AZARO
Disebuah Desa kecil, desa yang masih merasakan segar nya udara-udara, pe-pohonan hijau yang subur, dan sungai-sungai yang jernih tanpa sedikitpun tercemar.
Kicauan merdu para ciptaan Tuhan, burung-burung seolah mengajak para petani untuk tidak mengeluh terhadap panasnya terik matahari.
Masih banyak orang-orang yang berkendara menggunakan sepeda untuk tidak menambah populasi udara yang nantinya hanya akan membuat udara tidak sehat.
Wanita dengan rambut terikat mengendarai sepeda dengan gembira. Kaki kecilnya bersemangat menggayuh pedal dengan lihai, tak peduli sepanas apa terik matahari siang ini.
Wanita itu beristirahat disalah satu pohon hijau yang rindang. Wanita dengan kaos putih polos yang melekat ditubuh mungilnya itu menyampirkan sepedanya ke batang pohon.
"Huh capek." keluh wanita itu sambil menyeka keringat-keringat yang mengucur dari pelipisnya.
Seolah tau, angin berhembus dari timur. Membawakan kesejukan yang tentunya tidak akan disia-siakan oleh orang yang berada di sawah apalagi yang beraktivitas berat.
Wanita itu merentangkan tangannya dan menghadap ke-arah datangnya angin.
Rambutnya yang terurai itu ber-terbangan dihembus angin.
"Hei!" suara power memanggil dengan lantang.
Wanita itu menoleh. Ia berdiri kemudian menaiki sepedanya untuk mendapati pria dengan gaya rambut kekinian.
"Kenapa?" tanya wanita itu.
"Kerjamu belum selesai, jangan main aja!" balas pria itu sebal.
"Aku baru aja mau pulang." kata wanita itu sambil menaiki sepeda. "Biar aku yang bawa, aku juga capek lari kesini." wanita itu menghembus nafas pasrah. Diberi-alih sepeda itu kepada pria yang sedikit lebih tinggi darinya.
"Bisa mati kamu kalau ketahuan seperti ini terus." pria itu memulai obrolan saat sudah berada di tengah-tengah perjalanan pulang.
"Aku lebih baik dipukul, atau bahkan dicambuk sekalipun, dari pada harus dihina-hina. Capek tahu."
"Sudah tahu dia suka menghina kenapa kamu tetap bebal?" ujar pria itu sambil menggayuh sepeda lebih cepat.
"Apa kamu gak benci sama dia?" pria itu berpikir sejenak, "Aku gak punya alasan untuk membencinya,"
Wanita itu berpikir, menyimak apa yang dikatakan pria itu barusan. Ada benarnya. Mengapa juga harus membenci? Semuanya punya alasan, bukan?
"Sampai!" seru pria di depannya itu sampai membuat gadis itu terkesiap karena terkejut. Wanita itu memukul keras punggung pria itu, "Aku kaget!" kesalnya. Pria itu hanya menyengir tak berdosa, diparkirkan nya sepeda itu didepan rumah sederhana ber-cat putih.
Dentuman musik keras menjadi penyambut wanita dan pria yang baru saja memasuki rumah. Ditambah lagi teriakan orang-orang didalam rumah yang nyaris membuat telinga terpecah.
"Berisik banget sih!" kata Geri, kembaran Risa. yang tadi bersama si gadis.
Evan, Kevin, dan Dimas menoleh kepada Geri, Kevin anak kedua dari keluarga Azaro mengecilkan volume musik.
Risa berada dibelakang Geri. Takut-takut menampakkan dirinya kepada harimau-harimau ganas di depannya itu.
"Risa!" wanita bernama Risa itu tersentak kaget. Ragu-ragu ia menodongkan kepala nya.
"Baru pulang? Lama sekali ya mainnya." ujar Kevin. Saudara Risa yang sangat tegas di keluarga Azaro.
"Lagian ngapain sih main sepeda panas-panas?" Dimas, anak ketiga ikut menimpali.
Wanita bernama Risa itu tentu sudah tau risiko perbuatannya itu dan pasti akan siap menerima konsekuensinya.
Saat awal mentari terbit kebumi, Risa pergi naik sepeda sebelum semua saudara-saudaranya bangun. Lima menit setelah Rina, ibunya pergi bekerja ke kota.
"Aku hanya melanggar kali ini saja. Aku butuh istirah-"
"Semua juga capek Risa! Kenapa kami tidak istirahat tetapi kamu istirahat? Apa bedanya memang?" pungkas Kevin dengan tatapan elang yang jelas membuat nyali Risa menciut.
"Kamu perempuan satu-satunya. Disiplin!" timpal Kevin.
"Kenapa sih Risa terus?!" Kevin melotot sambil mengernyitkan dahi. Kevin berjalan seiring dengan detak jantung Risa saat ini.
"Kenapa sekarang pandai melawan?"
"AAA!"
- - -
See u next part!
Jangan lupa vote and coment ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
AZARO
Teen FictionBenar-benar ajaib. Sekali jatuh aku nyaris larut seumur hidup. Hidupku benar-benar seperti bunga tak disiram air. Seperti bumi tanpa matahari, dan seperti malam tanpa bintang-bintang. Tak ada yang tinggal kecuali udara yang mengelus seluruh tubuhku...