Out Of Diary (2) : Luka

19 4 0
                                    

WARNING
MENGANDUNG ADEGAN BERBAHAYA!
DISARANKAN 17+
______________________________________


Tata tertidur dalam rengkuhan Sakti. Dengan sedih yang masih Sakti rasakan, ia mengurai pelukan Tata dan membaringkannya.

"Lu kenapa sih? Kalau ada masalah cerita aja ke gue", Sakti berbicara pada Tata yang tertidur sambil mengusap sisa air matanya.

"Meskipun gue lebih muda dari lu setahun, bukan berarti gue gabisa dengerin lu. Gue bisa kok ngasih lu saran, ngasih lu semangat, dengerin keluh kesah lu", Sakti menggenggam tangan Tata. Menarik nafas panjang dan melanjutkan, "Percaya sama gue Ta".

Setelah mengatakan itu, Sakti bangkit berdiri hendak membelikan makanan untuk Tata. Namun tangan Tata menarik tangan Sakti.

"Jangan tinggalin gue", Tata mengigau.

Sakti kembali duduk. Ia memilih duduk di lantai sedangkan Tata masih terbaring di atas ranjang. Sakti menggenggam tangan Tata erat, dan mulai tertidur.

...


20.00

Sakti terbangun dengan tangan yang masih menggenggam tangan Tata. Ia melepaskan, dan berniat membeli makanan untuk Tata.

Lima belas menit kemudian, Sakti membawa bubur ayam yang tadi dibelinya di dekat rumah Tata. Ia menuangkan ke dalam mangkuk yang ada di dapur dan membuatkan teh hangat.

"Ta makan dulu", Sakti membangunkan Tata dengan hati hati.

Tata mengerjapkan mata. Lalu duduk bersandar pada tembok. Sedangkan Sakti menarik kursi meja rias untuk dijadikan alas duduk, disamping ranjang Tata.

"Nih makan dulu. Ini beli di haji Sulam loh, yang sering lu ceritain itu", Saka menyodorkan semangkuk bubur dan teh hangat.

"Haji Sulam mah jualan baso bukan bubur Sak", Tata memutar bola mata.

"Ooh udah ganti profesi ternyata", Saka menggaruk tengkuknya.

"Tolong ini bukan sinetron ya Haji Bolot"

"Setan lu Ta"

"Hahaha"

"Udah nih cepet makan", Sakti kembali meyodorkan bubur ayam.

"Iya iya", terima Tata. "Lu kok nggak beli?", tanyanya.

"Udah tadi", jawab Sakti.

"Ooh"

Tata mulai menyendok bubur ayam yang dibawakan Sakti. Selama itu juga tidak ada percakapan yang berlangsung. Hanya dentingan sendok dan mangkuk yang terdengar.

Setelah makan pun tidak ada percakapan. Baik Tata atau Sakti tidak ada yang berniat membuka percakapan. Hanya pandangan mata mereka yang kadang berserobot, namun masing masing langsung mengalihkan pandangannya.

"Gue bego banget ya", tiba tiba Tata berbicara. Sakti menatap Tata tanpa ingin menyela.

"Gue terlalu takut buat bunuh diri. Gue nggak berani buat potong nadi gue, gue nggak berani buat gantung diri, dan gue gak ngerti caranya buat overdosis obat hahaha", Tata tertawa sumbang.

"Lu tau? Gue tadinya mau bunuh diri. Dengan cara ngurung diri di gudang sempit dan gelap itu. Ehh malah lu dateng", Tata menarik nafas panjang. "Tapi gue juga nggak yakin kalau cara itu bakal berhasil", lanjutnya.

"For your information ya Sak. Gue itu trauma sama tempat gelap dan sempit, soalnya dulu pernah dikurung mama sehari semalem waktu pacarnya dateng ke rumah", Tata menjelaskan dengan nada bercanda. Tapi, Sakti tahu di setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah ungkapan rasa sakit yang selama ini terpendam.

MagentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang