3

19 5 0
                                    


Gak vote bintitan!

*

Tenang. Kim Ara sekarang harus bersikap tenang. Jimin masih duduk di sofa empuknya itu. Tapi matanya tak melepas Ara. Sejak kedatangannya, Park Jimin terus saja mengamatinya.

"Maaf Jimin-ssi, apa aku melakukan kesalahan? Kau membuatku tidak nyaman dengan tatapanmu itu," akhirnya Ara bersuara. Saat ini dia sedang menyiapkan makan siang.

"Aku hanya sedang mengingat-ingat," jawab Jimin tenang. Ara mengerutkan kening.

"Mengingat?" Dan Jimin mengangguk.

"Sepertinya aku sudah ingat,"

Kini Ara sukses dibuat diam. Apa yang akan Jimin ucapkan nanti? Apa dia ingat? Apa Jimin pernah melihat Ara saat beberapa tahun yang lalu?

"Jika aku tidak keliru, kau Kim Ara. Yang satu kampus denganku dulu,"

Ara langsung bungkam. Kenapa Jimin tahu? Bukankah dia dan Jimin bukan satu fakultas? Beda jurusan malah.

"Kau salah orang," Ara sungguh tak mau terlibat lebih rumit. Jimin hanya mengangguk-angguk saja.

"Oiya, aku mulai hari ini akan pindah ke kamar tamu.." ucapnya santai.

"Kenapa? Bukankah di kamarmu itu nyaman sekali?"

"Kau tak lihat aku kesulitan naik turun tangga?" Sarkas Jimin hanya dibalas dengan mengendikkan bahu. Ara sih tak ada masalah, lagipula pekerjaannya menjaga tuan muda itu lebih ringan.

"Sebenarnya kau itu hanya terkilir. Kenapa berlebihan sekali," Ara tak tahan untuk tidak mencelanya. Gatal mulut Ara. Dia sudah terlanjur mengambil sudut pandang negatif terhadap Jimin.

"Aku tidak bisa bergerak bebas, aku seharusnya bisa bekerja seperti biasa. Banyak tender yang belum bisa aku dapatkan. Lagipula aku seperti ini juga gara-gara siapa,"

"Baiklah baiklah, aku minta maaf. Tapi aku harap kau tidak menahanku terlalu lama, aku juga punya tanggung jawab lain yang sama pentingnya," ucap Ara.

"Nah, sekarang makanlah. Aku akan membuat kue setelah ini, jadi kau bisa lakukan apapun sesukamu," lanjutnya.

Jimin tak menanggapinya, dia mengambil sumpit dan mulai mengambil makanan yang sudah Kim Ara sediakan. Menyantap dengan cukup lahap, sembari terus melihat handphonenya.

"Sampai kapan kau akan memandangi handphonemu? Istirahatlah, setelah aku menyelesaikan ini kita ke rumah sakit, untuk cek kakimu itu,"

Jimin meliriknya, hanya sebentar. Gadis itu mulai banyak omong. Banyak mengatur setelah 3 hari merawat Jimin.

"Kau hanya bertugas merawatku, bukan mengaturku," jawab Jimin santai tanpa melepas pandangannya pada layar handphonenya. Ara menghempaskan nafas.

"Aku merawatmu, mengingatkan agar tidak terlalu lelah bekerja. Seharusnya kau istirahat cukup jika ingin cepat pulih," jawab Ara mulai galak.

"Baiklah, kau perhatian sekali ternyata.." Jimin terkekeh sendiri.

Ara tak memperdulikannya, dia sibuk membereskan dapur setelah memasukkan pakaian kotor Jimin ke kantong. Sempurna, Ara jadi pembantu rumah tangga.

-

Bukan hanya menjadi pembantu saja, Ara juga jadi sopir. Seperti saat ini, Jimin duduk dengan tenang di kursi belakang. Sementara Ara di depan mencak-mencak karena harus melayani si tuan muda sombong seperti Park Jimin.

Jimin bilang tak biasa duduk di depan berdekatan dengan sopir. Sialan! Batin Ara.

Ara benci situasi yang seperti ini.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang