18: Salvation (part 2)

502 59 1
                                    

Malam itu—malam ketika kita berbagi ranjang setelah kelelahan pergi seharian,

Mungkin kau tak menyadari aku sempat terbangun sejenak.

Dan memandang wajah tidurmu yang begitu damai.

Setelah lama terpisah, ini pertama kalinya kita tidur bersama. Tepat ketika usia kita enam belas tahun. Rasanya begitu asing. Kita bahkan tak pernah tidur satu ranjang sebelumnya, Seijuurou-kun.

Jujur saja, aku sedikit merasa canggung.

Ah, tidak. Sebelumnya kita pernah seperti ini. Saat ulang tahun kita yang ketiga belas. Gym yang sepi dan gelap, kita yang terkurung di dalamnya dan sinar bulan yang hanya bisa mengintip masuk menjadi saksi.

Apakah mendiang ibu di surga sana akan bahagia melihat kita?

Melihat kedua buah hatinya tidur berdampingan dalam satu selimut yang sama.

Saling mendekatkan diri seperti ketika berada di dalam rahim.

Menyamankan dan menghangatkan satu sama lain.

Menutupi kekurangan satu lainnya.

Meringankan segala beban yang disangga seorang diri.

Untuk Seijuurou-kun yang selalu tampak kesepian, apa yang bisa aku perbuat untukmu?


***


"Nah, kau mau pesan apa?"

Pertanyaan itu meluncur begitu saja, memecah sonata Beethoven yang mengalun monoton sedari tadi. Terkesan santai tanpa ada sedikitpun beban. Seolah-olah pertemuan mereka saat ini hanya sebatas reuni antar sahabat lama.

Tetsuya terkesiap. Tidak menyangka akan respon yang diberikan Nijimura Shuuzou terhadapnya. Adik kembar Seijuurou itu kini duduk di atas sofa kulit, saling berhadapan dengan Nijimura Shuuzou. Satu-satunya pembentang jarak di antara mereka adalah meja kaca yang berbentuk lingkaran. Pelayan wanita yang tadi mengantar Tetsuya sudah kembali dengan membawa setumpuk buku menu.

Tidak, Tetsuya tidak ingin berbasa-basi. Biar bagaimanapun, Nijimura Shuuzou adalah orang asing—dan mungkin berbahaya. Selain itu, ia ada di sini bukan karena ingin bertemu pemuda itu—melainkan untuk bertemu Seijuurou, kakak kembarnya yang tak juga kembali sejak semalam.

"Tidak, terima kasih. Aku tidak lapar—"

"Dua dajeerling tea. Yang satu dengan sedikit gula."

Nada suara yang tegas dan penuh otoritas dalam setiap intonasinya sukses membuat Tetsuya terhenyak.

Si pelayan mengangguk dan segera mencatat pesanan. Satu yang bisa Tetsuya simpulkan saat ini; Shuuzou adalah orang yang semaunya. Ia tak suka dibantah. Sifat yang persis dengan Seijuurou—atau ia sendiri yang mengajarkan itu pada Seijuurou? Entahlah.

"Hanya minuman saja, tuan? Tidak ingin pesan makanan?"

"Hmm ... kurasa tidak perlu. Itu saja sudah cukup. Iya 'kan, Tetsuya?"

Tetsuya tak menjawab. Namun, gestur tubuh yang seperti itu sudah cukup meyakinkan Shuuzou untuk memaknai jawaban Tetsuya sebagai 'ya'. Setelah mengambil kembali buku menu dari atas meja, si pelayan wanita langsung membungkuk dan segera berlalu dari hadapan mereka.

Melihat gelagat si pelayan yang menjunjung tinggi rasa hormat, sepertinya Shuuzou bukan orang sembarangan. Setidaknya bagi para pekerja di kafe ini. Bayangkan saja, satu ruangan mewah yang sepertinya ditujukan untuk tamu-tamu penting hanya disewanya untuk dua orang. Belum lagi simfoni monoton yang terus berputar tanpa henti. Entah sudah berapa kali sonata Beethoven itu mengusik pendengaran. Seolah tidak ada lagu lain yang bisa dimainkan.

OST 1  [ Kuroko no Basuke ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang