1

28 3 0
                                    


Kaget. Suara gelas jatuh, tidak sampai pecah, masuk ke gendang telinga. Ara terbangun karena terkejut. Kepalanya pusing.

Menoleh ke ranjang rumah sakit, ah bukan, ini hanya klinik kecil. Ada seseorang yang sedang berusaha meraih sesuatu di atas meja nakas. Merepotkan.

Ara berdiri dan menghampiri, sejujurnya masih ingin tidur. Rasa ngantuknya teramat sangat menyerang. Tetapi, dia harus menyingkirkan rasa itu untuk seorang pria. Iya, pria itu sekarang mengisi retinanya. Melihatnya hanya juga menatap harap ingin dibantu.

"Mau apa?" Ara sudah menghampirinya,
"Aku sangat haus," jawab pria itu dengan sedikit senyum di bibir tebalnya. Ara dengan gontai mengambil gelas yang bersih dan menuang air ke dalamnya. Lalu memberikan pada pria itu. Setengah hati.

"Kau Park Jimin kan?" Ara berbalik untuk meletakkan kembali gelas itu, dan dijawab dengan dehaman si pemilik nama itu.

"Ingatanku masih tajam rupanya," celetuk Ara, lalu menghempaskan nafas pelan. Lalu ia kembali duduk dengan jengah. Sungguh wanita ini terlihat sangat masam. Jimin, pria yang kini sudah duduk bersandar itu menatap lekat Ara.

"Kapan sih dokternya memeriksamu? Yaak, berhenti menatapku seperti itu!" Ucap Ara meninggikan suara.
"Aku ini sedang sakit, tidak baik meninggikan suara seperti itu--" ucap Jimin santai. Ara memajukan duduknya, menatap Jimin lebih dekat--tidak sedekat itu, masih berjarak 2 meteran.

"Dengar ya, itu hanya lecet di dahimu saja. Dan kakimu, hanya terkilir. Bukan perkara yang besar sampai-sampai aku harus duduk di sini menunggumu sampai dokter datang, kau pikir aku punya waktu sebanyak ini?" Ara persis terdengar mengomel jengah. Jimin mencebikkan bibirnya.

"Bisa saja aku gegar otak gara-gara terbentur," ucap Jimin seenaknya.

Ara jelas membulatkan mata. Mulutnya mangap tak percaya, bagaimana orang terjatuh dan hanya lecet selebar cakaran kucing bisa gegar otak. Memang, Jimin jatuh karena tak sengaja Ara serempet, tapi kan tidak kena tabrak! Pikir Ara.

"Oh, aku tak percaya ini. Aku terjebak masalah dengan pria manja seperti dia," ucap Ara monolog. Jimin terlihat tak peduli.

"Yang jelas kau harus tanggung jawab. Kau bisa saja terkena sanksi menabrak orang karena mabuk,"
"Yaak, aku tidak mabuk," Ara tidak terima,
"Iya, tidak mabuk. Tapi semua badan dan mulut bawelmu itu bau alkohol, aku yakin kau pulang dari pesta kan. Sudah kuduga," Jimin berucap panjang. Ara hanya bisa memijit kepalanya,

Tiba-tiba pintu terbuka dan muncul seorang pria tinggi. Dia tampak tergesa-gesa dan sedikit panik.
"Maaf aku terlambat, aku tadi harus rapat dan, ah bagaimana keadaanmu sekarang?" Pria itu cukup perhatian. Ara melihatnya dari belakang, dan pria itu seperti pria kantoran.
"Aku tahu hyung pasti sibuk, tapi hanya kamu yang bisa aku hubungi,"

Ara hanya berdiri, menyaksikan pria yang mengenakan setelan jas dengan sepatu vantofel klimis itu sedang berbicara serius dengan Jimin.

#

"Kenapa aku harus ikut kalian?"
Baiklah, sekarang Ara hanya bisa bengong saat Jimin menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
"Aku bawa mobil sendiri," ucap Kim Ara sambil menujukkan mobil warna merah di parkiran. Itu mobilnya.
Jimin-yang saat ini sedang dipapah oleh pria yang akhirnya Ara tahu bernama Namjoon- mendekati Ara, ingin memastikan jika wanita di depannya ini mengerti apa yang akan dia ucapkan.
"Aku dapat laporan jika klien terbesarku membatalkan pertemuan pagi ini karena aku harus tiduran di klinik kecil ini, itu karena kamu yang sembrono menyerempet kakiku," ucap Jimin panjang dan menatap Ara tajam.

Ara hanya memutar bola matanya dengan malas,
"Lalu?" Ara sudah menduga jika pasti pria ini akan minta ganti rugi atas kerugiannya itu. Bukan masalah sebenarnya untuk Ara jika hanya sedikit. Tapi kalau dia harus membayar dengan jumlah yang banyak pasti akan sulit memintanya kepada sang Ayah. Ayahnya cukup pelit untuk uang yang akan ia keluarkan.
"Berapa aku harus ganti rugi?" tanya Ara percaya diri sekali. Jimin tetlihat menyunggingkan senyumnya.

"Kau harus merawatku. Ah bukan merawat seperti itu, aku bisa memanggil perawat profesional. Tapi aku bisa mengurangi pengeluaran harian untuk biaya bersih-bersih dan cuci baju," ucap Jimin dengan enteng. Namjoon hanya diam dan menaikkan alisnya melihat kelakuan temannya itu.

"Maksudmu, aku jadi pembantumu. Begitu?" Ara sukses melotot. Jimin mengangguk.
"Gila," Ara berkacak pinggang.
"Itung-itung aku bisa melupakan kejadian ini dan tidak melaporkanmu ke polisi,"
"Laporkan saja," ucap Ara asal. Jimin mencebikkan bibir dan mengangguk remeh.
"Baiklah," Jimin langsung merogoh ponselnya. Mengetikkan nomor pengaduan polisi dan menunjukkannya pada Ara. Niat sekali.

Ara melotot. Tak menyangka Jimin sungguh melakukannya, apalagi saat ponsel itu dalam mode loudspeaker dan panggilannya tak perlu lama langsung di jawab. Ara mulai panik saat polisi dalam ponsel itu bertanya pada Jimin.
Ara mengangguk ribut dan mengucapkan OK tanpa suara, terpaksa. Jimin tersenyum.

"Ah, maafkan saya. Saya rasa itu hanya kucing..maaf sudah mengganggu," ucap Jimin pada petugas layanan kepolisian.

"Jadi, silahkan masuk ke mobil saya," Jimin lebih dulu membuka mobil, dibantu Namjoon.

"Tunggu. Berapa lama aku jadi babumu?"






"Sampai kakiku sembuh,"--


Kira-kira penampilan Namjoon tadi begini

Kira-kira penampilan Namjoon tadi begini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tampan kan..suamiable banget 🤪

Jangan lupa votenya ya guys..gratis itu 😒

Oke..lanjut gak niihh >>>>>

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang