Chapter 8 : The Shadows

934 64 2
                                    

Chapter 8
The Shadows


Kyle

Aku membuka mataku dengan berat dan menemukan langit – langit menggantung kokoh di atasku, sinar matahari menembus dari kaca jendela di belakangku dan mengenai mataku dengan lembut, walaupun lembut tapi sinar matahari itu terasa sangat menyiksa kepalaku. Kepalaku pusing, berat dan berputar-putar, Kedua mataku berdenyut – denyut… ini pasti gara - gara kebanyakan nangis…. Pikiranku kembali melayang ke kejadian di hutan kemarin, dan ke Brian… hatiku sakit lagi, mataku mulai berkaca – kaca.

Udah Kyle, ngga usah nangis lagi, kemaren kan udah janji nangisnya sehari aja.

Duh kok ini panas amat ya… kok kasurku jadi sumpek… aku lalu memalingkan wajahku kesamping dan menemukan wajah William hanya berjarak setengah jengkal dari wajahku, tertidur.

NGIKKKKK! Aku kaget, ini orang kok bisa disini. Ini kasur aku kan?

Oh iya Aku baru inget tadi malem aku nangis terus William dateng dan bilang aku berisik jadi dia nyuruh aku diem. Tapi caranya dia nyuruh aku berenti nangis aneh banget… jadi inget Brian… aduh Brian lagi Brian lagi… udah lupain Brian Kyle, dia udah jadi masa lalu kamu yang ngga usah diinget-inget lagi… tapi ini gimana ya? Pasti William ngomel – ngomel deh gara – gara tadi malem aku udah gangguin dia tidur, sekarang kalo aku bangunin dia lagi pasti dia ngamuk abis. Aku lalu membayangkan William dengan muka emosinya marah – marahin aku sambil ngeluarin tornado buat mentalin aku…. wakzzz seremmmm!!! aaaa gimana ini? Ah pura – pura tidur aja lagi! Ah pasti ketauan! Udah coba bangun aja tapi pelan – pelan kaya ninja jangan sampe ketauan.

Aku menahan nafasku dan memejamkan mataku, mencoba untuk bangun dengan gerakan selambat mungkin, keringat dingin mulai muncul di dahiku. Ketika sudah hampir setengah duduk Tiba – tiba Aku merasakan William bergerak sedikit di samping, dan tiba-tiba tangannya melingkar di tubuhku, secara ngga sadar aku ditariknya lagi ke posisi tidur. Sekarang tangan William udah ada di dadaku, wajahnya tambah dekat, aku bisa merasakan nafasnya di leherku.

HADOHHHHHH!!!! Makin susah deh!!

Aku sempat mematung selama beberapa menit dalam posisi William yang sedang memelukku dari samping. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bergerak, perlahan – lahan aku mencoba untuk memindahkan tangan William kesamping, aku pegang tangannya dan aku angkat pelan – pelan. Sedetik, dua detik, tiga detik, yak kayanya dia masih pules tidur, dia ngga ngerasain tangannya aku angkat. Ketika tangan William sudah tidak menyentuh dadaku aku mencoba untuk bangun, tapi telat, William tiba – tiba membuka matanya. Lalu dia melihat kearahku dengan bingung, lagi ngumpulin nyawa kayanya. Aghhh sia – sia deh usahaku! Kena semprot deh!

“will will sori will aku ngga maksud bangunin kamu tadi mal…”

“idiot” potong William, lalu dia ngeloyor pergi ke kasurnya.

Wah tumben dia ngga ngamuk… aku menatap William bengong. Pandanganku dan William tiba – tiba bertemu, aku baru aja pingin melihat ke arah lain tapi William duluan yang lalu membuang muka secara kikuk. Dia membanting tubuhnya ke kasurnya dan mencoba menarik selimutnya, tapi dia Nampak sedikit bergumul dengan selimut tersebut karena selimutnya ngga lurus – lurus, ngebelit – belit badannya, mukanya tampak emosi dan frustasi. Akhirnya beberapa lama kumudian dia berhasil menarik selimut itu sampai menutupi mukanya.

Ok awkward…. Aku baru liat sisi William yang begini, mukanya kaya anak kecil hhhihihii lucu juga.

Tiba – tiba alarm HPku berbunyi dengan sangat nyaring. Lagu doraemon berkumandang keras di kamar, dengan panik aku mencoba mencari dimana hapeku.

AKU INGIN BEGINI ~ AKU INGIN BEGITU ~
INGIN INI INGIN ITU BANYAK SEKALI ~

“KYLEEEEE!!!!” teriak William, mukanya serem. Tiba – tiba angin berhembus dengan kencang dari arah William ke arahku membuat rambutku berantakan.
“I… Iyaa soriiiiiiiii!!! Jangan tornado will jangan tornado!!!!” teriakku panik dan langsung lari ke kamar mandi.


===========================================================================


“dua helai daun basil” kataku komat –kamit membaca ‘manual pembuatan ramuan sihir untuk pemula’ sambil kemudian memasukan dua helai daun berwarna hijau tersebut ke katel berisikan air mendidih di sampingku.

Blub

Terdengar suara blub blub blub ketika aku memasukan bahan – bahan ramuan terbang yang aku sedang coba buat di dalam kelas ramuan sekarang ini.

“3cm beet root”

“dua helai bulu angsa”

“25gram gula”

“37ml embun pagi”

Aku membaca daftar bahan yang berikutnya dan mulai menggaruk – garuk kepalaku.

“…..” ok bahannya makin aneh…

“satu buah tengkorak kepala laba – laba yang diambil pada saat gerhana”

“……………..”

“49gram bubuk tulang kangguru”

“………………………………………..”

“3cm ekor cicak terbang yang baru dipotong” WHATTT???!!!

Blub blub blub blub blub

“aduk ramuan dalam katel 299 kali searah putaran jarum jam dan 143 kali ke arah sebaliknya”

Aku pun lalu mulai mengaduk, satu…dua…Sembilan puluh…duaratus…duaratus sembilanpuluh…

Blub blub blub blub blub blubbbbbb blubbbbbbbb DUARRRRRRRRRR!!!

Katel ramuan yang sedang aku aduk tiba – tiba meledak di depan mukaku, aku merasakan banyak cairan lengket di muka dan bajuku. Suasana kelas yang tadi sepi tiba – tiba ramai oleh tawa anak – anak spellcast lainnya. Aghhhhhhhhhhh!! I hate spellcaster class!

Penyihir di Dalton itu di bagi menjadi tiga tipe berdasarkan bakatnya, ada Spellcaster atau dikenal juga sama penyihir mantra, ada elementalist atau penyihir yang kekuatannya berdasarkan dari elemen alam dan ada Seer, kelompok penyihir yang kekuatannya ngga termasuk di dua kelas elemental atau spellcast. Biasanya penyihir Cuma memiliki satu bakat tipe sihir, tapi ada juga penyihir yang punya dua tipe sihir kaya William, Nathan sama Gio atau malah ada juga tiga – tiganya punya.. kaya aku (dan kayanya Cuma aku…) Nah di Dalton itu kelas – kelas pelajarannya di bagi – bagi berdasarkan ketiga tipe itu, kelas utama ada tiga, yaitu Spellcast (grade 1-4)– kelas buat penyihir tipe spellcaster, kelas elemental (grade 1-4)– kelas buat para penyihir elementalist dan kelas Seer – kelas buat para penyihihir tipe seer, selain kelas utama juga ada sub-kelas yang harus diambil oleh murid – murid di Dalton, contohnya aja Weapon Use atau Weaponary class, kelas itu tuh sub dari kelas Elemental sama seer, jadi penyihir yang bertipe elemen sama seer harus ambil kelas itu, ada juga kelas ramuan (potions class) dan kelas pembuatan kertas mantra (spell scroll class) nah dua kelas itu merupakan sub-kelas dari kelas spellcast selain itu masih banyak lagi kelas – kelas lainnya… ngerti ngga kira – kira? Kalo ngga ngerti gigit jari aja ya hahaha…. berhubung bakat sihirku ada tiga, jadi aku wajib ambil SEMUA kelas yang ada di Dalton, sedangkan Nathan, William ma Gio yang tipe sihirnya Cuma ada dua (elementalist sama seer) mereka Cuma harus ambil dua kelas itu, termasuk sub-kelasnya, tapi ngga perlu ambil kelas spellcast, enak banget kan!! Hari libur mereka jauh jauh juah jauhhhhh lebih banyak dari aku!!! Iriiiii!!!!

Ketika aku membersihkan sisa – sisa cairan lengket hasil ramuanku yang meledak, tiba – tiba terdengar bunyi ngiung – ngiung alarm yang sangat berisik, bunyi alarm tersebut lalu diikuti oleh suara pemberitahuan yang berulang – ulang.

“DANGER DANGER INTRUDERS DETECTED”
“ALL STUDENTS MUST STOP THEIR ACTIVITIES AND GO TO THEIR ROOM”

“DANGER DANGER INTRUDERS DETECTED”
“ALL STUDENTS MUST STOP THEIR ACTIVITIES AND GO TO THEIR ROOM”

“DANGER DANGER INTRUDERS DETECTED”
“ALL STUDENTS MUST STOP THEIR ACTIVITIES AND GO TO THEIR ROOM”

Kontan seluruh murid yang ada di dalam kelas jadi berisik dan panik. Mereka bergerumul dan menggumamkan kata – kata random seperti

“ada apaan sih”

“ada penyusup? Siapa? Akademi shadow?”

“blab la bla bla”

“lo jangan jauh – jauh dari gue Ryn!”

“blab la blab la bla”

“ih jangan pegang – pegang dong!”

“blab la bla blab la bla”

“Aduh dompet gw ilang!”

“blab la bla bla”

“bu ada copet!!!”

“blab la blab la bla”

“itu dompet lo lo lagi pegang bego!”

“…………………………………”

“Anak – anak ikut ibu, kita jalan bareng – bareng ke asrama. Kalian bikin barisan, yang perempuan di depan yang laki laki dibelakang, jangan jauh – jauh dari ibu” Perintah Bu Wanda guru spellcast kami. Kami pun mematuhi perintah Bu Wanda dan mulai membentuk barisan, setelah selesai kami mulai berjalan keluar kelas. Aku mendapat barisan paling belakang. Bu Wanda lalu terlihat mengerak – gerakan tongkat sihirnya dan menggambar pentagram – pentagram rumit dengan tongkatnya.

“Barrier Maxima!” Kilatan cahaya berwarna biru melayang – layang di udara lalu tiba – tiba tercipta dinding transparan di sekitar barisan kami. Bu Wanda terus berjalan dan kami mengikuti dibelakangnya. Bu Wanda terlihat menggerakan tongkat sihirnya beberapa kali lagi.

“Expose! Alocate!” kali ini kilatan cahaya putih menyala dari ujung tongkat Bu Wanda, cahaya putih tersebut lalu terbang ke segala arah, berputar - putar dan memudar. “Kelihatannya ngga ada musuh yang lagi ngumpet, ayo jalan lagi anak - anak” terusnya. Aku terkesima, emang level dosen beda jauh sama level murid, itu pasti sihir mantra tingkat tinggi.

Kami terus berjalan dan akhirnya sampai di lobi gedung studi, di lobi ternyata sudah banyak barisan – barisan seperti kami dari kelas – kelas lainnya.

“Barrier Maxima!”

“Barrier Maxima!”

“Wind Shield!”

“Ice Barrier!”

“expose!”

“Alocate!”

Lobi gedung studi rebut dengan berbagai teriakan mantra sihir perlindungan. Cahaya berterbangan di tiap sudutnya dengan berbagai warna, berbaris-baris guru dan murid berbondong – bondong berjalan kearah pintu keluar, menuju asrama. Tiba – tiba aku melihat sosok yang aku kenal , rambut perak, Archie, dia sedang melihat ke arahku, jantungku bergerak cepat, dia memisahkan dirinya dari barisannya dan berjalan ke arahku, karena suasana yang sedang gaduh tidak ada yang menyadari Archie keluar dari barisannya. Jangan! Jangan ke sini! Aku belom siap ngadepin kamu Chi!, Archie makin dekat, aku panik, aku keluar dari barisanku dan berlari kebelakang, menjauhi Archie, aku menuju pintu belakang, Aku keluar lewat pintu belakang aja, nembus lapangan kelas elemental pikirku. Aku terus berlari, tiba – tiba Hapeku bunyi tanda sms masuk. Lagu Power Rangers.

From : (Nomor tidak diketahui)
LO DIMANA???

Aku dengan cepat mengetik – ngetik hapeku.

To : (nomor tidak diketahui)
Siapa nih?

From : (Nomor tidak diketahui)
MALAH NANYA BALIK! LO DIMANA? INI WILLIAM

To : William
Kamu tau no aku dari mana wil?

From : William
MALAH NANYA YANG GA PENTING! LO DIMANA JAWAB! LO TAU KAN ALARM KAMPUS BUNYI? GA AMAN! BALIK KE KAMAR CEPET!

To: William Galak (langsung diganti nama kontaknya sama Kyle sangking keselnya)
Will caps lock kamu rusak apa mata kamu siwer? sms kok pake huruf gede semua, kaya Nana aja udah rabun kalo sms aku pake huruf gede smua

Tiba – tiba handphoneku bunyi, tapi bukan sms melainkan panggilan masuk. Lagu Mojacko. William Galak berkedip – kedip di layar handphoneku, aku mengangkatnya.

“LO DIMANA! Gw nanya dari tadi malah bales pake sms sampah terus!” teriak William dari seberang telepon.

“i-ini lagi di belakang gedung studi, dilapangan kelas elemental, lagi jalan pengen ke kamar…”

“jawab gitu kek dari tadi, dasar idiot”

“tutt-tutt-tutt-tutt”

ZZZZZ ga sopan amat jadi orang udah nelpon marah – marah ngga pake babibu langsung maen tutup telponnya. Tiba – tiba handphoneku bunyi lagu Mojacko lagi, aghhh mau ngomel apalagi sih!

“HALO!! ADA APA LAGI WILLIAM!” teriakku ketus

“bukan William ini Gio, lo dimana Kyle amankan?”

“oh Gio..” aku langsung merendahkan nada suaraku, malu. ”sori – sori tadi William nelpon ngomel –ngomel…iya aman kok ini lagi dilapangan kelas elemen, lagi menuju kamar”

“oh… lo liat Nate ngga Kyle? Dia belum sampe – sampe ke kamar daritadi” suara Gio Nampak cemas.

“Duh aku ngga liat Gi.. udah telpon handphonenya?”

“ini handphonenya ada di kamar ngga dia bawa”

“wah dimana dia ya, nanti kalo aku ketemu aku telpon kamu deh Gio, mudah – mudahan dia ngga papa”

“ya udah tolong ya Kyle, perasaan gw ngga enak nih, lo juga ati-ati” kata Gio, lalu dia menutup telponnya ketika aku mengiyakan permintaan dia.

Aku menaruh handphoneku disaku jasku dan melanjutkan berlari, lalu tiba – tiba sebongkah bola api terbang melayang dan jatuh di depanku, aku kaget, dengan segera aku menggenggam tongkat sihirku, aku melihat ke depan dan ternyata aku melihat Nathan, dia lagi berantem sama dua orang yang make baju serba hitam bergaris – garis merah dan jubah panjang dibelakangnya. Penyihir yang satu memiliki rambut kuning kaya bule, tubuhnya tinggi dan kurus, sedangkan penyihir yang satu lagi memiliki rambut yang sangat panjang dan hitam sehingga rambutnya menutupi wajahnya, dari tubuhnya kayanya dia wanita, tubuhnya kecil dan agak bongkok. Aku masih belum ngerti keadaan di depanku tapi kayanya Nathan udah terpojok, kilatan – kilatan cahaya bertubi – tubi menerjang ke arahnya, dia menghindar – hindar dengan gesit tapi kilatan cahaya yang terakhir mengenai kakinya dan dia tersungkur ke tanah, penyihir berambut kuning itu lalu mengangkat tongkatnya dan bulatan cahaya merah keluar dari tongkatnya menuju Nathan.

“DEFLECT!”

“REPULSION!”

“BARRIER!”

Bola merah yang keluar dari tongkat penyihir berbaju hitam itu lalu mental ke atas, mantra repulsion yang aku keluarkan kemudian menghempaskan dua orang tersebut kebelakang dengan keras.

“nate kamu ngga papa?” tanyaku sambil berlari ke arah Nathan. Nathan terlihat terkejut karena kehadiranku. “Barier Barier Barier Barier!” teriakku sambil mengayun – ayunkan tongkat sihirku ke segala arah, cahaya biru lalu keluar dan membentuk dinding transparan disekeliling aku dan Nathan.

“ngga papa gw Kyle” Katanya sambil mencoba berdiri.

“lo masih bisa jalan?” tanyaku sambil melihat luka di kaki Nathan.

“masih… tapi kayanya gw ngga bisa lari…” katanya lagi sambil menahan sakit.

“kamu bisa teleport ngga Nate” tanyaku lagi sambil membantu Nathan berdiri.

“ngga bisa, tadi penyihir yang rambut kuning itu pake mantra ‘no exit’ sebelum gw coba teleport” kata Nathan. Aku lalu melihat keadaan sekeliling, ternyata benar penyihir itu memakai mantra no exit, dari dalam sini pemandangan keluar seperti dibatasai oleh dinding – dinding berwarna ungu transparan, tapi kalo dari luar tadi kaya ngga keliatan apa – apa.

“wah wah wah ada tamu” kata suara di sebrang, ternyata dua penyihir berbaju hitam itu sudah berdiri dan berjalan ke arah kami. Secara refleks Nathan langsung menarikku ke belakang tubuhnya. Lalu kami berjalan mundur.

“siapa mereka nate?” tanyaku, tongkat sihirku kugenggam keras ditangan kananku.

“kalo diliat dari bajunya kayanya mereka orang – orang dari akademi dark shadow” kata Nathan cepat. “mereka penyihir – penyihir kuat Kyle” kata Nathan lagi.

“Hei kamu, kamu spellcaster? Mantra repulsion kamu lemah banget” kata penyihir berambut kuning kepadaku sambil tersenyum seram.

“Philip… s-s-stop playingss-s-s” kata penyihir satunya lagi, rambutnya panjangnya yang selutut bergerak – gerak ketika dia berbicara seakan – akan rambutnya itu hidup, suara penyihir itu ketika berbicara mendesis – desis seperti ular.

“ck ck ck linda, selalu ngga sabaran” kata penyihir yang bernama Philip itu ke temannya.

“EXPLODE!” teriak Philip, cahaya merah yang sangat besar keluar dari tongkatnya lalu menabrak Barrier yang aku bikin dan menghancurkannya.

“ckckckc mantra barrier apa itu, benar – benar rendah standar Dalton” kata dia lagi. Tubuhku mendadak diterjang kengerian, keringat dingin keluar dari dahiku, aku merasakan tubuh Nathan juga bergetar didepanku, dia juga ketakutan.

“let me teach you how to use repulsion properly…. REPULSION!” teriak Philip.

Tiba – tiba sekejap mata tubuhku dan Nathan terhempas dengan sangat keras ke belakang, badanku membentur tanah dengan sangat kerasnya, aku juga merasakan kepalaku membentur batu yang sangat keras, aku mencium bau darah. Ketika aku mencoba berdiri tiba – tiba Philip sudah berada di depanku, kakinya menginjak tubuhku dengan kuat sehingga menahanku untuk berdiri, aku coba menggerakan tongkat sihirku tapi Philip keburu menghempaskan tongkat sihirku dengan sihirnya.

“Don’t even bother to try mister” kata Philip kejam. Dia lalu membungkukan tubuhnya dan mengarahkan tongkat sihirnya ke kepalaku. Aku mencoba berontak tapi ngga berguna, selain karena ditahan oleh kakinya tapi juga karena kepalaku yang sakit dan mengeluarkan darah membuatku lemas. aku melihat kesamping dan melihat Nathan juga sudah berbaring di tanah dengan Linda sedang mencekiknya, wajahnya Nampak kesakitan.

“let me show you the pain…” kata Philip lagi, dia menggerak-gerakkan tongkat sihirnya, menggambar pentagram yang rumit di dahiku.

“Pain Maxi…” aku memejamkan kedua mataku mencoba untuk menahan apapun itu yang akan Philip keluarkan, kengerian lalu menjalar di seluruh tubuhku, am I going to die? Nana… im sorry… Brian.. Archie… Nathan… Gio… William…

Tiba – tiba aku merasakan angin yang kencang diatasku, angin itu membuat Philip terpental.

“KYLE!!” aku melihat William lari ke arahku, “kamu ngga papa?” William lalu menempelkan kedua tangannya di dadaku, cahaya berwarna hijau yang berkilauan keluar dari tangannya, tiba – tiba sakit yang aku rasakan hilang.

“Willi! Nathan!” pekikku mencoba memberitahu William untuk menyembuhkan Nathan. William lalu membantuku berdiri dan berjalan ke arah Nathan. Tiba – tiba dari belakang terlihat kilatan cahaya cahaya merah. Philip telah berdiri dan mengeluarkan Mantra Explode lagi.

“Stone Wall!” tiba – tiba terbentang batu yang sangat tinggi, bola cahaya itu lalu meledak dengan suara ‘boooom’ yang sangat kencang, batu tersebut hancur tapi sukses melindungi aku dan William dari ledakan.

“Gio!!” teriakku.

“Kyle lo ngga papa?” kata Gio panik.

“Ngga papa, Gio Nate!” aku melihat Nathan sudah tergeletak tak bergerak di sampingku, dengan cepat William lalu menaruh tangannya lagi di dada Nathan, cahaya hijau yang berkilau keluar lagi dari tangannya, luka – luka Nathan berangsur –angsur hilang, Nathan lalu membuka matanya. Aku lalu memeluk Nathan lega.

“well – well, makin banyak lalet – lalet yang datang hmmm” tiba – tiba Philip sudah berada di depan kami.

“Linda!” teriak Philip ke arah temannya, Linda pun mengangguk tanda mengerti apa maksud Philip menyebut namanya. Lalu tiba – tiba ada seperti kabut hitam mengelilingi tubuh Linda, rambutnya yang sangat panjang bergerak – gerak liar dan kemudian rambutnya tiba – tiba berubah menjadi sekumpulan ular-ular yang berdesis – desis.

“S-ss-sumon King Phyton!” teriak linda, setelah itu aku merasakan tanah di sekitarku mulai bergetar – getar, lalu tiba – tiba seekor ular raksasa keluar dari tanah dan berdesis – desis sambil menjulur – julurkan lidahnya yang panjang dan menakutkan. Ular raksasa itu lalu merayap ke arah kami berempat dengan cepat sambil membuka mulutnya, siap menerkam.

“LARIII!!!!” teriak Nathan. Kami berempat lalu mulai berlari dengan sangat cepat.

“ENTANGLE!” teriak Philip, dari tongkatnya lalu keluar seperti kabut tipis yang berbentuk seperti tali dan menjerat kaki kami berempat, kami pun jatuh lagi ke tanah. “Now Die..” kata Philip sambil senyum.

“Not yet” kata Gio, dia merentangkan tangannya ke arah Philip dan tiba – tiba tongkat sihir Philip melayang ke arah Gio,Gio menggunakan telekinesisnya untuk mengambil tongkat Philip, kabut yang mengikat tubuh kamipun hilang. Muka Philip Nampak shock. Gio menangkap tongkat tersebut dan melemparnya ke Nathan.

“Nate!” teriak Gio, dengan sigap Nathan menangkap tongkat tersebut dan membakarnya dengan apinya.

“How dare YOU!” teriak Philip, ketika Philip mau mulai lari ke arah kami tubuhnya tiba – tiba diterjang ratusan angin yang berbentuk sabit tajam yang dikeluarkan William, Philip lalu roboh dengan banyak luka di tubuhnya.

“Nice Will!” teriak Nathan bangga, mereka sepertinya sudah melupakan pertengkaran mereka.

“Ulernya!!!” teriakku.
Ular raksasa yang sedang mengejar kami tiba – tiba melakukan manuver menukik dan siap menerjang, kami tidak sempat lari.

“repulsion!” teriakku tiba – tiba, ular itu lalu tersentak sedikit ke belakang. Mantra repulsionku ngga cukup kuat buat menjatuhkan ular itu. Nathan lalu mengeluarkan api dari tangannya dan menyerang ular tersebut, api Nathan menjalar – jalar ditubuh ular tersebut, Ular itu sekarang sepenuhnya tenggelam dalam pilar api yang dikeluarkan Nathan, tapi beberapa detik kemudian api Nathan hilang dan ular tersebut masih berdiri kokoh di depan kami, seperti tidak terluka.

“HAHHAHA percumaa!! Ular itu bukan ular bias-s-sa! S-Sis-siknya tahan api HAHHAHA” teriak Linda girang dari arah sebrang. “jus-s-st give up”

Damn! Pikir Kyle pikir, gimana caranya matiin uler itu. Sambil berlari aku berpikir keras tapi ngga nemuin jawabannya, ular di belakang kami mulai liar menerjang – nerjang dengan kepalanya, Linda juga mulai menyusul kami dengan rambut ularnya yang berdesis – desis. Aku udah ngga sanggup lagi lari… aku merasakan kakiku melemah, tiba – tiba aku terjatuh, kehabisan tenaga untuk berlari.

“KYLEEEE!!!” Nathan, Gio dan William serentak berteriak memanggil namaku, Ular raksasa itu lalu melihatku yang sudah terjatuh dan siap untuk menyerangku, kepala ular tersebut hanya tinggal berjarak beberapa meter dari tubuhku dan tiba – tiba ular tersebut gerakannya terhenti. Aku menyaksikan dengan bingung lalu aku lihat ada seperti tanaman – tanaman merambat yang membelit tubuh ular itu. Ular itu meronta – ronta tapi tanaman tersebut semakin kuat membelit tubuh si Ular. Tanaman? Archie? Aku melemparkan pandanganku jauh ke depan dan mendapatkan sesosok cowo tinggi yang sedang mengepalkan tangannya, rambutnya perak, Archie…

“HAAHHHHH LALET LAGI!!!” Linda berteriak ganas, rambut ularnya menjulur – julur panjang dan berayun – ayun memutuskan tanaman rambat yang melilit tubuh ular itu seperti pisau.
Nathan dengan sigap lalu melempar bola api kearah linda, di ikuti dengan lemparan bebatun oleh gio dan sabit angin William lalu menyobek – nyobek tubuh Linda, akhirnya dia roboh.

“Kyle Air!” teriak Archie, “kurung ular ini pake air, bikin dia ngga bisa napas!” lanjut Archie memberi ide.
Aku mengangguk, lalu aku menjulurkan tangan kananku kedepan dan tangan kiriku mengepal pergelangan tangan kananku, bulir – bulir air lalu banyak muncul disekitar kepala ular itu, aku mengencangkan kepalan tanganku dan membentuknya seperti gerakan mencekik, bulir-bulir air itu lalu saling berkumpul dan membentuk bola air yang menenggelamkan kepala ular itu. Ular itu masih bergerak-gerak kuat seperti yang tidak sedang kehabisan nafas.

“it’s not working!” teriakku ke Archie panik.

“ular nafas pake kulitnya Kyle!” teriak Gio, “Lo coba kurung semua badannya jangan Cuma kepalanya aja!”

“tapi gio uler ini gede banget! Aku ngga bisa!” triakku memprotes.

“kamu pasti bisa Kyle, aku percaya sama kamu” kata Archie, dia berjalan kedekatku dan dengan lembut memegang tanganku sambil tersenyum. Hatiku bergetar lembut.
Sentuhan Archie seperti memberikan tambahan tenaga di dalam diriku, please please please kekuatan sihirku, airku…

Mendadak bola air yang tadi hanya selebar kepala ular itu lalu meledak dan membesar sehingga menenggelamkan seluruh badan ular tersebut dari kepala hingga ujung ekornya.

“tahan terus, you can do it” kata archie, dia memperkuat genggaman tangannya di tanganku, tangan kirinya lalu memelukku dari belakang dan melingkar di pundakku. Aku bisa merasakan hangatnya tubuh Archie, dan wangi Archie yang seperti pohon pinus yang lembut menyeruak di hidungku dan membuat jantungku berdetak kencang.

“its working its working!” teriak Gio girang melihat ular tersebut sudah bergerak-gerak dengan lemas di dalam air. Ngga beberapa lama kemudian ular itu berhenti bergerak sepenuhnya. Tubuh ular itu lalu lunglai, akhirnya ular itu mati. Archie tersenyum ke arahku sambil tetap memelukku dari belakang, sedetik kemudian pandanganku kabur, tubuhku lemas, kesadaranku makin lama makin hilang. Aku akhirnya pingsan dalam pelukan Archie.

The AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang