Jimin tidak tahu kapan dan darimana orang-orang berpakaian serba hitam itu datang hingga sekarang mereka semua mulai bergerak membopong tubuh ibunya menuju sebuah mobil sedan hitam yang entah sejak kapan sudah terparkir apik di depan halaman rumahnya. Ingin bertanya namun Jimin di buat takut saat melihat seperti apa orang-orang bertubuh tegap itu memandang dirinya saat ini. Jadi satu-satunya yang bisa Jimin lakukan adalah pasrah dan membiarkan kemanapun orang-orang itu akan membawa mereka berdua.
"Bisakah kalian membiarkanku semobil dengan ibuku? Dia sedang sakit dan..." perkataannya sontak terputus ketika salah satu dari orang-orang itu terlihat menerima sebuah panggilan. Tidak ingin mencari tahu lebih banyak namun di sisi lainnya Jimin juga di buat penasaran apalagi saat ia mendengar sebuah nama yang dari orang yang bisa di bilang cukup ia kenali meskipun tidak dalam artian dekat namun tetap saja kan Jimin mengenalnya?
"Kami sedang dalam perjalanan, tuan. Dan untuk Tuan muda Jungkook, mohon maaf kami masih belum berhasil menemukannya, tuan." Beberapa detik setelah itu hanya nada kemarahan yang bisa Jimin dengar dari arah seberang telfon. Jika ia tidak salah menduga, sepertinya lawan bicara orang itu adalah Tuan Jeon Yunho, ayah dari Jungkook.
"Pokoknya aku tidak mau tahu. Cepat cari anak itu dan bawa dia pulang ke rumah bagaimana pun caranya."
"Tidak perlu khawatir, tuan. Karena kami akan melakukan apapun untuk bisa membawa tuan muda pulang ke rumah secepatnya."
Pria berpakaian formal itu sempat melirik ke arah Jimin sebentar sebelum akhirnya menyudahi panggilan yang di tutup secara sepihak oleh ayah Jungkook. Jimin yakin saat ini Tuan Jeon tidak sedang dalam keadaan yang mood cukup baik untuk bisa di ajak berbicara dalam waktu yang cukup lama. Sama halnya dengan pria berpakaian hitam yang duduk tegap tanpa bergerak bagaikan patung di sisi kiri dan juga kanannya.
"Kalian berdua di bawa secara terpisah. Ibumu akan di bawa ke rumah sakit terlebih dahulu untuk menjalani serangkaian perawatan." Dahinya mengerut. " lalu, bagaimana denganku? kalian akan membawaku pergi kemana?" Jimin merasa panik saat menyadari seberapa jauh orang-orang itu membawa dirinya. Ingin memberontak namun sepertinya usahanya itu akan berakhir sia-sia jadi Jimin hanya bisa duduk dan menunggu jawaban atas pertanyaan yang sempat ia ajukan beberapa waktu yang lalu.
"Anda akan mengetahuinya begitu anda bertemu dengan tuan kami. Jadi sekarang tetap tenang di tempat anda dan biarkan kami menyelesaikan pekerjaan tanpa hambatan." kepanikan kian melanda apalagi setelah ia tahu jika setelah ini ia tidak akan bisa menemani ibunya di rumah sakit. Jimin takut terjadi apa-apa dengan ibunya terlebih selama ini ibunya sama sekali tidak pernah mengeluh tentang penyakit atau pun gangguan yang ia derita. Memikirkan ibunya harus berjuang di antara rasa sakit sementara ia tak ada sisinya sedikit banyaknya membuat hati Jimin di rundung perasaan bersalah. Andai saja ia tidak mengiyakan permintaan ibunya untuk menemani Jungkook pulang, mungkin semua ini tidak perlu ia alami bersama dengan ibunya. Mereka hanyalah orang miskin. Jadi katakan padanya apa yang orang-orang kaya itu inginkan darinya.
"Aku tidak merasa memiliki urusan dengan tuan kalian. Jadi sekarang bisakah kalian membiarkanku turun? Aku ingin menemani ibuku." Cicitnya dengan kedua tangan yang ia satukan di depan dadanya. Berharap sekiranya orang-orang itu akan menaruh rasa iba pada dirinya namun sepertinya harapannya itu harus pupus di tengah jalan ketika salah satu dari orang itu mulai menggunting lakban dan kemudian menutup mulut Jimin. Mengikat kedua tangannya ke belakang agar pria itu tak lagi memberikan perlawanan yang berarti. Jimin menangis dalam diam. Tidak tahu lagi bagaimana caranya agar membuat orang-orang itu mau melepaskan dirinya. Ia merasa tidak memiliki urusan dengan keluarga Jungkook jadi kenapa sekarang orang-orang ini malah membuatnya terlihat seperti memiliki keterlibatan dalam permasalahan yang di hadapi oleh Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE
Fanfictionsejak kecil Jimin telah banyak memperoleh perlakuan tidak mengenakkan dari orang- orang di sekitarnya dan karena Hal itulah ia tumbuh dengan penuh kebencian di dalam hatinya. Hanya ada satu orang yang ia percayai di dunia ini, orang yang kemungkina...