6

15 2 3
                                    

Ada tanda bintang, boleh lah dipencet
Makasih,


Jimin duduk di sofa single sambil meneguk wine sisa semalam. Duduk dengan elegannya, sementara tubuh masih terbalut piyama satin. Matanya sebentar melirik seseorang di atas ranjangnya. Masih terlelap di bawah selimut tebal. Terlihat sekali cukup berantakan, apalagi beberapa lembar pakaian yang masih berserakan di lantai.

Keduanya belum lama melakukan pergumulan panas, dan diakhiri dengan si wanita terkapar. Berbeda dengan Jimin, pria bermarga Park ini tak pernah terlelap meskipun setelah menghabiskan beberapa jam bercinta.

Dia memang bukan pria yang mudah puas. Kebanyakan si wanitanya yang justru tak berdaya. Daya pikat Jimin terhadap beberapa wanita memang tak perlu dibantah lagi.

Jimin menyesap wine terakhirnya, lalu beranjak ke luar kamar. Tepatnya ke ruang kerjanya. Jimin sudah charging, jadi sekarang sudah punyai energi lagi.






Hari ini, agak siang, cuaca cukup cerah. Di kedai juga lumayan rame pembeli. Ciara sampai tak sempat istirahat karena sibuk melayani pelanggan.

"Minum dulu," Ara menyodorkan segelas minuman dingin.
Ciara menerimanya,

"Thanks,"

Kim Ara tersenyum, lalu kembali menemui pelanggan yang baru saja datang.
Dalam hatinya sungguh bahagia. Toko kecil miliknya bersama teman baiknya itu perlahan mulai banyak pelanggan. Dia bisa mandiri tanpa ada bantuan dari orang tuanya.

Sore menjelang malam hari,

"Mana yang lebih baik?" Kim Ara bertanya tentang taplak meja untuk tokonya.

Saat ini, ia dan Ciara sedang berbelanja keperluan toko. Sudah lama perabotan tidak mereka ganti. Setelah mendapatkan beberapa keperluan, kini Ara menuju ke vas bunga.

"Hmm, sepertinya ini bagus," gumamnya sendiri.

"Yak!" Ara memekik spontan karena vas bunga incarannya ternyata diserobot orang lain.

"Permisi, tadi saya duluan yang--" Kim Ara kicep saat wanita di depannya itu hanya mengangkat telapak tangannya di depan wajahnya.

"Aku mau vas bunga ini untuk meja kerja kekasihku, jadi ini punyaku!" ucap wanita itu.

"Aku lebih dulu ya!" Ara mempertahankan kemauan.

Ara makin melongo saat wanita berambut panjang itu tiba-tiba saja berteriak memanggil kekasihnya.

"Sayaang..!" Wah, Ara muak dengan wanita manja seperti ini.

Tak lama muncul seseorang berjas dengan tampilan dandy dengan rambut silver. Menunduk sambil melihat ponselnya.

"Ada apa ribut-ribut?" tanyanya setelah dekat.

"Aku mau vas ini ya, sangat cantik, apalagi kalau ditaruh di meja kerjamu," ucap wanita itu dengan aegyo. Ara berdecih. Apalagi tahu siapa pria yang baru datang itu.

"Eoh, kamu?"

"Jimin?"

Tebak, wanita itu adalah Irene. Dia justru dibuat diam saat Ara dan Jimin saling sapa.

"Sayang, aku mau ini. Tapi wanita ini tidak mau mengalah,"

Kim Ara membulatkan mata. Tapi, karena tak mau banyak berdebat dan terlibat masalah dengan security, Ara pilih berlalu begitu saja.

Ara mengedarkan pandangan mencari keberadaan Ciara.

Sementara itu,

"Nah, kan begini lebih baik," Irene puas karena berhasil memiliki vas bunga kecil itu. Jimin masih memandang kepergian Ara, hingga menghilang di balik etalase. Tanpa menghiraukan Irene, Jimin langsung pergi begitu saja.




"Kau kenapa?" Ciara menelisik ke Ara yang sedari tadi diam.

"Aku tadi bertemu dengan Jimin,"

"Ohya? CEO tampan yang--"

"Yayaya, CEO tampan. Cuma yang menggelikan, ada wanita bawel dan manja di sampingnya,"

"Waow, tahan. Kau kenapa, tak suka?"

"Ya, aku tak suka. Tapi bukan karena wanita itu kekasihnya Jimin. Dia merampas vas bunga incaranku, seharusnya itu milikku," oceh Ara. Ciara memutar bola matanya.

Heol, itu bukan suatu hal yang pantas diperebutkan, kan?

"Yayaya, terserah nona Ara saja,"

Di parkiran, Ara bersama dengan barang bawaan, menunggu Ciara yang sedang meminta petugas untuk dipanggilkan taksi. Ciara malas untuk mencari ke depan mall.

"Bagaimana kabarmu?"

Pertanyaan itu meluncur dari arah belakangnya, Ara sontak menoleh.

"Ah, kau lagi,"

Jimin menaikkan alisnya sebelah. Pasalnya, Kim Ara justru celingukan kemana-mana.

"Kau cari siapa?" Jimin ikut mengedarkan pandangan.

"Pacarmu. Aku tak mau kena masalah lagi, tampaknya dia cukup galak,"

Jimin terkekeh.

"Kau ini kebiasaan ya, belum apa-apa sudah men-judge orang. Dia sebenarnya bukan galak, tapi manja..membosankan," bisiknya di akhir kalimat.

"Wah, tuan sedang berusaha memperdayaku ya. Maaf, aku tidak tertarik,"

Lagi-lagi Jimin terkekeh sambil menggut-manggut.

"Menarik. Jika kau tertarik, bisa ke rumahku lagi, kebetulan aku rindu masakanmu,"

"Dalam mimpumu tuan. Permisi, taksiku sudah datang,"

Sebuah taksi datang sambil membawa Ciara di dalamnya. Entah bagaimana itu ceritanya si Ciara malah ikut sopir taksi.
Setelah memasukkan semua belanjaan ke bagasi, Ara masuk dan diikuti Ciara yang masih melirik Park Jimin. Pria itu masih setia berdiri di sambil tersenyum. Ara sih cuek saja.

"Kau yakin tak tertarik dengan CEO tadi? Tampan sekali, woah.." Ciara mulai melancarkan kalimat yang membuat Ara jengah.

"Sudahlah, jangan membicarakannya,"

"Ra, kau sadar tidak? Ada pria tampan di sekelilingmu, CEO itu, dan satunya lagi Jungkook,"
Ciara terlihat berbinar-binar. Ara sampai heran.

"Sudahlah, aku sedang tak ingin mencari kekasih,"

"Sebentar! Kau bilang apa? Lalu, hubunganmu dengan Ji Hoon?"

"Selesai," Kim Ara menjawab dengan nada dan ekspresi datar.

"Aku menyelesaikannya, semalam. Setelah dua tahun ini.." Ara tidak melanjutkan ucapannya. Kedua tangannya meremat ujung bajunya. Ciara tahu, Ara pasti berat mengambil keputusan itu. Tapi, setidaknya ia lega. Sahabatnya terlepas juga dari psikopat itu.

tbc.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang