~Welcome~
.
.
.
Menjadi mahasiswa kedokteran berat bagi Jimin.
Orang-orang mengira dia tahu banyak hal tentang penyakit. Ada yang menghampiri Jimin lalu mengeluh tentang batuk yang tidak kunjung sembuh, atau bertanya tentang sensasi kesemutan aneh di bagian belakang lutut dan berharap Jimin dapat mengetahui apa yang salah dengan lututnya. Jimin bisa saja ngoceh macam-macam di depan mereka, bisa saja dia mengeluarkan segala macam ilmu yang didapatkan dari dosennya tentang otot trapezius dipersarafi oleh saraf aksesori tulang belakang atau hemoglobin memiliki struktur kuaterner yang terdiri dari empat polipeptida yang masing-masing berinteraksi dengan atom besi yang memberinya kemampuan untuk membawa oksigen melalui aliran darah. Tetapi pada akhirnya, Jimin tetap tidak tahu apa-apa tentang kedokteran.
Itulah penyebab Jimin merasa panik ketika teman-temannya malah konsultasi padanya dan memperlakukannya sebagai dokter pribadi mereka.
Awalnya bukan masalah besar: Taehyung terserang flu setelah begadang sambil minum minuman keras murah di lapangan bareng teman-teman gengnya di luar kampus. Taehyung datang ke Jimin beberapa hari kemudian menanyakan obat terbaik untuk meredakan flu, Jimin menyarankan dia membeli obat generik dan minuman penambah stamina untuk mengisi kembali kadar elektrolitnya.
Kemudian berita merambat kemana-mana bagaikan api.
Lisa bertanya bagaimana cara terbaik untuk mengobati lecet di tangan karena dia mahasiswa teknik mesin, mainannya alat-alat berat. Hoseok yang paling kocak, dia menunjukkan pantatnya ke Jimin untuk bertanya jenis ruam yang dia alami dan apakah dia perlu ke dokter (ngapain dia ke Jimin, bukannya pergi ke dokter yang sudah bersertifikat).
"Ini sudah di luar kendali," Jimin terengah-engah curhat ke Seojun, setelah menyampaikan cerita tentang tahi lalat Yugyeom yang aneh (Sejujurnya Jimin sendiri juga tidak tahu apa itu).
Seojun menyesap kopi yang dia pesan, berjuang untuk menahan seringai. "Tidak mudah menjadi Dr. Park?"
"Itu dia masalahnya!" erang Jimin, jari-jarinya menjerat akar rambutnya, dia mendesah frustrasi, "Aku bukan dokter! Aku mahasiswa tahun kedua. Masih belum sarjana. Aku tidak tahu apa-apa!" Jimin membiarkan kepalanya terkulai menyedihkan ke atas meja, menutupi wajahnya dengan kedua lengannya seperti anak kecil yang pemarah.
"Kau sendiri yang mau mengeluarkan begitu banyak uang untuk pendidikan kedokteran," goda Seojun.
Kepala Jimin terangkat kembali, memeriksa wajah Seojun yang masih menyeringai mengejeknya.
"Kau sadar butuh delapan tahun untuk menjadi seorang dokter, kan? Dan bahkan setelah itu masih ada tiga sampai sepuluh tahun pelatihan di rumah sakit. Aku tuh... masih 15% perjalanan menuju dokter."
Seojun merobek sudut kue croissant yang ada di piring di depannya, mengabaikan erangan protes Jimin, dia mengunyah kue itu dengan lahap, "Kau praktis masih hijau."
"Tepat! Seratus untukmu!" kata Jimin dengan nada sarkastiknya. "Jika ini adalah kelas mengemudi, progresku baru berjalan 15%, aku masih harus membaca buku pegangan sialan itu. Para pengajarnya bahkan belum mengizinkan aku mendekati mobil. Tapi tiba-tiba saja it's okay bagiku untuk membuat keputusan hidup dan mati tubuh seseorang?"
"Kau terlalu melodramatis," ejek Seojun. "Bukannya kau tidak tahu apa-apa. Bagaimana dengan Sunwoo yang memberitahumu tentang sakit telinga yang dia alami, terus kau bilang kalau itu adalah infeksi yang mungkin harus dia periksakan langsung ke dokter. Kau benar, dia akhirnya menghindari perjalanan ke apotik membeli obat sembarangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zombieland [KookMin/SuSeo]
Fanfiction[Terinspirasi dari film Zombieland] Sebelum kekacauan: Park Jimin (20 tahun), menjadi mahasiswa kedokteran membuat semua orang menganggap Jimin tahu segalanya. Mereka pikir mereka dapat mendatangi Jimin dan bertanya tentang batuk yang mereka derita...