Chap 11

601 71 11
                                    

Setibanya di kamar Kenzi, Arai segera memberikan obat penenang kepadanya. Dan dalam hitungan detik, Kenzi mulai tenang serta terjatuh tidur dengan lelap. Kenzi yang pada saat itu berada di samping ranjang, segera Arai angkat dengan menggendongnya dan memindahkannya ke atas kasur milik Kenzi yang empuk itu. Setelah menyelimutinya dengan selimut, Arai menemukan botol obat Kenzi yang tergeletak di lantai dengan tutup yang terbuka.

"Haaaah..." Arai menghela nafasnya dan menaruh botol itu di atas nakas. "Sudah ku katakan untuk beli obatnya sebelum kehabisan, kebiasaan banget anak ini." Gumam Arai yang di dengar jelas oleh Shin.

"Paman, sebenarnya apa yang terjadi dengan Kenzi? Ini kali pertamanya aku melihatnya seperti itu." Tanya Shin.

"Kenzi belum menceritakannya pada mu soal penyakitnya?" Shin hanya menggelangkan kepalanya. "Aku akan ceritakan pada mu, lebih baik kita pindah dulu ke tempat lain."

Keduanya pun berjalan menuju ruang keluarga, disana, Arai mulai bercerita tentang apa yang di sembunyikan Kenzi kepada kakaknya, Shin.

"Sejak kedatangannya kesini, Kenzi sudah mengalami depresi berat. Dan depresinya selalu datang di setiap malam. Aku sudah menyarankannya untuk meminum obat antidepresan dan slalu menjadi teman curhatnya agar depresi itu tidak kambuh lagi. Tapi kenyataannya, aku hanya bisa mengurangi waktu kambuhnya. Yang tadinya selalu setiap malam, kini hanya beberapa kali dalam seminggu kambuh. Lalu aku menyarankannya untuk pergi ke psikolog agar lekas sembuh, dan aku yang akan menanggung semua biayanya. Tapi Kenzi menolak, dia bilang kalau dia tidak mau merepotkan ku lebih dari itu.

Meski aku memaksanya, dia tetap saja menolak. Jadilah aku membiarkan apa yang dia inginkan. Hingga kau datang dan tinggal bersamanya, depresinya nyaris tak kambuh lagi. Yaa meski tidak sepenuhnya sih, karena ada kalanya depresinya itu kambuh, dan Kenzi selalu berusaha untuk menyembunyikannya agar kau tidak tau. Aku pernah membujuknya untuk menceritakannya pada mu soal depresinya ini, tapi dia bilang 'nanti saja' atau 'belum waktunya'. Dan sekarang, aku tidak tau apa pemicu yang membuatnya kambuh hingga histeris seperti tadi, padahal sudah sangat lama ia tidak pernah lagi histeris. Bahkan dia lupa lagi untuk membeli obatnya, padahal aku sudah sering katakan padanya untuk membeli obatnya sebelum obat itu habis. Tapi tetap saja dia slalu melupakan hal itu, benar benar Kenzi itu..."

"Sudah selama itu Kenzi mengalami depresi? Padahal aku tinggal serumah dengannya, bagaimana mungkin aku tidak tau menau soal ini? Kenapa aku bisa tidak menyadarinya? Kakak macam apa aku ini!" Shin nampak kesal dengan dirinya sendiri, ia mengepalkan kedua tangannya untuk menahan amarahnya.

"Kenzi yang terlalu pintar untuk menutupi itu semua dari mu, paman rasa, kau sudah menjadi kakak yang sangat baik baginya."

"Apa paman tau penyebab depresinya? Mungkin kah itu karena ibu keguguran?"

"Ya. Tapi yang membuatnya menderita adalah kata kata pembunuh yang di lontarkan oleh ibu kalian itu, lalu ayah kalian yang mengusirnya dari rumah. Hal itu membuatnya merasa benar bahwa dia seorang pembunuh. Sementara Kenzi masihlah anak anak, dimana emosinya masih tidak stabil, dan dia juga butuh kasih sayang serta perhatian dari kalian keluarganya.

Paman tau kalau Kenzi tidak dapat menerima ibu tiri kalian karena ayah kalian yang tidak pernah meminta izin atau bercerita tentang ibu tiri kalian sebelumnya. Tiba tiba saja kalian harus menghadiri acara pernikahan ayah kalian, jadi wajar saja jika Kenzi merasa ayahnya telah di rebut oleh ibu tiri kalian itu, namanya juga anak anak, ia belum mengerti hal hal orang dewasa. Lalu setelah menikah, adakah ayah kalian yang berusaha memberikan penjelasan kepada Kenzi? Dan berusaha untuk menerima kehadiran ibu tiri kalian?

Sebenarnya, paman sungguh merasa kasihan dengan Kenzi. Sempat ku berpikir bahwa ayah kalian akan segera datang menjemput Kenzi, tapi rupanya dia tidak pernah datang. Sejujurnya, Kenzi sangat mengharapkan itu. Dan dia dapat meminta maaf kepada orang tua kalian. Tetapi ayah kalian, tidak pernah datang atau menghubunginya meski pun itu hanya sekali. Seakan akan Kenzi benar benar telah dibuang dan tidak pernah di inginkan. Ia pernah menangis di pelukan ku, ia bilang bahwa ia sangat merindukan ayahnya dan juga kau, kakaknya. Ia meraung raung karena merasa hatinya sakit, dan dirinya hancur. Kenzi merasa bahwa dia seorang pembunuh yang kehadirannya tidak pernah di inginkan oleh siapa pun.

Meski sudah dua tahun lamanya, Kenzi masih belum bisa sembuh sepenuhnya. Sebelum ia bisa meminta maaf secara langsung, sebelum ia benar benar di maafkan, sebelum gelar pembunuh di tarik kembali oleh ibu tiri kalian, paman rasa itu akan cukup sulit. Tapi paman sangat berharap pada mu, kau kakak yang sangat ia sayangi. Paman berharap kau bisa membantu Kenzi untuk sembuh. Sudah cukup dia menderita selama ini, sekarang waktunya bagi Kenzi untuk merasa bahagia. Paman mengandalkan mu Shin, jauhi hal hal yang bersangkutan dengan depresinya agar ia tidak kambuh lagi. Bisa kan?"

"Akan ku lakukan paman! Apa pun pasti akan ku lakukan demi kesembuhan Kenzi, aku tidak akan membuatnya menderita lagi, aku akan membuatnya bahagia. Terima kasih paman karena sudah menceritakan semuanya pada ku."

"Sama sama. Baiklah paman pulang sekarang, ingatkan Kenzi untuk membeli obatnya besok."

"Iya paman."

Setelah mengantarkan Arai hingga depan rumah, Shin berjalan menuju kamar Kenzi. Ia menatap sendu wajah adiknya yang tengah tertidur pulas itu, Shin menyingkirkan poni Kenzi untuk mempermudah aksesnya dalam mencium kening Kenzi.

"Maafin kakak yang selama ini tidak pernah menyadari kalau kau menderita, Zi. Kakak janji, setelah ini kakak akan lebih memperhatikan mu." Shin membuka sedikit selimut adiknya, lalu ia ikut tidur di sebelah Kenzi dengan memeluk erat tubuh kecil itu. Hingga tak terasa, pagi pun telah menyongsong.

Dengan perlahan, Kenzi membuka kedua matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah tubuh seseorang, lalu Kenzi menaikkan pandangannya. Ia tersenyum melihat sang kakak yang tengah tertidur dengan tangannya yang memeluk tubuh kecil milik Kenzi. Dengan jahil Kenzi menghujani kecupan pada wajah sang kakak, sebagai balasan karena setiap pagi Shin selalu membangunkannya dengan mengecupi seluruh wajahnya, bahkan terkadang tubuh bagian atasnya di kecupi dan di berikan tanda merah bukti cinta.

Beberapa kali Kenzi mengecupi wajah sang kakak, Shin masih setia memejamkan kedua matanya. Kenzi merasa kesal, kenapa kakaknya tidak terbangun seperti dia jika di lakukan hal yang sama oleh Shin? Lalu Kenzi memutuskan untuk sedikit lebih lama mengecup bibir tebal milik Shin.

"Heumpp..."

Shin justru melumat bibir tipis Kenzi, hingga cukup lama. Tidak puas dengan bibir, Shin beralih menciumi leher jenjang Kenzi, dan sesekali ia menjilatinya. Desahan pun berhasil lolos dari mulutnya, membuat Shin bergairah di pagi yang cerah ini.































Jangan berharap next chap nya ada adegan ehem ehem nya :v

Help Me! (18+ / Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang