5

16 4 1
                                    

"Kenapa sih?! Kenapa gak pernah bisa buat Ibu senang sedikit saja?" nada bicara Rina tak biasa. Dia geram bukan main.

Mengingat kepulangannya yang disambut oleh Kevin yang babak belur pulang dengan Risa yang acak-acakan dan luka serius dikepala belakangnya.

"Kevin! Apa kamu sudah merasa paling kuat?! Hah?!" Rina menoel keras pipi Kevin yang terdiam dengan lebam di semua permukaan wajahnya.

"Kevin cuman mau bantuin Risa, Bu." ucapnya membela diri.

Plak!

"Membantu dengan kekerasan? BODOOOOH!" tak pernah ada kebenaran dimata Ibu nya itu. Lagi-lagi anak-anaknya dibuat makan hati oleh kata-kata keji nya yang sangat menusuk.

"Tapi dia melecehkan Risa, Bu." hardik Kevin lirih.

"Risa! Kenapa keluar jam segini?! Mau jadi jalang kamu?! Iya?! Gadis mana yang keluar jam segini?!" cerca Rina emosi.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi sebelah kiri Risa dengan kuat.

"Jaga bicara Ibu! Tau apa ibu tentang Risa?!" Dimas yang sangat jarang membela saudaranya pun ikut angkat bicara.

"Kenapa kamu mau ikut-ikutan juga?" Rina berjalan hingga sekarang sampai kehadapan Dimas.

Plak!

"Kalian semua sama aja!" teriak Rina murka.

"Kenapa Ibu egois sekali?" Evan angkat bicara.

"Apa Ibu gak mikirin perasaan anak-anak Ibu? Ibu selalu saja begitu, merasa paling benar. Kenapa sih, Bu?" paparan Evan barusan berhasil membuat Rina bungkam beberapa saat.

"Ibu cuma gak mau kalian gagal! Emang kalian mau kayak Ibu? Mau kalian susah kayak ibu?!!"

Risa yang sedari tadi bungkam pun terbatuk. "Bu, m-maafin Risa." katanya lirih.

"Gak ada yang bisa nyenangin saya!" teriak Rina sendu, ia melenggang pergi keluar rumah.

"Udah berapa kali saya bilang jangan pernah pergi-pergi ketempat yang kamu tau itu gak aman!" Kevin menggeplak meja keras.

"Kenapa kamu bebal banget sih Risa?!" tambah Kevin.

"R-risa takut kak.." lagi dan lagi jalan Risa adalah menangis.

"Makanya jangan cupu anjing! Gak punya temen kan jadinya!" kembali lagi Kevin menggeplak meja.

"Nangis aja!" tangan Kevin menggantung di udara, bersiap untuk memukul adiknya itu.

"Tahan bang." kata Dimas sambil memisahkan Kevin dari Risa.

"M-maafin Risa hiks.. M-maafin Risa udah jadi beban buat abang hiks.."

"Kalau sampai bapak tau kehidupan lu miris kek gini! Bisa stres dia!" kata-kata yang baru saja dilontarkan Kevin berhasil membuat Risa berpikir kemana-mana.

"Bubar!"

- - -

"Ibu dimana?" tanya Geri ketika sudah sampai di meja makan.

"Kerja." balas Dimas

"Cepat banget." Geri duduk sambil memakan sarapan yang sudah disediakan Ibu nya. Seperti biasa, hanya ada lauk pauk sederhana dimeja makan.

Uang saku tetap diberikan Rina kepada mereka. Memang tak banyak tapi sudah cukup jika untuk pelajar. Itu sebabnya mereka kadang bekerja untuk menambah uang saku. Merasa tidak puas dengan uang saku yang diberikan Rina. Lain dari Risa, ia selalu menabung uang sakunya agar dapat dipergunakan jika ada keperluan lain.

"Tumben hening. Kenapa?" Evan tiba-tiba datang dari pintu kamar. Sambil melihat kemeja makan tatapan Evan tersorot kepada raut tak bersahabat Kevin kepada Risa.

"Vin, udahlah. Lupain kejadian kemarin." bujuk Evan sambil duduk disamping Kevin.

"Dia harus tau bang. Dia gak boleh terus lemah begini!" cibir Kevin sambil menoleh kesembarang arah.

"M-maafin Risa b-bang" ujar Risa lalu menunduk.

"Kapan sih Ris lu bisa normal?"

"M-maksudnya?" Risa bingung. Apa yang dikatakan abang nya yang satu itu?

"Risa normal kok." ujar Risa sambil menahan sesak dibenaknya.

Perkataan seorang lelaki memang benar sangat menghujam hati. Sakit.

"TERSERAH!" Kevin meletakkan sendoknya kuat. Lalu pergi yang tentunya ke sekolah.

"Benar kata bang Kevin, Ris. Jangan lemah!" kini Dimas ikut menimpali.

"Udah, kalian pergi aja. Jangan buat keributan." lerai Evan ketika tau akan terjadi keributan dirumah ini.

"Ayo." ajak Geri yang sudah berdiri dari meja makan. Risa pun sama, ia bergegas mengikuti Geri yang berada di depannya.

"Gimana kepalamu?"

"Ssh" erang Risa kesakitan ketika Geri baru saja menyentuh bagian kepala belakangnya yang terkena balok kayu akibat melindungi Kevin terhadap pria hidung belang kemarin.

"Masih sakit?" tanya Geri polos.

"I-iya."

"Lain kali gak usah pergi ke tongkrongan! Buat ribet aja." cerca Geri, mereka berhenti sebentar.

Risa mendongak, seolah mendapat kekuatan untuk menatap wajah kembarannya itu.

"Ingat, Ris. Jangan lemah," Risa merasa gundah, tatapan Geri sangat menusuk dan tajam.

"Orang-orang itu memang munafik, maunya berteman dengan yang punya saja. Mereka hobi dalam merundung orang kekurangan seperti kita. Mereka musuh kita, Ris." Geri menghela nafas panjang. "Musuh keluarga kita." tekan Geri kemudian mendekat kepada Risa.

"Satu lagi, kasih tau aku kalau kamu dirundung sama tiga iblis itu." Risa yang sudah sejak tadi menunduk karna Geri yang mengikis jarak pun terpaksa mendongak tatkala Geri mengangkat dagunya.

"I-iya."

"Bagus." Geri menepuk pucuk kepala Risa. Kemudian melenggang pergi mendahului Risa.

Bagian yang jelas-jelas tak pernah Geri lakukan selama bertahun-tahun kepada Risa.

Geri sama saja seperti ketiga abang lainnya. Memiliki kepribadian yang buruk, suka mabuk-mabukan, merokok, suka membentak, tak pernah bersikap manis, dan keji.
.

.

.

.

.

"Cih jalang!"

- - -
See u next part!
Jangan lupa vote and coment ya!

AZAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang