Part 9 - Beauty is in the eye of the beholder

23 2 0
                                    

Saying that Sabrina likes it is understatement.

Sabrina ternganga ketika menginjakan kakinya kedalam villa milik Brandon. Semuanya sangat sempurna. Dari aksen kayu-kayuan yang membuat keseluruhan penampilannya terkesan nyaman sampai penataan perabot yang sederhana dan membuat suasananya tampak bersih dan luas.

"Kalian bebas memakai semua fasilitas. Khusus untuk teleskop diatas, kembalikan pengaturannya seperti semula setelah dipakai." ucap Brandon ketika mereka memasuki villanya.

Brandon menahan nafas dan mengerjap, takut kepala Sabrina cedera ketika gadis itu menoleh dengan sangat cepat pada saat ia menyebutkan mengenai teleskop. Mata gadis itu berbinar, membuat kedua ujung bibir Brandon tanpa sadar membentuk lengkungan kecil.

"Whoa gue lupa kalau lo punya teleskop juga disini. Jujur gue merinding dengan kemiripan isi villa lo sama rumah impian Sabrina." ucap Dhea pada kakaknya, "Actually you guys resemble each other a lot."

Kata-kata Dhea mengembalikan kendali diri Brandon, senyum kecilnya hilang begitu saja. Laki-laki itu memutar bola matanya malas, "Kalau ada apa-apa, aku di ruang kerja." kata Brandon lalu berlalu memutar badannya menuju ruang kerjanya.

Tiba-tiba ia berbalik dan menunjuk kearah adiknya dengan mata menyipit, "Awas aja kalau kamu memecahkan sesuatu disini lagi." peringatnya tajam yang disambut tawa tanpa dosa Dhea, "Dendam banget?"

Brandon hanya mendengus dan berbalik, membuat tawa Dhea berderai. Sabrina mengangkat sebelah alisnya penasaran tapi tidak mengatakan apa-apa. Dhea yang melihatnya berinisiatif bercerita, "Oh, itu dulu waktu kesini gue ngerusakin turn tablenya Brandon. Jatuh, terus ada yang patah gitu. Ngamuk deh si doi."

Sabrina menggeleng, "Gila tangan lo memang nggak lega kalau nggak ngerusakin sesuatu sehari aja ya. Turn table pula, jangan bilang ada vinylnya dan ikut rusak."

Dhea menepuk tangannya heboh, "Pinter! Iya vinylnya itu salah satu koleksi Brandon yang langka gitu, terus retak."

Sabrina gemas ingin menyoyor temannya ini, "Gue kalau jadi Pak Brandon, lo udah gue kirim ke Mars."

Dhea cemberut namun ketika Sabrina berbalik seutas senyum tampak dibibirnya, Sabrina mulai mengeluarkan kata-kata tajamnya yang menandakan bahwa sahabatnya itu perlahan sudah kembali menjadi dirinya sendiri.

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan. Dhea sibuk dengan ponselnya, menonton live idol kesukaannya yang dilewatkannya kemarin malam dan Sabrina dengan buku-buku Brandon yang secara mengejutkan memiliki cakupan genre yang cukup luas. Sabrina pikir Brandon hanya akan memiliki buku mengenai hukum dan sejenisnya. Tapi Brandon juga banyak memiliki buku-buku lain mulai dari science khususnya astronomi hingga novel seperti harry potter.

Pintu perpustakaan terbuka, menampilkan Brandon yang berdecak melihat keduanya bersantai di sofa. Sabrina dan Dhea hanya menatap laki-laki itu bingung.

Brandon melipat tangannya di dada, "Jam berapa ini? Kamu mau liburan atau mau cari penyakit? Turun sekarang buat makan!" omel Brandon kearah Dhea.

Sabrina mengernyit dan melirik jam di dinding yang menunjukan pukul dua siang. Dhea melakukan hal yang sama dan merengut, "Gue udah gede kali, laper juga cari makanan. Lo pikir gue anak kecil?" gerutunya.

Brandon mendelik jengkel, "Then stop act like ones. Udah tahu maag-mu kalau kumat harus ke rumah sakit buat suntik, nggak usah cari gara-gara deh!"

Dhea tentu tidak bisa membantah yang satu itu, ia hanya mengomel dalam suara rendah. Mengatakan hal seperti 'Brandon bisa mengingatkannya baik-baik dan tidak udah memarahinya.'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LuckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang