Chap 15

546 69 13
                                    

"Jadi, Shindo slalu bercerita ke kamu soal pembunuhan dan mengajak mu menonton film thriller." Ucap Shin setelah ia mendapatkan cerita dari Kenzi tentang Shindo. Sesuai percakapannya kemarin bersama dengan Arai untuk mencari tau tentang bagaimana mereka berteman, karena sejak mereka berteman, Kenzi jadi lebih sering kambuh.

"Hmm... Kemarin dia cerita ke aku kalau adiknya di bunuh, dan orang yang bunuh itu melarikan diri entah kemana. Terus dia bilang, katanya dia udah tau tempat si pembunuh itu, dan orang itu hidup tanpa rasa bersalah. Mendengar itu aku jadi teringat tentang tante Hana."

"Zi, bisa gak kamu dengerin permintaan kakak? Tolong jangan berteman lagi dengan Shindo, ini demi kebaikan mu. Kakak merasa kalau kamu terus berteman dengannya, depresi mu akan semakin parah. Tolong ya." Shin memohon dengan penuh harap ke pada sang adik. Kenzi nampak kebingungan, ia tidak ingin menjadi anak nakal yang tidak mau mendengarkan perkataan kakaknya, tapi dia juga gak mau kehilangan teman. Sungguh pilihan yang sulit bagi Kenzi.

"Tapi aku harus ke rumahnya dulu untuk mengembalikan buku bukunya yang aku pinjam."

"Ya, tidak masalah."

Beberapa hari pun berlalu, Kenzi dengan membawa beberapa buku datang ke rumah Shindo dengan tujuan untuk mengembalikkan buku bukunya.
Di saat tangan itu hendak mengetuk pintu, dari luar ia dapat mendengar suara tangis bayi dan juga suara dua orang yang hingga saat ini ia tidak dapat melupakannya. Seketika tubuh Kenzi menegang, ia takut namun ia ingin sekali datang untuk menemui kedua orang tersebut, ayahnya dan juga Hana, ibu tirinya.

"Mungkin aku salah dengar, tidak mungkin kan itu ayah dan juga tante Hana. Tidak mungkin kan mereka berada di rumahnya Shindo. Itu pasti orang tuanya Shindo yang datang berkunjung, dan karena aku kangen sama ayah, jadi aku pasti mengira suaranya sama. Yaa, pasti seperti itu." Kenzi mencoba menenangkan dirinya, ia tidak boleh seperti ini atau depresinya akan kambuh lagi dan akan menyusahkan Shin lagi.

Setelah merasa tenang, Kenzi mencoba mengetuk pintu di hadapannya. Hingga pintu itu terbuka dan menampilkan Shindo yang tengah tersenyum kepadanya dengan aneh. "Ada apa?" Tanyanya.

"Aku ingin mengembalikkan buku buku mu, aku sudah selesai membaca semuanya. Makasih ya." Ujar Kenzi dengan menyerahkan beberapa buku tersebut.

"Un... Sama sama. Ayo Kenzi masuk dulu ke rumah ku, ada papa dan mama ku, aku ingin perkenalkan mereka ke kamu dan juga adik ku yang belum lama ini lahir." Ucap Shindo dengan antusias.

"Gak usah Shindo, aku gak enak. Ini pertama kalinya kan mereka datang berkunjung, jadi gunakan waktu mu dengan baik bersama keluarga mu." Tolak Kenzi dengan ramah.

"Kau kan teman ku, bagaimana mungkin aku tidak memperkenalkan mereka pada mu. Sudah ayo masuk!" Titah Shindo yang tak bisa di elak lagi oleh Kenzi.

"Ma, pa, kenalin ini teman ku. Namanya Kenzi." Ucap Shindo dengan smirk yang tersembunyi, sehingga tidak ada yang menyadari hal itu.

"Maaf sudah..." Kenzi menghentikan ucapannya. Tubuhnya bergetar ketika melihat kedua orang tua Shindo, bahkan ia mulai mengeluarkan keringat dinginnya. "A-ayah... Tante Hana..." Gumamnya.

"Kau berteman dengan anak ini?" Tanya Juno yang merupakan ayahnya Shindo, atau lebih tepatnya adalah ayah tiri. Dan Juno, merupakan ayah kandung Kenzi.

"Benar, kenapa memangnya pa?"

"Apa kau lupa wajah saudara tirimu yang telah membunuh adiknya sendiri? Papa akan mengingatkannya lagi pada mu, anak ini, yang kau anggap teman, ia lah orangnya. Saudara tirimu yang tanpa berperasaan telah membunuh adiknya sendiri." Juno mengalihkan pandangannya ke Kenzi yang sedang menunduk ketakutan. "Dan kau! Shindo ini merupakan saudara tirimu, dan lebih baik kau tidak usah berteman dengannya lagi. Bukan kah kau sendiri yang bilang kalau kau tidak akan pernah mau mengakuinya dan juga ibu mu ini."

Hati Kenzi sakit, namun ia abaikan untuk saat ini. Menurutnya, ini peluang yang tepat untuk ia meminta maaf. Dengan berani, Kenzi mencoba mengangkat kepalanya dan menatap sang ayah dengan kesedihan yang mendalam.

"Ayah, Zi mohon maaf sama ayah. Zi udah berbuat salah, selama ini Zi tersiksa yah. Mau kan ayah memaafkan Zi? Zi janji, Zi tidak akan mengecewakan ayah lagi. Dan Zi akan menerima tante Hana sebagai ibu Zi. Oh benar, tante Hana... Zi juga minta maaf sama tante ya, karena kesalahan yang sudah Zi perbuat hingga membuat Zi kehilangan adik. Zi mohon ampun ke ayah dan juga tante Hana, tolong maafkan Zi."

'Plaaaakk'

Sebuah tamparan yang cukup keras melayang di pipi mulus Kenzi hingga membekas merah. "Mudah bagi mu meminta maaf setelah kau bunuh anak ku, hah?! Tau kah kamu aku cukup menderita atas kehilangan bayi ku itu! Dan sekarang kau berdiri di hadapan ku untuk meminta maaf?! Omong kosong!"

Kenzi segera berlutut dan memegangi kaki Hana. "Aku tau aku salah, tapi Zi melakukan itu karena tidak sengaja tante. Tolong maafkan Zi." Hana mendorong tubuh Kenzi hingga tersungkur. "Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah memaafkan mu. Dasar pembunuh!"

Kedua mata Kenzi membulat mendengar gelar itu yang kembali tertuju padanya. Setelahnya ia melihat Juno, ia ingin tau apakah ayahnya akan memaafkannya atau tidak seperti Hana.

"Apa? Kenapa kau menatap ku seperti itu? Mengharap belas kasih dari ku? Jangan harap! Selama Hana tidak bisa memaafkan mu, selama itu juga aku tidak akan pernah memaafkan mu. Kau sudah sangat mengecewakan ku! Pergi kau dari sini! Jangan pernah lagi kau tampakan wajah mu di hadapan keluarga ku!"

Bagaikan tersambar petir, hati Kenzi hancur berkeping keping. Ia tidak akan pernah bisa mendapatkan maaf dari ayah dan ibu tirinya. Ia tidak akan bisa berkumpul lagi, atau pun memeluk tubuh ayahnya seperti dulu. Dan untuk kedua kalinya, Kenzi di usir oleh Juno. Cukup menjelaskan betapa Kenzi sudah tidak di akuinya lagi sebagai anak.

"Maaf... Maaf... Maaf..." Gumam Kenzi berulang kali.

"PERGI!!!" Titah Hana membuat Kenzi tersentak.

Bibirnya yang pucat bergetar, Kenzi ingin mengucapkan lagi permintaan maafnya. Namun ia sudah di usir. Dengan menundukkan kepala, Kenzi membalikkan tubuhnya dan mulai melangkahkan kakinya untuk segera pergi dari rumah ini.

"Terkejut?" Tanya Shindo dengan senyuman jahatnya yang di lihat jelas oleh Kenzi, setelah mereka berdua berada di depan rumah.

"Masih ingat yang ku katakan pada mu waktu itu, soal adik ku yang di bunuh dan pembunuh itu kini hidup normal tanpa merasa bersalah." Ucap Shindo dan Kenzi kembali teringat saat itu.

"Apa kau suka dengan kejutan ku? Bagaimana? Bagus bukan? Yah selama ini aku tau kalau kau saudara tiri ku, dan aku bermaksud untuk membuat mu menderita. Meski aku tak menduga kalau kau mengalami depresi. Tapi yaah, hari ini sudah sangat lama aku tunggu. Dengan melihatnya secara langsung bagaimana ayah kandung mu mengusir mu dan tak akan pernah memaafkan mu, itu sungguh membuat ku merasa sedikit lega. Dan, lebih baik sekarang kau pergi jauh jauh dari keluarga kesayangan ku ini. Aku takut, adik ku yang masih bayi akan kau bunuh lagi. Dan aku, tidak pernah benar benar menganggap mu sebagai teman ku. Selamat tinggal."

Help Me! (18+ / Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang