Part 4 : Looks good together

25 2 0
                                    

"Dhea, gue nggak jadi nginep deh. Kan lo diminta pulang ke rumah." ucap Sabrina ketika teman-teman mereka sudah pulang satu persatu. Anak-anak anggota organisasinya sudah mulai membubarkan diri ketika jam sudah menunjukan pukul sepuluh. Di meja tersebut saat ini hanya tersisa Dhea dan Sabrina, teman-teman mereka yang masih belum pulang sedang ke kasir untuk memesan minuman tambahan.

"Anjir lo kayak sama siapa aja, lo nginep di rumah gue udah berapa kali please." bantah Dhea langsung, "Nggak ya, gue streaming drama barunya Romeo harus sama lo. Dari episode 1 juga kita nonton bareng."

Dhea memang tinggal di apartemen dekat kampusnya kendati orangtuanya tinggal di kota yang sama. Selain efesiensi waktu ditengah kemacetan ibu kota, ia juga tengah belajar untuk lebih mandiri.

Sama seperti Sabrina, apartemen mereka bahkan hanya berbeda lantai.

Bedanya Dhea sering pulang di akhir minggu sedangkan Sabrina hanya setahun sekali atau dua kali. Ayah dan Ibu Sabrina sama-sama bekerja dan sering mendapatkan pekerjaan di luar kota, akibatnya ia bahkan lebih sering mengunjungi rumah Dhea daripada rumahnya sendiri.

"Kan ada Pak Brandon, nggak enak gue, acara keluarga." tolak Sabrina lagi, ia masih malu karena kecerobohannya tadi. Matanya melirik ke arah teman-temannya yang masih mengantre, memastikan bahwa tidak ada dari mereka yang akan kembali ke meja dalam waktu dekat. Dhea tidak ingin teman-temannya tahu latar belakang keluarganya, Sabrina hanya menurutinya saja, merasa bahwa itu sama sekali bukan bagiannya untuk ikut campur.

Dhea tertawa, teringat kebodohan temannya itu, "Enggak enak apa malu?" Dhea menambahkan ketika tawanya reda, "Ya lo sih, sial banget ngegibahin dosen tapi orangnya denger. Nggak apa, gue juga manggil dia Brandon kok."

"Ya nggak bisa disamain! Lagipula kalau berada di lingkup perkuliahan juga lo bakal manggil dia 'Pak' kan?"

Tawa Dhea langsung surut, "Amit-amit Brandon jadi dosen gue"

Sabrina mengernyit, "Hah? Kan enak? Nggak ngerti bisa tanya, bahkan kalau hoki dapet kisi-kisi ekstra."

"Nggak ada ceritanya Brandon mengistimewakan gue, mau gue nggak lulus mata kuliahnya juga dia nggak peduli. Kalau masalah belajar ekstra, gue nggak freak kayak lo ya yang seantusias itu buat belajar. Dikampus sekian belas jam seminggu udah cukup, panas otak gue. Mending gue streaming MVnya Seventeen kali, bikin hati adem."

"Enak aja, gue nggak se-freak itu kali. Gue memang nggak terlalu tertarik sama K-Pop tapi gue suka K-Drama kok," bantah Sabrina langsung, "Hargai selera musik orang lain dong!"

Dhea mencibir, "Heh, gue nggak mempermasalahkan selera musik lo sama sekali, tapi jiwa ambis lo. Aduh yakin gue, kalau lo pacaran sama kakak gue, kalian pasti kalau ngedate di perpus. Cocok, fix!"

"Mulut lo astaga!" seru Sabrina sambil tertawa, "Lo doain gue putus sama Jeffrey dong?"

Dhea berpura-pura berpikir, "Ya siapa tau lo bosen liat muka Jeffrey terus. Nih ada yang baru, meskipun nyebelin tapi gue akui Brandon ganteng kok. Fresh pula, lo bosen sama yang asia sekarang dapet yang blasteran gitu. Bonusnya lo dapet adik ipar yang cantik dan menyenangkan kayak gue."

Sabrina tahu Dhea hanya bercanda, tapi entah kenapa dirinya juga ikut membayangkan jika hal itu sungguh terjadi. Membayangkan wajah Brandon yang sangat serius di lingkup perkuliahan tapi tampak rileks ketika mengobrol dengan Dhea di mobil tadi. Oh, jangan lupa gummy smilenya yang membuatnya sangat imut seketika itu.

Sabrina mengusir pikiran nakalnya itu dan meutupinya dengan tawa. Ia mengibaskan tangannya, menyuruh temannya itu menghentikan bercandaan mereka saat ini, "Omong-omong, gue masih nggak nyangka lo adiknya. Dari penampilan aja kalian nggak mirip, ya kalau diperhatiin ada miripnya sih. Tapi, wow, gue baru sadar kalau tujuh tahun kita temenan, gue nggak pernah tahu wajah kakak lo."

LuckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang