Chapter 5

3 2 1
                                    

6 bulan telah berlalu, kini aku memulai kehidupan yang baru, perjuangan yang baru, dan rintangan yang baru juga, sedikit merasa bingung dengan keadaan yang sekarang.

Bingung karena sedih, sedih karena bingung, berputar dizona itu saja, aku tidak tahu, apakah aku lulus di Perguruan Tinggi Negri atau tidak.

Rasanya sedikit menjadi tegang, aku hanya bisa berharap aku bisa lulus, usaha serta do'a telah ku lalukan, tinggal menunggu hasil dan takdir dari Tuhan.

Pagi ini adalah pagi yang begitu cerah, awan yang berjajar rapih menghiasi langit yang biru.

Hari ini adalah hari yang sedikit membuatku merasa galau, karena hari ini adalah hari pertamaku untuk tidak berjumpa lagi dengan seseorang yang bernama Putri Permata, wanita pujaan hatiku, penopang laraku.

Lirihku terdengar begitu menggema, melalui jiwa yang hampa, saat ini aku hanya bisa membaca surat darinya, yang tertulis rapih didalam selembar kertas, aku menyimpannya sampai saat ini, bahkan kujadikan sebuah museum, ku simpan didalam kaca kecil yang berbentuk seperti aquarium.

Bagiku, surat ini adalah sesuatu yang begitu sangat berarti didalam hidupku, walaupun hanya tinga baris kalimat yang tertulis didalamnya, namun hati dan perasaanku mengukir permanen tulisan itu.

Tidak aku sangka dan tidak ku rencanakan bisa mencintainya dengan begitu dalam, perlahan masuk kedalam sukmaku, mengalir mengikuti aliran darahku, serta bersemayam didalam hal abstrak yang ada didalam jiwaku.

Tapi semua itu hanyalah sebuah dongeng pengantar tidurku, iya betul hanya sebuah dongeng.

"Raka, Raka, tolong buangin sampah, ini sudah numpuk di dapur Nak." Seru Ibuku.
Aku langsung beranjak berdiri dan melangkahkan kakiku untuk segera kedapur dan membuang sampahnya.
"Iya Bu, siap."

Akupun segera beranjak untuk membuang sampah, mungkin saat ini aku hanya bisa membantu dengan sedikit tenaga untuk Ibu, belum bisa untuk membantu seluruh jiwa dan ragaku.

Terkadang membuatku sedikit merasa malu, tinggal satu minggu lagi aku menerima hasil pengumuman kelulusan di Perguruan Tinggi Negri.

Jika aku lulus, Ibu akan bangga karena aku mendapatkan beasiswa, namun jika aku tidak lulus, Ibu pasti akan kecewa.

Semenjak dari lulus sekolah SMA, aktivitasku hanya dirumah saja seperti orang tak berdaya, melamun dikala senja, bukan sebuah bahagia yang aku terima, namun kebimbangan serta kegelisahanlah yang menerpa.

Waktu begitu sangat cepat berlalu, tepat jam 16.00, dikala senja aku mulai mencari asa dengan bermain kesebuah ladang permadani yang begitu membentang sangat luas nan indah.

"Bu, sore ini, Raka mau maen kesawah." Ucapku
"Hmmm, mau ngapain ?" Tanya Ibuku dengan sedikit merasa aneh.
"Bosen Bu dirumah terus, Raka pengen maen aja sambil menikmati senja."
"Ohhh iya, hati-hati ya, awas! Pulangnya jangan sampai kemalaman." Ucap Ibuku.
"Iya Bu, baik, hehe." Ucapku sambil tersenyum menatap wajah Ibundaku.
"Hehehe." Ibuku tersenyum dengan begitu sangat tulus."
"Baik Bu, Raka pamit, assalamu'alaikum." Ucapku sambil merundukan kepalaku dan bersalaman mencium tangan Ibu.
"Wa'alaikumussalam." Jawab Ibuku sambil tersenyum.

Akupun segera beranjak melangkahkan kakiku untuk segera menuju pesawahan di Desaku, oiya Desaku ini kaya akan tanaman padi, diDesaku ribuan hektar lahan pesawahan sangat begitu membentang luas, begitu sangat indah dikelilingi lekukan-lekukan bukit yang berjajar dengan rapih.

Dikala senja, langit yang sudah mulai berwana ke orenan, begitu sangat indah dipandang, membuat hati dan rasa menjadi lebih berwarna.

Sesampainya diladang pesawahan, banyak pula para petani yanf baru saja selesai memanen sebagian sawahnya, jika saat itu aku bisa dan jago melukis, mungkin aku pasti akan melukisnya, karena dikala senja datang menerpa, imajinasiku seperti ada didalam dunia dongeng.

"Rakaaaaaaa.....wooiiiii...." terdengar suara teriakan menyebut namaku, aku mencari-cari siapakah gerangan yang memanggilku.

Ternyata teman SD ku, terlihat begitu jauh melambaikan tangan.

"Woiiii, Den..." Ucapku sambil teriak.

Akupun segera beranjak melangkahkan kaki untuk menemuinya.
Kala senja, diatas bumi perkasa, indah dan rupawan, aku berlari untuk menemui teman lamaku, namanya Deni, dia adalah teman seperjuanganku sewaktu aku duduk dibangku sekolah dasar.

"Woiii Den, gimana kabarnya kamu?" Tanyaku sambil menepuk pundaknya.
"Waaaah, alhamdulillah Ka, aku baik-baik saja hehehe, kalau kamu gimana kabarnya?" Ucap Deni sambil tersenyum dan menjabat tanganku.
"Hehehe syukur Den, aku alhamdulillah baik Den, hehehe."

Aku tidak menyangka bisa bertemu kembali dengan teman-teman semasa SD, sebuah hadiah di sore ini, selain melihat panorama alam yang begitu luas nan indah, akupun bisa kembali bertemu dengan teman seperjuanganku dan bernostalgia bersamanya.

Hari ini sedikit membuatku kembali tersenyum, membuatku sedikit melupakan segelintir masalah yang membuatku penat.

Aku dan Denipun beranjak kesaung yang berdiri kokoh ditengah pesawahan yang membentang luas.

"Den sekarang kamu kuliah atau kerja?" Tanyaku sambil menoleh kearah Deni.
"Hmmm, yaaa beginilah saya Ka, hehe." Jawab Deni dengan sambil tersenyum.
"Haaah, begini kaya gimana Den?" Tanyaku dengan sedikit merasa kurang faham dengan ucapan Deni."
"Ya begini, saya mah masih nganggur Ka, kuliah enggak ada modal, cari kerja sudah, tapi belum ada yang menerima." Ucap Deni dengan begitu sangat kalem.
"Ooooh, sama aku juga Den hehe." Ucapku.
"Masa Ka?" Tanya Deni dengan merasa aneh.
"Kamu kan pinter Raka, masa kamu sekarang nganggur juga, sama kaya aku." Ucap Deni dengan nada sedikit tidak percaya akan hal yang aku ucapkan.

Sinar senja yang kini kian mulai perlahan menghilang, langit yang biru kini mulai terbalut lembayung senja.
Begitu sangat indah untuk di perhatikan.
Suara jangkrik yang kini mulai terdengar bersahutan.

"Iya betul Den, aku belum kuliah dan akupun belum bekerja, huuh, aku merasa tidak enak juga sama Ibu, karena aku hanya terdiam saja."
"Ya, beginilah kehidupan Ka, tapi kita harus percaya!" Ucap Deni dengan nada bersemangat.
"Percaya apa?" Tanyaku.
"Suatu saat nanti Tuhan akan memberikan sebuah jalan harapan dan mewujudkan semua mimpi-mimpi kita." Ucap Deni sambil menoleh kearahku, wajahnya menunjukan wajah yang begitu sangat percaya diri dan begitu sangat semangat.

Sedikit kuberpikir sejenak, mendalami dan mencerna omongan Deni, dan aku merasa memang betul, aku harus percaya diri dan semangat, dan akupun harus percaya dan yakin 100% bahwa Tuhan akan memberikan segalanya.

Sedikit membuatku termotivasi dan menjadi percaya diri akan semua hal yang ada didepan mata, berapapun jumlah rintangannya, aku harus tetap tegar berdiri dan berjalan perlahan untuk menepi, dan kendati tak menepi, aku akan seperti ini, karena hidup lebih baik adalah jalan yang harus ditempuh bagi setiap insan yang hidup dimuka bumi ini.

"Hehehe, iya Den bener juga, kita harus yakin, semangat dan percaya diri, Tuhan tidak pernah tidur." Ucapku sambil mengajak tos kepada Deni sebagai tanda teman sejati, sampai nanti dan selamanya.

Kendati Tak MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang