimatnya.

Darren tidak bisa berucap lagi dan hanya bisa mengangguk paham, karena jika dia berujar lebih banyak, hanya akan membuat api yang ada di mata Artha kembali berkobar lagi.

Seiring kepergian Darren, Artha ditarik kembali pada realita dimana saat ini, cowok yang memiliki wajah sama persis sepertinya itu masih betah tidur dengan tenangnya di ranjang pesakitan—miliknya.

Sempat terbesit dalam pikiran Artha, mengapa ini semua terjadi padanya? Kenapa hanya dia yang merasakan semua ini, kenapa bukan Arkha? Tapi apa benar Arkha tidak merasakan hal yang sama?

khatha [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang