8

17 2 0
                                    

Keringat bercucuran di pelipis hingga mengalir membasahi rambut. Ini adalah mimpi kesekian kali dari seorang Kim Ara. Matanya masih terpejam namun badannya terus saja memberontak seolah-oleh memang sedang berusaha sekuat tenanga untuk terlepas dari suatu hal dalam mimpinya.

Ji Hoon datang lagi dalam tidurnya. Dengan rasa yang sama, menyekik sampai ingin berhenti bernapas. Ara menendang-nendangkan kaki ke udara, kacau.

Tiba-tiba matanya terbuka dengan nafas tersengal-sengal. Kedua tangannya memeriksa leher yang memang kesakitan, dalam mimpinya. Ji Hoon tampak menyeramkan. Nyata sekali hingga Ara ketakutan. Bukan hanya dalam kehidupan nyata, Ji Hoon juga menerornya dalam tidurnya. Apalagi, setelah Ara mencoba terlepas dengan pria psyco berkedok flamboyan itu.

Kim Ara melangkah ke kamar mandi untuk sekedar mencuci mukanya. Toh, walaupun sudah menjauh dari pria itu, Ara masih saja ketakutan. Berusaha hidup sewajarnya tanpa ada bayangan dari sang kekasih, nyatanya sungguh sulit.



"Aku rasa, hari ini Ji Hoon akan menemuiku, tadi aku melihat seseorang sepertinya mengawasiku dari apartemen ke sini," Ara mengusap wajahnya. Rambut sebahunya dia kuncir asal untuk meredakan suhu udara yang mendadak panas, meskipun kedai miliknya sudah menggunakan AC.

"Apa kau ke tempatku saja? Ah, tapi dia juga sudah tahu apartemenku," Ciara ikut khawatir.

"Maafkan aku, Ciara-ssi. Kau ikut khawatir seperti ini,"

"Tidak, kau temanku. Aku tahu bagaimana pra itu menyiksamu selama ini,"

"Kita di kedai. Setidaknya aku aman jika di tempat umum, bukan?" Ara menyemangati diri sendiri.

"Benar. Ji Hoon tidak mungkin membuat onar di tempat umum, dia menggilai profesinya,"

"Baiklah, lupakan masalah ini. Ayo, kita bekerja!" Ara menggulung kemejanya. Ciara tersenyum lebar.

"Kajja!!"

Hari ini pelanggan cukup banyak, Ara baru sempat menutup kedai pukul 10 malam. Seharusnya kedai tutup pukul 9 malam. Tidak apa-apa, Ara bersyukur karena ia bisa mengelola kedai kecilnya bersama Ciara tanpa bantuan orang tuanya sedikit pun.

Perlu diketahui, kedua orang tua Ara sangat menyukai Ji Hoon. Dan berharap pria sakit itu jadi menantunya. Mereka tidak tahu saja, jika Ji Hoon berbuat dengan segala upaya untuk membelenggu Ara.

Ciara berjalan beriringan dengan Ara. Mereka memang memilih untuk berjalan kaki, karena jarak kedai tidak terlalu jauh dari apartemen. Namun, setelah Ara memasuki komplek apartemen, Ciara harus segera berpisah arah. Tempat tinggal sahabatnya itu cukup jauh, sehingga harus dilalui dengan taksi atau angkutan umum. Entah kenapa lokasi kedainya justru jauh dari rumah keduanya. Mungkin karena sengaja mencari yang lebih murah.

Setelah berjalan menyusuri tepi jalan raya, dan hampir sampai di apartemen kecilnya. Ara merasakan ada seseorang yang memang membuntutinya. Haruskah ia melanjutkan langkah menuju apartemennya?

Tidak, Ini tidak aman! - Pikir Ara.

Benar saja, seseorang memegang lengannya dari belakang. Ara membeku.

"Nona Ara, harap ikut saya. Tuan Ji Hoon menunggu di apartemennya," suara bariton milik pria tinggi besar itu. Berani taruhan, dia pasti bodyguard yang disewa Ji Hoon yang menguntitnya sejak pagi tadi.

Ara memutar otak. Bukan hal yang tepat jika ia melarikan diri ke dalam apartemennya. Karena, di sana juga sudah menunggu seseorang dengan perawakan yang sama. Rupanya mereka berdua telah bersiap untuk menyeretnya ke hadapan Ji Hoon.

Dengan sekuat tenaga, Ara menginjak kaki orang itu dan melarikan diri ke jalanan. meninggalkan pria yang sedang merintih kesakitan, namun tetap berusaha mengejarnya.

Kim Ara memang nekat. Tanpa berpikir panjang, ia menghentikan sebuah mobil yang sedang melaju. Sontak saja, mobil itu mengerem mendadak agar tidak menabrak Ara yang membentangkan kedua tangannya tepat di dpan mobil.

Tanpa ragu lagi, Ara menghampiri pintu mobil itu dan berusaha membukanya sambil memohon-mohon. Tak lupa sambil was-was karna bodyguard itu semakin dekat.


Park Jimin tersentak dan hampir mengumpat karena sang sopir mengerem mendadak.

"Yak, kau gil--"
"Tuan, maafkan saya. Tapi wanita itu--" sang sopir sudah tak melanjutkan ucapannya karena si wanita itu mengoyak-oyak paksa handle pintu mobil mewah miliknya.

"Apa wanita itu gila! Mobilku bisa rusak!" Jimin mengumpat tanpa ada niatan untuk membukakan pintu untuknya.

"Tapi tuan, dia terlihat sedang diburu oleh seseorang," ucap sopir yang langsung mendapat atensi dari Jimin. Benar juga, wanita itu ketakutan sambil terus menlihat ke arah seseorang yang berusaha mendekat.

Jimin langsung membukakan pintu.

"Kamsahamida, tuan!"

Mobil langsung berjalan. Setelah terlepas dari kejaran bodyguard, Ara menoleh ke si pemilik mobil.

"Kamu!" keduanya berucap bersamaan.

Jimin langsung menggeleng tak percaya. Kim Ara pun begitu.

"Hentikan mobilnya!" perintah Jimin. Sang sopir langsung menepikan mobil.

Namun Ara masih menoleh ke belakang dengan penuh khawatir.

"Kau mau menyuruhku turun, kan?" ucap Ara putus asa. Yang benar saja, jika ia turun sekarang, pasti akan dengan mudah bodyguard itu menemukannya.

"Tergantung," Jimin melipat poselnya, lalu menyimpannya di dalam saku jas mahal itu.

"Tergantung?"

"Jelaskan ada apa? Kenapa kau lari ketakutan dari pria itu?" Jimin melirik ke belakang.

"Ah, i-itu.." Ara bingung. Dia tak mau pria ini mengetahui kisah pilu hubungan asmaranya dengan Ji Hoon.

"Jadi, kenapa?" Jimin masih menunggu. Sedang Ara sibuk mencari alasan.

"I-itu..Apakah itu jadi urusanmu?" Ara putus asa. Biarkan saja jika dia harus turun dan tertangkap.

"Hm, baiklah. Sekarang kau boleh keluar dari mobilku," ucap Jimin datar.

Tanpa babibu, Ara keluar. Mobil Jimin segera pergi, dan dua bodyguard itu sudah menghampiri, bahkan telah siap dengan mobil SUV-nya.


"Lepas, aku bisa jalan sendiri!" bentak Ara saat pria itu menarik lengannya.


Sementara di dalam mobil,

"Maaf tuan, tapi wanita tadi benar dibawa oleh orang-orang itu," ucap sang sopir sambil melirik kaca spion.

Jimin ikut menoleh, dan benar. Ara terlihat memasuki sebuah mobil dengan paksaan.

"Bukan urusanku,"

tbc.

Hiyaaa...kadang pengen unpub aja T_T

🐣

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang