Jillian POVGrace jadi pendiam. Ryan benar-benar tidak tahu diri. Ia membawa Kalea setiap kami berkumpul. Ia mengambil tempat duduk Grace saat sarapan, ia tinggal di apartemen Ryan, ia ikut bekerja di toko Ryan, ia ikut menonton TV di malam junat bersama kami. Grace benar-benar kehilangan suaranya. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa menghadapi semuanya dengan tabah.
Malam itu, aku, El dan Bram yang jomblo menghabiskan waktu dengan menonton DVD pinjaman Ryan. Semantara Ryan dan Kalea menghabiskan malam minggu mereka berduaan. Grace masih di toko. Tampaknya banyak jomblo yang menghabiskan malamnya seperti kami, jadi toko sangat ramai.
"GUYS.. GUYS.... GUESS WHAT?!?" Suara Grace tampak bahagia.
"What?" Tanya Eloise sambil mengunya popcornnya.
"Aku dapat kerjaan di project baru World Windows" katanya bangga.
Kami bertiga menatapnya heran. Grace membuka sepatunya dan masuk kedalam selimut kami bertiga.
"Jadi, tadi ada pelanggan yang nyewa DVD. Kami ngobrol-ngobrol. Tenyata dia kerja di World Window bagian Humas. Dia bilang, bulan depan World Window mau merekrut beberapa siswa beasiswa untuk program reality show mereka. Katanya sih untuk strategi pemasaran film terbaru mereka. Jadi mereka perlu beberapa orang untuk krunya. Lusa aku udah boleh datang buat trainning." Katanya semangat.
"Kamu uda bilang Ryan?" tanya El.
"Belum. Aku harap dia bakal setuju dan mendukung. Aku ga bisa lebih lama lagi kerja di toko dan melihat mereka berdua terus-terusan" kata Grace sedih.
"He'll be okay with it. Dia mungkin emang kepincut sama Kalea dan segala pesonanya, tapi dia masih Ryan yang sama yang ngedukung setiap hal baik terjadi padamu." Kataku sok bijaksana pada Grace.
Grace mengangguk-angguk.
Kupikir setelah ini kami akan dengan damai dan tenang menonton film, tapi ternyata tidak. The happy couple back from their date.
"Halo guys" kata Ryan melepas jaketnya.
"Mana Lea?" Tanya Bram sinis.
"Dia mau tidur. Katanya dia lelah, jadi gabisa ngumpul" jelas Ry. Baguslah. Akupun tidak mengharapkan kehadirannya disini.
"Ryan" panggil Grace.
"Ya?"
"Aku dapat kerjaan di World Window jadi...,"
"Apa? WOW! Bagus banget Grace." Ryan langsung memeluk Grace.
"Aku ga bisa kerja di toko lagi"
"Yaampun gapapa lagi. Yang penting kamu sekarang punya kerjaan bagus. Aku senang mendengarnya" kata Ryan jauh lebih bersemangat dari Grace yang menceritakan tadi.
"Thanks Ry" katanya mendekap Ryan. Mereka berdua sangat cocok menjadi pasangan. Harus kuakui, Kalea memang cantik. Ia punya rambut blonde panjang dan lembut. Ia lebih tinggi dari Grace dan lebih dewasa. Tapi Grace jauh lebih.... berkharisma.
"Oh aku hampir lupa. Aku butuh bantuan kalian" kata Ry sesudah melepas pelukannya dengan Grace.
"Minggu depan Lea berulang tahun. Aku ingin memberinya kejutan." Sambung Ryan.
Aku hanya bisa diam. Hubungan Ry dan Grace baru saja membaik tapi kini Ryan membawa pembicaraan kami ke zona tidak nyaman Grace lagi.
Seseorang. Harus. Menyadarkan. Ryan.
"Lihat guys" Ryan membuka sebuah kotak kecil berwarna biru tua.
Sebuah cincin.
Aku tidak bisa bernafas.
"U...untuk apa cincin ini Ry?" Tanya Grace gugup.
"Aku akan melamar Lea" katanya bersemangat.
"Ry.... Lea bercerai belum sampai sebulan" Bram mengingatkan.
"Apa nggak terlalu cepat Ry? Jangan terburu-buru dulu. Masih ada banyak waktu buat mengenal Lea" nasihat El.
Ry tampaknya tidak melihat mata Grace yang berkaca-kaca.
"Aku tahu. Aku tahu. Tapi aku tidak ingin kehilangan kesempatan lagi dengan Lea." Ryan menatap cincinnya. Ingin aku menjambaknya dan membuka matanya tentang Lea hanya memanfaatkannya dan Grace yang patah hati karenanya.
"Jadi... kenapa butuh bantuan kami?" Tanya El sinis. Jika ini keadaan normal, El harusnya bersemangat tentang planning. Seharusnya dia jadi event organizer.
"Ayolah... nothing changes kalo aku pun nantinya nikah. Kita masih bisa sahabatan. Aku ga bakal kemana-mana kok" Ry mulai membaca ketidaksukaan kami.
"Heh, memangnya kami bisa bergabung dengan wanita macam itu" kata Bram mengejek.
Ry mulai diam. "Bram, dia calon istriku. Tidakkah kau bisa menunjukkan sedikit rasa sopanmu padanya?"
"Maaf Ry. Aku uda cape pura-pura suka sama Lea. Mungkin aku bisa terima kamu tiba-tiba bawa dia nyelonong di tengah-tengah kami tanpa permisi, tanpa komando. Tapi sekarang kamu suruh aku buat hormat sama dia?" Bram terlihat emosi. Bulu kudukku merinding. Bram biasanya selalu bisa mengontrol emosinya. Pembawaan tenangnya benar-benar tidak tampak lagi sekarang.
"Oh, jadi kalau aku bawa seseorang yang penting dalam hidupku aku harus permisi dulu? Kupikir kita bersahabat...." kata Ryan tersenyum mengejek.
Bram hampir menjawab sampai aku memotongnya. "Bram... cukup" kataku memegang tangannya ketika ia hendak berdiri. Aku berdiri menatap Ryan. "Ry..... kami semua temanmu. Kami ingin kau bahagia. Lea pernah membuatmu jatuh Ry. Berapa lama kau menangis dan tidak bisa tidur karna dia? Berapa kali kau mencoba untuk bunuh diri? Kami harus membawamu ke psikiater, menidurkanmu seperti bayi, membantumu melakukan semua aktivitas bergantian...."
Belum selesai aku bicara, Ry memotong. "Jadi kalian tidak ikhlas melakukan itu?"
"Ry, kau harusnya berpikir, bagaimana bisa seseorang yang nyata-nyatanya tidak ingin bersamamu sampai berbohong tentang kehamilannya dengan pria lain tiba-tiba muncul dan bilang dia mencintaimu setelah dicampakkan oleh orang-orang terdekatnya? Kau mau kejadian yang dulu terulang lagi?"
"Lea sudah berubah. Kalian harusnya menghargai usahanya"
"Kau benar-benar keras kepala Ry" kata El sambil menggelengkan kepala.
"Maaf, untuk yang satu ini kami tidak setuju Ry" kata Bram.
"Terima kasih untuk dukungan kalian, TEMAN." Kata Ry sinis sambil berbalik.
Ia keluar dan membanting pintu.
Tangis Grace langsung pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Always Been You
LosoweGrace kabur dari rumah karena dijodohkan. Namun, hidup mandiri di tengah kota New York bukanlah hal mudah. Ia yang biasanya berfoya-foya dengan uang ayahnya akhirnya harus bekerja untuk membutuhi hidupnya. Untunglah, ia hidup dengan keempat sahabat...