"Nyonya Park, apakah anda sudah tahu jika hari ini Jimin pingsan di sekolahnya?" Ibu Jimin sedang menjemur pakaian di depan halaman rumahnya saat tetangganya, nyonya Min datang ke rumah dan kemudian memberikan kabar kurang mengenakkan untuk di dengar olehnya. Bagaimana mungkin ia sudah mendengar kabar jika di rumah mereka saja tidak tersedia ponsel, jangankan ponsel bahkan telepon rumah pun mereka tak memilikinya. Keluarga Jimin memang bukanlah keluarga kaya raya yang bisa memenuhi segala kebutuhan dan juga fasilitas rumah seperti kebanyakan orang di luar sana.
Terkadang jika anaknya kehabisan buku untuk menulis di sekolah, nyonya Park terpaksa harus mengutang di warung dekat rumah mereka. Beruntung jika ia di pinjamkan karena jika tidak begitu maka ia dengan segala kerendahan dirinya harus menahan perasaan malu untuk sekedar mengajukan pinjaman kepada sanak saudara yang memang tinggal tidak jauh dari rumah mereka.
"Tidak, aku sama sekali belum mendengarnya. Kau sendiri tahu jika di rumahku tidak ada telefon rumah. Sebenarnya ini bukan kali pertama Jimin mengalaminya. Kau tahu saking tidak teganya anak itu melihatku khawatir ia terkadang berbohong dan mengatakan jika ia sudah sarapan pagi. Kau tahu bukan seperti apa rasanya menahan lapar di saat-saat musim dingin seperti saat ini?"
Nyonya Min yang mendengar pengakuan dari Ibu Jimin lantas menundukkan kepalanya, benar-benar merasa malu. Setelah mengetahui bagaimana beratnya hidup teman anaknya itu.
Sikap Jimin terlihat begitu berbeda bila di bandingkan dengan sikap anaknya, Yoongi. Putranya itu bahkan sering mogok makan bila di atas meja makan mereka tidak tersedia makanan favoritnya yaitu ayam goreng. Nyonya Min terkadang harus rela pergi ke pasar pagi-pagi bila di kulkas mereka sudah tidak tersedia bahan makanan. Tidak apa-apa pikirnya, bukankah itu semua wajar di lakukan oleh orang tua sepertinya. Kebahagian anak adalah yang paling penting bagi nyonya Min.
"terkadang aku merasa iri karena kau memiliki Jimin sebagai Anakmu. Dia adalah Anak yang baik, pintar dan juga sopan. Tidak seperti Anakku, Yoongi yang walaupun pintar tapi memiliki sikap yang buruk."
Nyonya Min menangis setelah menceritakan sikap anaknya. Tentang bagaimana anaknya yang awalnya begitu baik tiba-tiba berubah menjadi anak yang memiliki temperamen yang buruk dan itu terjadi begitu saja tanpa bisa ia kendalikan. Ibu Jimin turut merasa sedih. Awalnya Anaknya begitu dekat dengan Yoongi tapi untuk alasan yang tidak jelas Yoongi tiba-tiba menjauhi Jimin. Semua kejadian itu bermula ketika Jimin berhasil menggeser posisi Yoongi dari yang awalnya peringkat satu umum turun menjadi peringkat dua di bawah Jimin. Nyonya Park ingat, benar-benar ingat seperti apa cara Yoongi mendorong Jimin hingga hampir membuat anaknya itu tertabrak mobil saat mereka hendak menyeberang di jalan raya. Untuk ukuran seorang sahabat, hal itu tentu saja sangat di sayangkan, namun untungnya setelah kejadian itu ayah dan Ibu Yoongi lamgsung meminta maaf pada Jimin dan juga Ibunya karena jika tidak melakukannya mungkin Ibu Jimin akan mengajukan laporan ke pihak yang berwajib atas perbuatan Yoongi yang dengan sengaja ingin mencelakakan Jimin.
"Tidak, itu tidak benar. Kita semua tahu jika Yoongi adalah anak yang baik. Dia seperti itu pasti ada penyebabnya. Sebagai orang tua yang baik Kita harus membimbingnya. Aku yakin cepat atau lambat dia pasti akan kembali menjadi Yoongi yang baik hati seperti yang kita kenal dulu."
Tangisan nyonya Min langsung pecah, merasa malu karena walaupun Putranya telah banyak menyakiti hati Jimin dan juga Ibunya. Mereka berdua masih saja peduli dengan Yoongi.
" maafkan aku. Aku memang orang tua yang gagal. Aku gagal mendidik Yoongi hingga ia bisa berubah menjadi seperti sekarang. Seharusnya aku mencegah hal ini agar tidak terjadi, tapi..."
"Ssttt...sudah, aku dan Jimin pasti akan membantumu. Jadi sekarang berhentilah menangis" nyonya Min mengangguk di dalam pelukan nyonya Park. Merasa beruntung karena memiliki sahabat seperti Ibu Jimin yang akan selalu ada untuknya di saat susah maupun senang. Teman dan Sahabat adalah dua hal yang berbeda. Memiliki kemiripan namun dalam artian yang berbeda. Kau akan tahu perbedaannya jika kau memiliki keduanya, Teman dan juga Sahabat.
.
.
.
Sesampainya di uks, Jungkook langsung membaringkan Jimin di atas ranjang. Bisa di lihat dari raut wajahnya jika saat ini pria itu begitu mengkhawatirkan keadaan Jimin. Benar-benar takut jika terjadi sesuatu pada pria mungil itu, apalagi hingga detik ini Jimin bahkan belum sadarkan diri. Dokter mengatakan jika penyakit maag yang di miliki Jimin kambuh. Sebenarnya ini bukan kali pertamanya Jimin jatuh pingsan saat sedang berada di sekolah. Dalam sebulan mungkin bisa tiga sampai empat kali Jimin pulang balik masuk uks. Jadi wajar jika Dokter yang berjaga di ruangan itu telah menghafal betul wajah Jimin. Bahkan Dokter muda yang bernama Rowoon itu diam-diam mengagumi paras cantik Jimin.
"Aku bisa menjaganya di sini, jadi kau bisa kembali ke kelas. Tidak ada hal yang perlu di khawatirkan, setelah ia siuman aku akan menyuruhnya makan dan juga minum obat."
Jungkook tidak buta untuk tidak mengetahui jenis tatapan apa yang di berikan oleh Rowoon pada Jimin. Pria itu terlihat begitu mengkhawatirkan Jimin dan mungkin saja memiliki ketertarikan khusus pada pria mungil yang tengah memejamkan matanya di atas tempat tidur.
"Tidak, aku akan tetap menjaganya di sini. Jadi kau bisa merawat yang lainnya. Bukankah akan terlihat aneh jika kau terus menunggunya disini. Kau tahu seberapa cepat rumor di sekolah ini menyebar? Jadi jika kau tidak ingin mendapatkan masalah maka dengarkan apa yang aku katakan."
Dokter muda itu membalas ucapan Jungkook dengan sebuah senyuman tipis. Memilih mundur bahkan di saat ia belum sempat mengatakan apapun pada Jungkook. Kekuasaan dan koneksi, adalah dua hal yang harus kau miliki. Rowoon cukup tahu diri dan tidak ingin melewati batasnya kali ini. Ya, setidaknya untuk hari ini saja ia mengalah pada Jungkook, kedepannya Rowoon berjanji akan memperjuangkan perasaannya pada Jimin.
Setelah kepergian Rowoon, Jungkook memberanikan dirinya untuk mengusap wajah Jimin yang di penuhi oleh keringat namun karena posisi ranjang tidur Jimin dan juga kursi Jungkook yang agak berjarak, membuat Jungkook harus mendekatkan wajahnya ke wajah Jimin. Niat awal ingin menyeka keringat Jimin namun hal itu langsung sirna ketika pandangan Jungkook teralihkan ke Bibir Plum milik Jimin. Bahkan Jungkook sempat meragukan dirinya sendiri, apa benar tadi ia sempat menelan air liurnya sendiri hanya karena terpesona melihat keindahan bibir Jimin. Ah, yang benar saja. Sepertinya itu bukan dirinya.
Jungkook belum sempat menjauhkan wajahnya saat Jimin tiba-tiba membuka matanya dan membuatnya tersentak kaget di tempatnya. Satu tangan Jungkook yang awalnya menjadi tumpuan di samping tubuh Jimin seketika langsung berubah lemas seperti jelly, entah karena kaget atau karena ada hal lainnya.
"Apa yang kau pikir sedang kau laku..." dan tubuh Jungkook jatuh menimpa tubuh Jimin dengan bagian dahi dan juga bibir mereka yang saling bertabrakan.
Jimin speechless, benar-benar tidak menyangka jika ciuman pertamanya iti akan ia dapatkan di saat usianya masih 17 tahun.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE
Fanfictionsejak kecil Jimin telah banyak memperoleh perlakuan tidak mengenakkan dari orang- orang di sekitarnya dan karena Hal itulah ia tumbuh dengan penuh kebencian di dalam hatinya. Hanya ada satu orang yang ia percayai di dunia ini, orang yang kemungkina...