Chapter 3

45.8K 4.6K 684
                                    

"Ketika kita mencintai seseorang, kita akan selalu membenarkan kelakuan orang itu, sekalipun dia berbuat salah sebesar gunung"
-

Tepat Pukul 06.52 aku dan Rahma sampai di madrasah. Setelah menaruh tas di kelas, kami pun berjalan menuruni tangga untuk baris. Sebenernya lelah juga naik turun tangga. Tapi itung itung olahraga pagi.

Tepat pukul 07.00 bel berbunyi. Seperti biasa, para santri Madrasah Aliyah berkumpul di lapangan untuk mendengarkan ceramah dari para guru.

Ustadz Fikar yang mendapat jatah mengisi apel di hari Jum'at ini pun maju ke depan. Aku dan Rahma kebetulan mendapat barisan terdepan, jadi bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di depan.

"Hari ini jam pelajaran pertama dan kedua di isi untuk Jumat bersih" kata ustadz Fikar yang membuat sorak Sorai para santri di lapangan.

Ya, satu bulan sekali setiap hari Jum'at Madrasah kami mengadakan Jumat bersih. Tujuannya agar madrasah kami selalu terlihat bersih dan refreshing untuk para santri agar tidak bosan belajar di kelas.

Jum'at bersih ini diadakan nya random, jadi misalkan bulan Januari Minggu pertama di adakan Jum'at bersih, maka Minggu Minggu selanjutnya tidak akan ada Jumat bersih.

Februari Minggu terakhir ada Jumat bersih, maka Minggu Minggu yang lain tidak ada. Itu kebijakan dari kepala sekolah kami agar tidak terlalu sering membuang buang waktu belajar.

Setelah barisan di bubarkan kami mulai berpencar untuk membersihkan area madrasah. Ada yang membersihkan mushola, perpustakaan, halaman madrasah, kaca kelas. Para guru membagi menurut kelas.

Jadi kelas 10 IPA 1 membersihkan gudang, 10 IPS 1 membersihkan musholla, dan lain lain. Kelas ku kebetulan mendapat jatah menyiram tanaman di seluruh area madrasah.

Ada juga beberapa santri yang hanya duduk di kelas karena malas, atau malah tidur di kelas. Untuk kelas masing masing itu menjadi tanggung jawab kelas. Jadi setiap kelas juga harus membersihkan kelasnya sendiri.

Aku dan Tania mengisi ember dengan keran di dekat mushola. Kebetulan kelas 11 IPS 2 membersihkan mushola. Biasanya yang mendapat giliran Mushola itu yang paling susah karena harus menggulung tikar mushola yang berat lalu mencucinya di tempat wudhu.

Aku melihat kak Farhan sedang mengelap tempat khutbah. "Ra ayok" kata Tania sambil mengangkat setengah lengan ember. Embernya seperti ember cat yang berukuran besar. Jadi kita gak bakal bisa ngangkat sendirian.

Aku mengangguk lalu mengangkatnya. Kami tidak memakai selang karena selang di madrasah kami hanya satu, dan tidak mencapai semua tanaman di sekolah. Jadi kami harus mengisi ember dan menyiramnya menggunakan bekas minuman gelas..

"Aduh" aku menunduk ketika mendapati air nya tumpah ke sepatuku. Mana sepatu ku sepatu kain. Air pun Langsung merembes ke kaus kakiku. Kaki ku basah kuyup. Aku yakin jika di biarkan akan menjadi bau tidak sedap.

"Kenapa Ra?" Tanya Tania sambil mengambil air dari ember untuk menyiram ke tanaman lain.

"Kaki ku kena air hahahah" kataku sambil tertawa receh. Tania tertawa.

"Di lepas aja Ra, minjem sandal mbak kantin" saran Tania. Aku mengangguk.

Aku pun berjalan ke arah kantin. "Sekalian beli minum lah," aku pun mengambil air hangat dengan plastik yang di sediakan oleh kantin.

"Mbak minjem sendal, sepatuku basah" kataku pada mbak kantin.

"Itu ambil aja" mbak kantin adalah santri yang sudah tidak bersekolah atau berkuliah. Dia hanya mengabdikan dirinya untuk pesantren sampai benar benar mendapat jodoh.

Dia Bukan Hanya Ustadzku ✓[SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang