08 ||

2.9K 299 20
                                    

Sudah sekitar dua puluh menit hening tercipta diantara keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah sekitar dua puluh menit hening tercipta diantara keduanya. Tidak ada yang memulai percakapan, baik Artha maupun Arkha. Artha yang memang tidak pernah tahu cara membuka kata, dan Arkha yang terbiasa, tapi kali ini dia memilih untuk diam seribu bahasa.

Arkha masih sibuk bergelut dengan pikirannya. Entah mengapa kali ini ia merasa pertahanannya menjadi begitu nyata. Tidak ada tetes air mata. Apakah kabar kematian ibunya tidak cukup menyayat hatinya?

Entahlah, Arkha juga tidak tahu.

Arkha mati rasa, jujur. Dia melirik cowok berwajah mirip disampingnya. Sesekali mengamati pergerakan atau bahkan emosi yang mungkin saja terlihat dari wajah tegasnya. Tapi nihil, Artha memang susah untuk dibaca. Arkha memilih menyerah dan kembali sibuk dengan pikirannya.

Sampai ekor mata Arkha merasa ada pergerakan yang terjadi di sana. Benar saja, Artha bangkit dari duduknya, melenggang pergi begitu saja, tanpa menitipkan wejangan untuk Arkha.

"Mau kemana?" Tanya Arkha.

Pergerakan Artha berhenti. Dia menoleh dan menatap Arkha sekilas, kemudian kembali berpaling.

"Cari makan."

Dirasa tidak ada jawaban lagi dari Arkha, Artha kembali melanjutkan langkahnya.

"Eh! Tunggu bentar!" Henti Arkha lagi. Sebenarnya Arkha ingin sekali berbicara dengan Artha, tapi Artha seolah menarik diri dan tidak mau terusik oleh kehadiran Arkha.

"Apalagi?!" Nada suara Artha meninggi, tanpa sadar tentunya.

"Nitip beliin bubur, hehe." Ujar Arkha sambil menggaruk tengkuknya, plus senyum manis yang bertengger tanpa perlu biaya sewa di wajahnya.

"Lo kira gua pembantu lo?" Artha kembali berbalik menatap lawan bicaranya.

Shit!

Artha rasanya ingin mengumpat, kala mereka saling beradu pandang. Artha benci tatapan penuh dusta itu. Dalam sepersekian detik dia langsung memutuskan kontak mata dengan cowok didepannya.

"Tolong, kalau gua bisa jalan udah beli sendiri. Tolong, yah." Ucap Arkha penuh arti.

Tentu saja, Artha tidak bisa menolak hal tersebut.

Artha membuang napas kasar. "Ya!"

Artha memilih pergi, Artha tidak tahan dengan ekspresi Arkha yang seperti itu.

Sangat menggemaskan.

.

"Berapa buburnya, Bu?" Ucap Artha sembari mengeluarkan dompet miliknya.

"Delapan ribu, mas." Jawab pedagang itu sambil merapihkan plastik pembungkus bubur.

"Oke, makasih, Bu." Artha tersenyum ramah, lalu melenggang pergi. Dia tahu pasti saat ini Arkha sudah terlalu bosan menunggu kedatangannya.

khatha [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang