Belum sempat Vero membalas ocehan Safira, tiba-tiba kaca mobilnya diketuk oleh seorang wanita paruh baya.
Mereka memang belum turun dari mobil karena ocehan Safira yang tidak selesai-selesai.
Vero menurunkan kaca mobilnya.
"Tuan muda Vero? silahkan masuk, Tuan. Nyonya besar sudah menunggu," ucap wanita paruh baya yang tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu asisten rumah tangga di rumah mewah milik keluarga Vernando.
"Mari saya bantu memarkirkan mobilnya, Tuan," pria tersebut mengangguk lalu memberikan kunci mobil miliknya kepada lelaki yang terlihat sudah berkepala empat berdiri sejajar dengan wanita paruh baya tadi. Dapat dipastikan bahwa lelaki itu adalah salah satu penjaga senior di sini.
Vero berjalan dengan tegap dan meninggalkan Safira yang masih berbincang dengan kedua orang tadi, "pasti itu bocah lagi nanya-nanya hal yang gak penting, ck."
"WOI, ABANG."
"Heh, jangan teriak-teriak. Ini di rumah orang."
"Hehehehe ya maaf atuh," Safira tersenyum dengan menyebalkan.
"Barusan lo ngomongin apa sama mereka?" tanya Vero.
"Gue cuma nanyain udah berapa lama mereka kerja di sini, terus selama kerja di sini mereka digaji berapa," jawab Safira membuat Vero terbelalak kaget.
"Astaga Safira, malu-maluin banget lo," bisik pria itu. Lalu memijat keningnya.
"Apanya yang malu-maluin sih, kan gue cuma nanya," ujar gadis itu membela diri.
Lagi-lagi Vero memilih untuk diam dan berjalan dengan langkah yang lebih cepat dari sebelumnya, membuat Safira kesusahan untuk mensejajarkan langkah kecilnya dengan langkah milik abangnya.
"Abang! Tungguin!"
"Ogah."
"Tungguin woi!"
"Dih, siape elo sampe harus gue tungguin."
...
Kedua manusia yang berstatus kakak beradik itu memasuki rumah tersebut dan disambut oleh beberapa orang pelayan yang membungkuk sebagai tanda penghormatan. Hal itu justru terlihat sangat berlebihan di mata Vero.
"Harus banget disambut begini?" bisik Safira, "perasaan kita juga orang kaya, tapi gak sampe begini kalo nyambut tamu apalagi tamunya kayak kita berdua ini, Bang."
Vero hanya mengabaikan perkataan adiknya. Kemudian, menyapa Agatha yang sedang duduk di sofa sambil tersenyum.
"Ayo duduk di sini, Nak."
"Iya, Tante."
Pria itu hanya tersenyum tipis, detik selanjutnya dia kembali memasang wajah datar miliknya. Lain halnya dengan Safira, sedari tadi ia tersenyum sembari memperhatikan wajah wanita yang bisa ditebak bahwa usianya hampir sama dengan ibunya.
"Kamu Safira, ya?"
"Ehehehehe iya, Tante," jawab gadis itu dengan nada sopan.
"Wah, cantik sekali ya. Tessa pasti senang bisa punya adik ipar secantik kamu," seru Agatha memuji.
"Tante bisa aja deh. Justru Safira yang senang dan merasa beruntung bisa jadi adik ipar dari cewek secantik kak Tessa," Safira tersenyum malu-malu.
Agatha terlihat mengernyitkan keningnya. Detik berikutnya dia tersenyum, "ah iya. Kamu pasti sudah kenal dengan Tessa, dengar-dengar kamu kuliah di kampus merah putih juga kan?"
"Iya betul, Tante."
...
Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya tuan putri turun dari tangga dengan pakaian terkeren yang ia miliki. Bukan gaun cantik seperti putri-putri pada umumnya, bukan juga dress berwarna cerah dan kalem seperti yang dikenakan oleh gadis-gadis di luar sana. Melainkan dengan sebuah dress casual hitam selutut, sepatu heels boots berwarna hitam, tas ransel kulit berwarna hitam, dan dilengkapi dengan topi yang lagi-lagi berwarna hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIJODOHIN?! Aku bisa apa? | On Going
Storie d'amore"Tidak semua hal yang berawal buruk, akan berakhir buruk" -Tessalonika Cerita ini mengandung konflik yang tidak terlalu berat dan bahasa yang digunakan juga mudah untuk dipahami oleh pembaca. Cerita ini murni dari ide saya sendiri, jadi dilarang ker...