[ soundtrack for this chapter, please play! ] ✨
[ apalagi di last part, sangat disarankan ya! ] 🥰"Jadi, akan ada perayaan festival musim panas di kawasan Istana Gyeongbokgung tahun ini ya, bu?"
"Begitulah, sayang." Nara mengikat simpul tali kunciran kepangan rambut panjang putrinya hingga membentuk suatu gulungan kecil di atasnya, kemudian di beri hiasan di puncak kepalanya sebagai pemanis untuk menjadikan putrinya tampak benar-benar mirip seperti seorang putri kerajaan, "meski dua tahun lalu festival tidak jadi di adakan, ternyata tahun ini cuaca musim panas cukup mendukung untuk diadakannya perayaan kembang api. Seperti biasa, keluarga kita mendapat undangan sebagai tamu terhormat karena masih satu darah oleh keturunan bangsawan terdahulu."
Luhan tertawa kecil dan menatap wajah cantik Ibunya dari bayangan cermin di depannya.
"Kakek pasti orang yang paling bersemangat ya, bu."
"Tentu saja! Bahkan kakekmu berkata akan ada banyak keluarga bangsawan yang hadir disana, dan mereka juga membawa para pria muda dan gadis-gadisnya." Nara berpindah posisi duduk bersimpuh di depan putrinya sambil menangkup sebelah wajah ayu bidadari kesayangannya itu, dengan senyuman geli Ia melanjutkan, "bahkan jika ada pangeran tampan yang cocok untuk tuan putri ini, kakekmu berniat ingin menjodohkannya denganmu, sayang!."
"Ibu! Katakan pada kakek bahwa aku menolak usulan kolotnya itu!." Timpal Luhan dengan wajah memberengut dan mata melotot lucu.
"Ahaha, Ibu tahu kau pasti menolak." Nara berdiri dan sekarang Ia berhadapan dengan Luhan sambil memeluknya sayang, "tidak ada perjodohan untuk putri Ibu. Karena kami pun tahu, bahwa kau pasti telah memiliki seseorang yang begitu kau cintai sendiri nantinya. Selama apapun itu, tak apa sayang. Kami akan menunggu." Karena untukmu yang berumur panjang saja sudah cukup untuk kami, sayang. Ibu dan ayah janji, akan membuatmu segera sembuh. —sambung Nara dalam hati dan mencoba tegar dalam menyembunyikan wajah sendunya.
"Hm, terimakasih Ibu. Aku menyayangi kalian." Sahut Luhan sambil memeluk Ibundanya dengan erat.
"Baiklah kalau begitu, ayo kita ke faviliun kakek-nenekmu sekarang. Mereka pasti sudah menunggu kita untuk acara makan malamnya."
.
."Putri mahkota."
"Iya, kakek?."
Shingoo sedikit mengerutkan dahinya sambil meletakkan kembali cangkir teh ocha miliknya di atas meja kayu. Mata senjanya menatap sang cucu dengan pandangan sedikit penasaran.
"Apa kau sudah tahu sesuatu?."
"Sesuatu?." Luhan sedikit memiringkan kepalanya, "ah! Tentang festival di istana Gyeongbokgung pekan nanti? Ibu sudah memberitahuku, kakek."
"Bukan, hm yang lain?."
"Yang lain?." Luhan memejamkan matanya mengingat-ngingat apa ada gal penting yang Ia lupakan? Dan pada akhirnya kepalanya menggeleng, "kurasa tidak ada hal penting lainnya. Memangnya ada apa kakek?."
"Apa kau...sudah ingat sesuatu tentang malam itu? Malam dimana kau di culik dulu, sayang."
"Hmm, sepertinya tidak ada. Aku masih belum bisa mengingat jelas tentang malam itu kakek, bahkan kalung pemberian kakek dan nenek juga hilang kan?."
Shingoo menghela napas pelan dan kembali meminum ocha hangatnya.
"Begitu, kakek pikir kau sudah ingat sesuatu. Tetapi, tak perlu ingat juga tidak apa-apa." Shingoo tersenyum dan membelai sayang puncak kepala Luhan. Ia membatin, mungkin Sehun belum membahas soal kalung itu, "nanti kakek akan berikan kau kalung yang lebih cantik, oke?." Dan Ia pikir, tidak perlu ikut campur akan urusan anak muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Princess [-and her Ice Prince]
Fanfic"Ketika kita sama-sama bersembunyi di balik topeng kaca." Pernah dengar ada makna yang berbunyi "Cinta itu Sehidup Semati?" Seperti itulah kisah mereka, yang berjuang saling menyemangati setelah mengarungi banyak waktu hanya untuk perjalanan kisah...