Chap 10

662 82 10
                                    

Beberapa waktu berlalu dengan sangat cepatnya, hingga saat ini Shin masih belum mengetahui perihal depresi yang di alami Kenzi selama ini. Karena Kenzi menutupinya dengan sangat baik, ketika depresinya akan kambuh, ia dengan segera meminum obatnya lalu pergi ke rumah Arai. Sebenarnya Arai menyarankan agar Kenzi mengatakan yang sebenarnya ke Shin, biar bagaimana pun Shin merupakan kakaknya yang berhak tau hal ini. Namun Kenzi menolak dengan alasan belum siap memberitaukannya.

Selain itu, Kenzi kini mendapatkan teman baru yang bernama Shindo, Izumi Shindo. Shindo baru pindah setengah tahun yang lalu, dan segera menjadi teman akrab bagi Kenzi. Shindo lebih tinggi dari Kenzi meski ia seumuran, bahkan wajahnya sangat tampan. Jika Shindo datang ke resto dan suka membantu Kenzi, maka keduanya menjadi pusat perhatian. Apa lagi bagi kaum fujoshi dan fujodan, keduanya nampak sangat serasi sekali.

"Sore ini kita pergi kemana?" Tanya Kenzi yang pada saat ini tengah berjalan berdua dengan Shindo setelah selesai bekerja.

"Bagaimana dengan menonton? Ada film yang ingin ku lihat." Seru Shindo.

"Baiklah..."

Keduanya pun menonton film dengan tak lupa memakan popcorn yang di temani oleh cola. Shindo nampak antusias saat menonton, beda hal nya dengan Kenzi yang saat ini tengah keringat dingin dan terus mengepalkan kedua tangannya hingga buku kukunya memutih. Kenzi juga memejamkan matanya dan berharap film ini cepat selesai.

Setelah film berakhir, Kenzi masih saja berkeringat dingin bahkan wajahnya nampak sangat pucat.

"Filmnya sangat seru sekali, pembunuh itu benar benar seorang psikopat, siapa yang sangka hingga akhir tidak ada satu orang pun yang mengetahui kalau dia seorang pembunuh. Dia benar benar psycho, bagaimana bisa dia hidup dengan tenang, tertawa dan bersenang senang, setelah merenggut nyawa seseorang. Jika dia bukan psycho, dia pasti sudah hidup dengan di bayang bayang rasa bersalah. Aku jadi tidak sabar menunggu kelanjutan film itu, aku ingin tau bagaimana akhir hidup dari seorang pembunuh itu." Seru Shindo dengan menekan kuat kata pembunuh dan psikopat juga psycho.

Ucapan tersebut sama sekali tidak di dengar oleh Kenzi, karena ia merasa ketakutan dan kecemasan yang luar biasa. Shindo pun baru menyadarinya. "Kenzi kau kenapa? Apa kau sakit? Wajah mu pucat sekali." Tanya nya dengan cemas.

"Maaf Shindo, aku harus pulang sekarang. Aku merasa tak enak badan."

"Aku antar ya?"

"Tidak perlu, aku duluan." Kenzi berlari meninggalkan Shindo yang saat ini tengah bersmirk tanpa di sadari oleh Kenzi, Shindo masih berdiam diri melihat Kenzi pergi hingga tak lagi terlihat.

Setibanya di rumah, Kenzi membuka pintu dengan sangat kasar dan menutupnya dengan membanting. Ia berlari berniat mencari sang kakak untuk mengalihkan depresinya yang kambuh, Kenzi takut jika sang kakak mengetahui hal ini, ia juga tak mau harus berteriak histeris lagi seperti dulu. Karena sejak kedatangan Shin, Kenzi nyaris tidak pernah berteriak histeris lagi.

"Ada apa dengan mu? Kenapa sampai membanting pintu segala sih?" Tanya Shin yang menghampiri Kenzi, kebetulan Shin sedang berada di ruang tamu bersama seseorang.

Kenzi tidak menjawabnya, ia hanya memeluk sang kakak dengan sangat eratnya. "Aku butuh kakak." Gumam Kenzi pelan karena suaranya tertelan dalam pelukan. Kenzi menenggelamkan kepalanya pada dada bidang sang kakak.

"Apa ada hal buruk yang terjadi hari ini?" Kenzi menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Kamu bisa masuk kamar terlebih dahulu, nanti kakak akan menyusul. Sekarang kakak lagi mengerjakan tugas kuliah sama teman kakak."

Kenzi melepaskan pelukkannya, ia menatap tak suka pada teman kakaknya yang sedari tadi menyaksikan kemesraan mereka berdua. Dan Kenzi berlalu begitu saja menuju kamar tercinta.

"Maaf ya, apa kita bisa lanjutkan besok lagi? Aku harus menemani adik ku, sepertinya dia juga lagi sakit karena wajahnya pucat." Ucap Shin kepada temannya.

"Tidak bisa kah kita mengerjakannya sebentar lagi? Lihat, tugas kita sedikit lagi selesai. Aku malas kalau harus menundanya lagi." Bujuk teman Shin. Sesaat Shin nampak bimbang, ia cemas dengan keadaan sang adik. Tapi apa yang di katakan temannya itu benar, tugasnya tinggal sedikit lagi selesai.

"Baiklah, ayo kita selesaikan ini dengan cepat." Lalu Shin dan temannya melanjutkan mengerjakan tugas mereka.

Sementara Kenzi, ia tengah duduk meringkuk di pojokan kamarnya. Cerita tentang film tadi terus berputar putar, terutama tentang si peran utama yang psycho, tengah membunuh seorang bayi tetangganya yang ia anggap sangat mengganggu kala bayi itu menangis. Kenzi teringat kembali tentang dirinya yang dulu dimana ia membuat ibu tirinya jatuh dari tangga. Begitu banyak darah yang keluar, dan teriakkan ibu tirinya yang memanggilnya seorang pembunuh. Belum lagi ucapan Shindo juga terngiang ngiang di kepalanya, semuanya berkumpul menjadi satu, membuat kepalanya terasa sangat sakit dan ia juga merasa sesak nafas.

Sebelum depresi itu menenggelamkan dirinya, Kenzi dengan cepat mencari obat miliknya di dalam laci nakas dekat kasur. Setelah ketemu, Kenzi segera menuangkan botol tersebut, namun sayangnya, tidak ada satu butir pun yang keluar.
Lalu Kenzi teringat, bahwa obatnya telah habis, dan ia berencana untuk membelinya tadi. Tapi karena depresinya yang kambuh lebih dulu, membuat Kenzi melupakan hal penting tersebut.

Kenzi terus meringkuk, ia sudah tak tahan lagi dengan semua ini, meski ia mencoba untuk menahannya namun itu semua sia sia. Nafasnya kian susah, ia juga tidak bisa lagi berpikir dengan sangat baik.

"Selesai juga..." Ujar teman Shin sembari merenggangkan kedua tangannya.

"Maaf Takeru, bukan maksud ku untuk mengusir mu tapi..." Shin nampak tidak enak hati ketika menyuruh temannya yang bernama Takeru, Koda Takeru itu harus segera meninggalkan rumahnya.

"Ya ya ya... Aku tau, kau mencemaskan adik mu itu kan. Aku akan pulang sekarang, maaf ya karena sudah egois meminta mu melanjutkan mengerjakan tugas."

"Tak apa, ayo aku antar sampai depan."

Setelah Takeru mengemasi buku bukunya, kini keduanya tengah berjalan hingga depan rumah. Takeru yang sudah berjalan pergi, namun Shin masih berada disana karena kebetulan Arai baru saja pulang, jadi mereka saling menyapa terlebih dahulu, dan sedikit melakukan perbincangan. Namun itu tidak berlangsung lama, karena mereka berdua mendengar sesuatu yang membuat keduanya terkejut.

"AAARGHHH TIDAAAAK....! AKU BUKAN PEMBUNUH! AKU BUKAN PEMBUNUH!!!"

Mendengar Kenzi yang sedang berteriak membuat Shin dan Arai berlari dengan sangat cepat untuk segera melihat keadaan Kenzi. Arai tau betul apa yang sedang terjadi, namun tidak untuk Shin. Sang kakak begitu cemas dan terus bertanya tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan adik satu satunya itu? Adik yang sangat ia cintai? Dan yang sudah ia claim sebagai kekasihnya sejak ia pindah ke rumah peninggalan ibunya tersebut.

'Ku harap kau baik baik saja Zi'

Help Me! (18+ / Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang