Grace POV
Aku menghirup nafas dalam-dalam. Kenapa bertemu dengan Ryan jadi senervous ini?
Pesawat Ryan sudah landing satu jam lalu. Namun aku sama sekali belum melihat batang hidungnya.
Ponselku berbunyi.
"Grace... kau dimana?" Terdengar suara panik Jill diseberang.
"Aku di bandara. Pesawat Ry landing jam berapa sih?"
"Uda satu jam lalu sayang"
"Kok Ryan ga ada?"
"Ryan udah disini. Kamu nunggu dimana?"
"John Kennedy"
"Astaga Grace.... Ryan di bandara La Guardia. Dia kan cuma ke Chicago. Kau ngapain coba nunggu di Kennedy."
"Kenapa ga bilang daritadi?!? Mana Ryannya? Aku mau bicara!"
"Grace.... sebenarnya Ryan....." belum sempat Jill melanjutkan, terdengar suara Ryan diseberang.
"Grace, kalo emang ga niat jemput ya gausah" Ryan tertawa mengejek.
"Masih syukur ada yang peduli mau jemput. Harusnya kamu tuh bersyukur ya" Aku mendumel.
"Uda ah cepat sini. Aku uda pengen peluk my Grace" Darahku berdesir mendengarnya.
Klik. Sambungan dimatikan.
Semangatku membuncah lagi.
****
Jillian POV
Grace akan segera kesini. Begitu kata Ryan tadi. Aku benar-benar panik. Kuharap Bram dan El ada disini. Setidaknya aku punya sekutu untuk bersama-sama cemas.
Dan kini aku memaki Andrew, teman kencanku yang seharusnya tidak membatalkan janji kami. Jika tidak aku mungkin tidak akan stuck di kekhawatiran yang tidak jelas ini.
Terdengar suara pintu akan dibuka. Aku benar-benar jantungan. Kututup mataku.
"ELOISEEEE!" Ryan berlari kepelukan El.
"Oke..oke aku mau cerita lengkap kalian El bersemangat. Aku melotot pada El.
"Cerita apa?"
"Grace dan... Dimana Grace?" El menatap keseluruh Apartemen. Dan aku tahu, sekarang ia sama khawatirnya denganku.
Menatap seorang perempuan duduk di sofa ruang televisiku.
Ia menatap El sekilas dan tersenyum. El mulai salah tingkah dan mengernyit padaku.
Dan belum selesai dengar keterkejutan El, terdengar suara nafas memburu. Grace.
"Ry...an" panggil Grace terengah-engah.
"Grace!" Pekik Ryan.
El mulai gusar. Begitupun aku.
"Kau ingat Kalea?" Tanya Ryan. Grace menyipitkan mata tak mengerti. Kalea beranjak dari sofa dan menyalam Grace.
Grace terdiam dan menatap Kalea tak percaya.
"Kami bertemu di bandara. Dia bercerai dengan John" kata Ryan seakan-akan itu adalah kabar baik.
"Bukannya Lea hamil?" Kata El mengitrogasi.
"Dia hanya bercanda padaku waktu itu.
Bercanda? Yang benar saja. Itu cara untuk mengusir Ryan. Dan sekarang dia datang kembali pada Ryan setelah John mencampakkannya?
"Nice to meet you guys. Tapi aku harus pergi. Aku ada janji dengan pengacaraku. Perceraianku dengan John akan difinalisasi besok." Kata Lea menatap jam tangannya.
"Perlu kuantar?" Tanya Ryan hangat.
"Gausah. Kan kamu juga baru sampe, you need time with your friends." Kata Lea lalu pergi.
Aku dan El menatap satu sama lain. Grace tertunduk sedih.
"Aku lelah. Aku kekamar dulu ya" kata Grace.
Begitu Grace menutup pintu, Eloise melempar napkin pada Ryan.
"WHAT THE HELL ARE YOU DOING?!?!" Teriak El geram.
"Apa?"
"Seriously, Kalea?" Tunjuk El kepintu.
"Kalea, wanita yang kucintai." Jelas Ryan.
"Itu empat bulan lalu. Siapa yang bilang mau move on dan had a crush on Grace?" Kataku nimbrung.
"Ssstttt nanti Grace dengar" ujar Ryan berbisik.
"Oh memangnya kau peduli dengan perasaannya?" Tanya El marah. Aku menyenggol lengannya. Tidak, Ryan tidak perlu tahu tentang Grace.
"Kalian bicara apa sih?" Ryan mulai bingung.
"Ry..... ini Kalea. Kalea yang sama yang mencampakkanmu satu setengah tahun lalu. Kalea yang sama yang mengusirmu saat kau mengemis cinta padanya. Kalea yang sama yang lebih memilih John ketimbang kau!!!!!!" Teriakku frustasi.
"So what's the deal? Dia sadar kalo dia tidak mencintai John. Dia sedang dalam kesulitan guys. Dia tidak punya siapa-siapa sekarang. Ibu dan Ayahnya mengusirnya karena ia bercerai dengan John. Dia tidak punya uang ataupun tempat tinggal."
"Dia itu memanfaatkanmu Ry. Sadar. Dan bagaimana dengan Grace?!?" Aku kehabisan kata-kata.
"Grace itu temanku. Aku gamau menghancurkan persahabatan kami. Apalagi melibatkan kalian didalamnya. Biarlah dulu semua berjalan seperti biasa. Setidaknya Kalea ada untuk itu" kata Ryan seakan-akan ini bukan masalah. Ia tidak tahu ada hati yang hancur dibalik pintu kamar Grace.
Laki-laki benar-benar bajingan.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
It Always Been You
RandomGrace kabur dari rumah karena dijodohkan. Namun, hidup mandiri di tengah kota New York bukanlah hal mudah. Ia yang biasanya berfoya-foya dengan uang ayahnya akhirnya harus bekerja untuk membutuhi hidupnya. Untunglah, ia hidup dengan keempat sahabat...