Ara pov
ku selalu membayangkan hal seperti saat ini selama beberapa hari. Ya, berada di hadapan Ji Hoon. Alih-alih mencengkeramku seperti biasanya, Ji Hoon lebih lembut. Dan justru mengusap pipiku dengan tatapan sendu atau apalah itu.
"Aku merindukanmu," Ji Hoon mengucap dengan lembut. Aku masih diam. Sungguh muak tak ingin bicara dengannya.
"Kau sudah makan malam? Atau kau ingin sesuatu? Aku akan meminta orangku--"
"Aku ingin pulang," Aku memutus ucapannya.
"Kenapa buru-buru, hmm. Kita baru ketemu. Tidakkah kau merindukanku?"
"Kita sudah selesai,"
Dia mulai tak suka kurasa. Tatapannya mulai beda. Lebih tajam dari yang tadi.
"Kau yang menginginkannya, bukan aku,"
"Sama saja,"
"Beda!! Tentu berbeda," Ji Hoon mengeraskan suaranya. Keningku mungkin berkerut karena memang aku tak habis pikir dengannya.
"Kau tahu kan, apa yang aku inginkan adalah mutlak. Jadi jangan bermain-main denganku," ucapnya melanjutkan.
"Cukup! Aku lelah, aku ingin kau pergi jauh dari hidupku!"
Plak!
Pipiku terasa panas dan perih sekaligus. Namun, masih ku coba untuk tersenyum. Toh ini bukan yang pertama kalinya.
"Sekali kasar, tetap kasar. Itu adalah kau!"
Ji Hoon membelai pipiku. Lantas mencengkeram di bawah dagu. Menatap tajam, lalu berkata.
"Apakah aku harus menghancurkanmu dulu?" Sarkasnya. Aku jelas sedikit gentar. Karena pria gila ini dari dulu berusaha melakukan keinginannya itu.
"Jika kau berani menyentuhku, akan ku bunuh kau!"
Ji Hoon langsung menghempaskanku ke sofa. Tubuhku terasa lemas. Ini mungkin karena aku mulai khawatir jika dia berbuat apa yang selama ini aku takutkan.
Rahangku terasa ngilu karena cengkeramannya tadi.
"Aku sangat mencintaimu. Kau justru ingin melukaiku?"
Aku tertawa lepas. Sungguh lucu terdengar di telingaku.
"Ji Hoon, dengar! Aku rasa, kau gila. Kau bertindak seolah-olah mencintaiku. Tapi kau terus melukaiku, kau orang paling jahat yang aku kenal,"
Rasanya sesak saat mengingat bagaimana aku dulu mencintainya. Berusaha dan berharap dia akan kembali seperti dahulu.
"Kau berubah. Kau tega memperlakukanku seperti tahananmu. Aku membencimu, demi Tuhan aku sangat membencimu,"
Ji Hoon diam dan hanya berlalu begitu saja. Sontak air mataku jatuh bercucuran. Aku mencoba untuk melangkahkan kaki untuk keluar dari rumah ini.
Saat melewati penjaga, aku mendengar jika ia sedang berbicara lewat hand talkie. Sepertinya, Ji Hoon membiarkanku untuk pergi. Nyatanya, penjaga itu hanya melihat tanpa mencegahku.
Ara pov end.
"Astaga Ra!" Ciara hampir berteriak melihat bekas tamparan Ji Hoon semalam. Kulit pipi membiru sangat terlihat. Ara hanya diam tak bereaksi.
"Ada baiknya kau lapor polisi. Pria itu gila!"
"Aku tak mau menambah rumit. Jadi biarkan saja,"
Ara sejujurnya sempat ingin melaporkan setiap kekerasan Ji Hoon terhadapnya. Namun, tak pernah yakin dan cenderung takut. Takut jika pria itu berbuat suatu hal yang lebih kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
FanfictionAwal pertemuan yang tak pernah diduga Dan berakhir dengan rasa ingin memiliki Jimin tak mau melepaskan Ara Meski Ara tak menyukainya, tapi hanya kepada Jimin tempatnya untuk melepas beban. -DESIRE- -Slow update- ⚠️ Rate akan meningkat sembari menyes...