Chap 02

737 106 2
                                    

Satu minggu tlah berlalu, Hana sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Dengan telaten Juno menuntun sang istri dari mobil menuju ke dalam rumah. Pintu terbuka, Shin tengah menyambut kedatangan mereka berdua dengan senyuman hangat. Hana pun membalas senyumannya itu.

"Selamat datang kembali di rumah bu. Aku tidak menyangka ayah dan ibu akan pulang lebih awal, baru saja aku akan pergi untuk membeli makanan di luar untuk acara penyambutan ibu." Ujar Shin.

"Tak perlu repot repot Shin, ibu bisa untuk memasak makan malam kalian semua nanti." Ucap Hana dengan suara yang masih terdengar pilu.

"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi membeli bahan makanan dulu, karena semenjak ibu di rawat di rumah sakit, isi kulkas pun kosong tak tersisa."

"Hati hati nak." Ujar Juno pada anak sulungnya.

Shin sudah keluar dari rumah, kini Hana dan Juno melanjutkan jalan mereka menuju ruang keluarga. Namun langkah kaki Hana terhenti ketika melihat Kenzi tengah berdiri tegap di hadapannya dengan kepala yang terus menunduk.

Wajah Hana berubah menjadi pucat, ia terus meracau. "Pembunuh! Pembunuh! Aku tidak mau melihat mu! Tidak... Tidak... Pergi dari hadapan ku!!!" Hana nampak begitu histeris, rupanya ia sangat depresi atas kehilangan putrinya.

Juno yang sudah berubah sikapnya kepada Kenzi, kembali murka dan menghampiri Kenzi dengan emosinya. Kepalan tangan yang begitu kuat ia layangkan pada wajah kecil Kenzi. Tentu saja itu membuat tubuh Kenzi yang baru saja berusia dua belas tahun limbung. Juno tak henti di situ, ia bahkan menendang tubuh anaknya sendiri tanpa perasaan.

"Buugh..."

Juno membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara tersebut, rupanya Hana jatuh pingsan karena tak tahan dengan rasa sakitnya.

"Kau sudah membunuh adik mu sendiri, dan membuat Hana menjadi depresi. Kau bukanlah anak ku! Kau pasti anak iblis! Aku tidak mau Hana histeris kembali, dan aku tidak mau melihat mu lagi! Jadi sekarang, kemasi semua barang barang mu dan enyahlah kau dari sini!"

Usai berkata demikian, Juno menggendong Hana dan membawanya masuk ke dalam kamar. Sementara Kenzi, ia terus meneteskan air mata. Ini juga sama menyakitkannya bagi seorang anak kecil sepertinya.

Kenzi mengemasi semua pakaiannya, ia pun memandang bingkai foto keluarganya lalu memasukkannya ke dalam tasnya tersebut. Setelahnya, ia pergi meninggalkan rumah tanpa menunggu kakaknya pulang untuk berpamitan.

Kenzi kini sudah berada di toko tempat mengantarkan barang barang, ia menunggu seseorang yang bekerja disana keluar untuk menemuinya. Hingga beberapa menit kemudian, seseorang yang di nantinya pun datang menghampiri.

"Ada apa Kenzi? Kau mau pergi atau mau pulang? Kenapa tas bawaan mu terlihat sangat berat sekali." Tanya pria dewasa tersebut.

"Paman, kapan paman akan pergi mengantarkan barang ke daerah Kamakura?" Tanya Kenzi yang kemudian mengangkat wajahnya dan membuka masker yang sejak meninggalkan rumah, ia kenakan agar tak ada seorang pun yang melihat luka pada wajahnya tersebut.

"Astaga Kenzi, ada apa dengan wajah mu? Kenapa bisa luka seperti ini?" Seorang yang di panggil paman oleh Kenzi justru balik bertanya kepadanya ketika melihat wajah Kenzi memiliki beberapa luka. Segeralah pria dewasa itu membawa masuk Kenzi ke dalam toko tempatnya bekerja.

Dengan telaten orang tersebut mengobati luka luka Kenzi. Meski ia bertanya berulang kali apa penyebabnya, berulang kali pula Kenzi hanya mendiamkan pertanyaan tersebut.

"Sudah selesai. Jadi, kamu tidak akan mengatakannya pada ku apa penyebab luka di tubuh mu ini?" Pria tersebut mengemasi obat obatannya ke dalam kotak obat.

"Haaah..." Ia menghela nafas karena mendapatkan kebisuan dari Kenzi untuk kesekian kalinya.

"Baiklah aku tidak akan memaksa mu untuk menceritakannya pada ku. Jadi, kenapa kau menanyakan pada ku tentang pengiriman barang ke Kamakura?" Tanyanya kembali.

"Aku ingin ikut pergi kesana paman Izu, bolehkan?" Jawab Kenzi dengan wajah sedihnya.

"Kenapa kamu ingin kesana? Apa ayah mu tau tentang ini?"

Kenzi menggelengkan kepalanya. "Ayah mengusir ku, jadi aku ingin pergi ke kampung halaman ibu ku. Aku ingin tinggal disana."

"Bagaimana bisa ayah mu mengusir seorang anak kecil seperti mu dari rumah? Ayah mu sudah sangat keterlaluan, aku harus menemuinya dan membicarakan hal ini!" Paman yang di panggil Izu itu beranjak dari duduknya, ia bahkan ingin menarik lengan kecil Kenzi untuk menemui sang ayah.

"Aku yang salah paman, aku sudah membunuh adik ku dan membuat ibu tiri ku histeris ketika melihat ku. Jadi ayah mengusir ku. Ku mohon paman, bawa aku pergi kesana. Aku tidak bisa tinggal bersama mereka lagi, nanti wanita itu akan semakin terluka kalau melihat wajah seorang pembunuh anaknya."

Izu nampak diam sejenak, hingga akhirnya ia kembali bersuara.

"Memangnya apa yang kau lakukan sampai kau membunuh adik mu? Aku tau kalau kau sangat tidak menyukai ibu tiri mu itu, tapi aku tidak percaya jika kau membunuh adik mu sendiri? Tunggu... bukan kah ibu tiri mu itu belum melahirkan?"

"Kenapa paman harus bertanya tanya? Paman Izu bisa tidak membawa ku ke Kamakura?"

"Aku bisa, tapi kau harus menjawab semua pertanyaan ku terlebih dahulu. Kalau kau keberatan, maka aku tidak akan membawa mu kesana."

Kenzi nampak memikirkannya hingga ia pun membuat keputusan. "Baiklah, aku akan menjawabnya. Tapi paman tidak boleh melanggar janji untuk membawa ku kesana."

"Kau bisa pegang janji ku." Ujar Izu dengan mengusak surai hitam kenzi.

"Aku tidak sengaja mendorong wanita itu, aku hanya bermaksud untuk melepaskan tangannya dari pundak ku. Tapi wanita itu justru terjatuh dari tangga hingga keluar banyak darah di kakinya. Lalu kak Shin membawa ku masuk ke dalam ambulance mengikuti wanita itu pergi ke rumah sakit. Setelahnya dokter bilang kalau wanita itu keguguran. Lalu wanita itu dan ayah bilang kalau aku ini seorang pembunuh. Dan aku di usir oleh ayah agar wanita itu tidak histeris lagi seperti tadi."

"Jadi, luka luka di tubuh mu ini ayah mu yang melakukannya?" Kenzi hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"Kau sudah kelas enam bukan? Kalau kau pergi kesana, bagaimana dengan sekolah mu? Dan biaya hidup mu?"

"Aku tidak akan melanjutkan sekolah, memangnya bagaimana bisa aku sekolah sementara aku di usir sama ayah? Sesampainya disana aku akan mencari pekerjaan untuk makan ku sehari hari. Disana, karena dekat dengan pantai, aku bisa mencari pekerjaan. Ibu ku pernah bercerita banyak tentang kampung halamannya, jadi aku tidak akan cemas untuk mencari pekerjaan."

"Lalu kau mau tinggal dimana? Apa kau memiliki uang untuk menyewa rumah?"

"Aku punya uang tabungan, aku membawanya di dalam tas. Tapi uang itu tidak akan ku gunakan untuk menyewa rumah, karena aku memiliki kunci rumah ibu ku disana. Ibu bilang, setiap sebulan sekali ada orang yang akan membersihkan rumahnya, jadi rumah ibu masih aman untuk ku tinggali."

"Apa kau yakin? Bagaimana dengan kakak mu? Bukan kah kau bilang kalau kakak mu sangat sayang dan perduli pada mu? Apa kakak mu sudah tau kalau kau akan pergi kesana?"

"Tidak." Jawab Kenzi dengan gelengan kepalanya. "Bahkan kakak tidak tau kalau aku di usir oleh ayah. Aku yakin kalau kakak tau, dia pasti akan cemas mencari ku. Tapi aku sudah meninggalkan surat di kamarnya untuk tidak perlu mencemaskan ku. Aku juga yakin kakak pasti tau kalau aku pergi kesana."

"Baiklah... Aku akan pergi ke Kamakura satu jam lagi. Kau bisa tunggu disini dan istirahat lah. Kau sangat beruntung, karna hari ini jadwal ku memang pergi kesana."

"Terima kasih banyak paman." Seru Kenzi dengan tersenyum.

Help Me! (18+ / Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang