-Semua orang saling menyayangi. Tapi, ada saja yang tak tau cara menyampaikan.-
- - -
"Woi!" suara power berat menggema dari sudut gudang.
Semua lantas menoleh pandang ke sumber suara.
"G-geri?"
Plak!
Plak!
Plak!
Tamparan mendarat sempurna dipipi ketiga manusia keji itu. Entah sejak kapan Geri menyaksikan ke-kejian Charoline dkk terhadap adiknya sendiri.
"Iblis." Geri dengan sikap cool nya tersenyum sinis melihat Charoline dkk.
Charoline dkk masih memegangi pipinya yang memerah. "Kenapa? Sakit?"
"Kamu jahat Ger!" Charoline terisak.
Geri berjongkok menyesuaikan diri dengan Charoline. "Terus apa bedanya saya sama kamu?"
Plak!
Sekali lagi Geri menampar keras pipi Charoline.
"Pergi!" teriak Geri memekakkan telinga.
Melihat belum ada tanda-tanda pergerakan terhadap Charoline dkk Geri kembali berteriak lebih keras.
"PERGI!" Charoline dkk terkejut bukan main. Sambil tetap memegang pipinya Charoline dkk pergi dari gudang.
Hening menyelimuti Geri dan Risa cukup lama. Melihat wajah Risa yang tak tau lagi bagaimana bentuknya. Mata sembab, rambut berantakan, dan basah kuyup.
"Tolol bodoh bego!!"
Risa tersentak sambil menyempatkan diri menatap sebentar mata elang sang kembaran yang sudah darurat emosi.
"Kenapa gak ngelawan anjingggggg!!" Geri mengguncang kuat badan Risa.
Risa menangis lagi lagi dan lagi. "Nangis aja terus nangis!" geram Geri rahangnya mengeras bukan main.
"Ngelawan apa susah nya sih anjingggggg?!" umpatan demi umpatan keluar dari mulut Geri.
"BANGSAT BANGSAT BANGSAAAAAT!!" Geri memukuli dinding sakin emosinya.
Beralih menjambaki rambutnya dan mengusap wajahnya kasar.
"M-maaf." akhirnya Risa berkekuatan mengatakan sesuatu.
Dengan nafas tersengal-sengal, Risa terus mengatakan hal yang sama.
"M-maaf."
"M-maaf G-geri. Aku gak bisa lawan mereka, aku bodoh, aku lemah." Risa semakin terisak hebat. Tangannya menjambak-jambak rambutnya keras.
"M-maaf."
"Dengar saya." tangan Geri dingin menyentuh pipi Risa. Ia menautkan dahi nya dengan dahi Risa.
"Kamu bakal mati kalau terus kayak gini."
- - -
"Halo?"
"Halo, pak. Apa kabar?"
"Kabar baik. Kamu gimana sekolahnya?" jawab penerima panggilan, Bagus, bapak Risa.
"Baik."
"Hm pak?"
"Kenapa, nak?"
"Bapak kapan pulang?" ragu-ragu Risa bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZARO
Teen FictionBenar-benar ajaib. Sekali jatuh aku nyaris larut seumur hidup. Hidupku benar-benar seperti bunga tak disiram air. Seperti bumi tanpa matahari, dan seperti malam tanpa bintang-bintang. Tak ada yang tinggal kecuali udara yang mengelus seluruh tubuhku...