Sebelum baca mari budayakan vote dulu, terus komen sebanyak-banyaknya<3
Dengan kekuatan petir Peppermint, inilah kisahnya⚡⚡
⚡
⚡
Hari ini menjadi hari kedua Gempar bersekolah di SMA Bintang Karya Insani. Sebelum pindah, dia bersekolah di sekolah khusus putra di New York. Dia lahir dan besar di sana. Kepulangannya ke Jakarta atas permintaan kakek dan neneknya. Mereka ingin dia datang dalam berbagai acara keluarga. Meski awalnya orangtua sempat menolak, tapi neneknya memohon dengan embel-embel 'takut tidak ada umur'. Di sinilah akhirnya dia sekarang.
Suasana ruang kelas terlalu bising. Padahal dia menempati ruang kelas XI-IPA-2, tapi ramainya lebih mirip pasar. Entah apa yang dibahas karena dia mengenakan headset.
Ketenangannya pun mulai hilang setelah bunyi gebrakan meja terdengar cukup keras. Iya, mejanya digebrak kayak sedang memukul drum.
"Gempar yang menggemparkan sekolah!" sapa Palitan, si penggebrak barusan.
Gempar menarik headset-nya. "Ya?"
"Singkat bener macem hape jadul," celetuk Sastra, cowok di sebelahnya Palitan.
"Kalian gitu amat nyapa anak baru," sela Kayasa, cewek yang berdiri di samping Sastra.
"Itu cara paling ramah, Sist," kata Palitan.
Kayasa menarik senyum saat melihat Gempar. "Jangan ditanggepin ya, Gempar. Biasa deh Jumpalitan emang gitu. Otaknya nggak ada seperempatnya."
"Heh! Gini-gini masuk IPA nih." Palitan berbangga hati sambil menepuk dadanya cukup keras. Dan berakhir terbatuk-batuk karena kesakitan.
"Liat 'kan begonya udah kilogram." Kayasa mengambil permen karet dari dalam saku bajunya, lalu menyodorkan pada Gempar. "Mau nggak, Gem?"
"Gem, Gem. Nanti jadi Gempi bukan Gempar," serobot Sastra, yang kemudian mengambil paksa permen Kayasa. "Tadi gue minta permen nggak lo kasih. Giliran yang ganteng aja ditawarin. Gue makan ah."
Gempar menarik senyum tipis. Ketiga orang di depannya ini adalah teman-teman sekelasnya. Pakaian mereka bertiga terlihat berantakan. Baju dikeluarin dan lecek. Tapi kalau ada guru buru-buru dimasukin. Sepertinya cuma berani nakal kalau di dalam kelas, giliran di luar udah belagak alim.
"Makasih kalian mau ngajak ngobrol, tapi gue nggak mau denger kalian ngoceh," ketus Gempar.
Ketiga orang itu terbelalak sebentar—tertawa kemudian. Palitan yang paling kencang menertawakan, lalu disusul suara tawa Sastra. Rasanya Gempar sudah menyatakan ketidaksukaannya diganggu. Entah kenapa mereka bertiga malah tertawa kayak kesurupan setan.
"Duh, Bray! Chicken dong, eh chill." Palitan masih tertawa. "Ha-ha... gue sama mereka berdua cuma mau nyapa kok. Siapa tau abis ini kecipratan jadi ganteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mint (TAMAT)
Teen FictionBerawal dari semburan yang tidak sengaja di wajah cantik seorang Peppermint, kehidupan Gempar di sekolah baru menjadi lebih berat. Bukan hanya makian, tapi rentetan balas dendam yang tidak berujung. Parahnya lagi, Gempar bertemu Mint dalam ekskul Dr...