"Sab, proposalnya udah?"
Sabrina, gadis berambut hitam panjang dengan ikal cantik dibagian ujungnya, yang sedang memakan nasi gorengnya itu menoleh. Ia melihat Ketua Himpunan jurusannya menghampirinya dengan wajah panik. "Hu-um, cek email lo coba. Udah gue kirim dari dua hari yang lalu." jawab Sabrina tenang sambil memakan suapan terakhir makan siangnya hari ini.
Lelaki itu menghela nafas lega, kemudian ia menyengir, "Sumpah lo memang sekretaris yang paling bisa diandalkan, Sab. Gila, gue panik banget ini, lupa sumpah kalau mau ketemu Bu Rena hari ini."
Sabrina mendengus, "Makanya, jangan bucin, Rama."
Rama meringis, "Sorry, Sab. Lo tahu sendiri gue dari tiga hari yang lalu berantem sama Valery."
Sabrina tahu. Kemarin lusa, setelah mereka berkonsultasi dengan dosen mereka, Rama dan kekasihnya -yang memang sudah tidak dalam kondisi yang baik itu tiba-tiba bertengkar hebat. Sabrina yang melihat sendiri seberapa serius pertengkaran mereka pun jadi sungkan untuk menghubungi ketuanya itu lebih dulu, sekalipun untuk masalah proposal yang akan mereka serahkan hari ini.
Kali ini, Dhea, sahabat Sabrina yang sedang mengunyah sandwichnya itu menimpali, "Profesional dong, Pak Ketu!"
"Iya-iya maaf, gue pastikan ini yang terakhir. Gue traktir sebagai permintaan maaf gue, habis konsul gimana?"
Sabrina menggeleng, "Nggak bisa gue, hari ini ada bimbingan sama Pak Brandon."
Dhea menoleh, "Oh, lo jadi ikut lomba karya tulis itu? Sama Nana?"
Sabrina mengangguk, "Hm,"
"Wih, semoga menang ya! Progress udah sampai mana, Sab?" timpal Rama.
"Lagi jalan bab 2, doain aja lancar."
"Eh- tuh Jeffrey lagi jalan kesini." ucap Dhea tiba-tiba yang membuat mereka serempak menoleh.
Laki-laki berambut coklat-cepak yang selalu tampil simple dan rapi itu memberikan senyum manisnya begitu matanya beradu pandang dengan Sabrina. Sabrina bisa merasakan pandangan seluruh mahasiswa di kantin ini tiba-tiba terarah pada mejanya karena kehadiran sang pangeran kampus, Jeffrey Dirgantara.
"Sorry nyela, gue mau ngomong sama Sabrina sebentar ya," ijinnya sambil mengambil tempat disebelah kanan Sabrina setelah diberi anggukan oleh Dhea dan Rama.
"By, nanti aku nggak jadi rapat. Kamu jadi selesai jam berapa? Jalan yuk?"
Sabrina berusaha mengabaikan tatapan penasaran orang-orang, "Aku ada bimbingan sama Pak Brandon. Nggak tahu selesainya jam berapa."
"Nggak masalah, aku bisa menunggu kamu di perpus. Setelah bimbingan kamu ada rencana lain?"
Sabrina menggeleng, "Nggak, tapi mungkin selesainya lama karena setelah bimbingan aku perlu diskusi dulu sama Nana."
Jeffrey tersenyum manis, memamerkan lesung andalannya, "Nggak masalah, By. Nanti kamu telepon aku aja kalau sudah selesai, okay?"
"Okay." jawab Sabrina pelan.
Jeffrey berdiri, "Thanks guys, Dhea tolong larang Sabrina kalau dia minum kopi, kemarin gastritisnya baru kambuh." ucapnya sambil mengambil alih sekaleng kopi milik Sabrina dan mengeluarkan sebotol air mineral biasa dari tasnya.
Dhea hanya mengangguk tanpa mampu membalas apapun hingga sosok laki-laki itu hilang dari jangkauan pandang mereka.
Dhea dan Rama secara serempak membuang nafas keras. Dhea langsung mengusap wajahnya kasar, "Sumpah, Sab, gue nggak punya pikiran buat nikung lo, tapi i can't help to not be blushing kalau diajak ngomong sama cowo lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky
Romans[Book 2 of XOXO Series] Sabrina tidak tahu bagaimana dan sejak kapan semua ini berubah. Hubungannya yang sudah terjalin selama 5 tahun, entah sejak kapan sudah tidak lagi sama. Jeffrey masih tetap sama, masih bersinar dengan ketegasan dan kelembutan...