Jimin sedang membuat minuman untuk Jungkook ketika Ibunya tiba-tiba datang dari arah belakang dan kemudian mengagetkan dirinya. Untung saja Jimin sigap memegang erat gelas minuman yang tadinya sedang ia aduk isinya karena jika tidak maka sudah di pastikan isinya akan jatuh ke lantai dan kemudian gelasnya akan pecah.
Nyonya Park tertawa saat melihat cara kaget Jimin yang lucu, sudah kebiasaan jika sedang kaget maka Jimin pasti akan latah dan tidak lupa mengucapkan beberapa kalimat yang tak kalah lucunya bagi Nyonya Park.
"Memangnya kau sedang membuat apa, masa Ibu bicara pelan begini saja kau langsung kaget begitu?" Bahu Jimin di rangkul oleh Ibunya Sementara Jimin masih sibuk menetralkan laju pernafasannya yang tadinya sempat tak beraturan.
"A-ah...tidak. Aku hanya sedang membuat minuman saja. Lalu, apakah tidur Ibu nyenyak?" Nyonya Park mengangguk mantap, mungkin karena efek kelelahan menangis tadi tidurnya jadi nyenyak sekali.
"Iya, tentu saja Ibu tidur nyenyak. Kau tahu, Ibu bahkan baru kali ini bisa tidur siang selama hampir 4 jam loh." Jimin sangat senang mendengar pengakuan Ibunya itu walaupun tak menutup fakta bahwa ia juga merasa sedih karena sempat mendengar suara tangisan Ibunya di dalam kamar.
"Syukurlah, Jimin senang kalau Ibu juga senang. Oh iya, aku ke depan dulu yah Bu" Nyonya Park mengerutkan dahinya karena ia pikir tadinya Jimin itu sedang membuat minuman untuk dirinya sendiri namun nyatanya bukan begitu. Karena penasaran Nyonya Park mengekori Putranya dari belakang. Tersenyum lebar saat melihat ada teman Jimin yang datang ke rumah mereka. Padahal tidak biasanya Jimin membawa temannya pulang ke rumah, bahkan jika ingin mengerjakan tugas maka ia akan mengajak temannya itu untuk bertemu di luar. Nyonya Park tidak tahu apa alasannya tapi ia pikir pasti Putranya itu punya alasan tersendiri mengapa ia tidak pernah mengajak temannya berkunjung ke rumah mereka.
Jimin memasang wajah datarnya saat melihat Jungkook di depannya malah tersenyum manis ke arahnya. Tenang saja Jimin bukanlah orang yang mudah keegeran jadi ia tidak akan melunak hanya karena perubahan sikap Jungkook yang biasanya menjengkelkan kini berubah jadi manis dalam sekejap.
"Daripada gigimu kering lebih baik minum minuman ini. Tidak perlu khawatir aku tidak menaruh racun di dalamnya kok." Ucap Jimin saat melihat Jungkook memperhatikan jus jeruk yang baru saja ia letakkan di depan Pria itu. Sementara itu Jungkook yang sejak tadi melirik bergantian Jimin dan juga minuman di depannya langsung tak terima saat mendengar apa yang baru saja di katakan oleh Pria mungil itu.
"Kau ini sebenarnya kenapa, aku bahkan baru melihat minumannya tapi kau sudah menuduhku sembarangan. Memangnya apa yang salah denganku, sejak tadi aku berusaha bersikap baik padamu tapi kau malah memperlakukanku seperti ini."
Jimin berdecih di tempatnya, kedua tangannya ia lipat di depan dada. "Itu karena aku risih berdekatan denganmu, jadi cepat habiskan minumanmu dan pergi dari rumahku sebelum Ibuku melihatmu." Jimin mengatakan hal itu seperti ia akan mengusir Jungkook dari rumahnya. Jungkook tidak bisa berkata apa-apa lagi apalagi setelah ia menerima pelototan mata dari Jimin. Apakah sebegitu tidak nyamannya Jimin berdekatan dengannya sampai-sampai Pria itu memintanya untuk segera pergi dari rumahnya. Memangnya apa yang salah dengan dirinya, bukankah seharusnya Jimin merasa senang karena rumahnya di kunjungi Pria tampan sepertinya? Ah, mungkin sebenarnya Pria itu hanya berpura-pura mengusirnya saja padahal di dalam hatinya ia sedang berjingkrak-jingkrak kegirangan. Jungkook yang merasa takjub dengan jalan pemikirannya pun hanya bisa tersenyum. Lihat saja wajah Pria itu sekarang bahkan sudah merah sampai ke telinganya. Jungkook agaknya merasa maklum karena kejadian seperti ini sudah sangat sering ia dapati. Jangankan malu karena mendapatkan kunjungan darinya, baru di sapa hai saja semua cewek akan langsung salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE
Fanfictionsejak kecil Jimin telah banyak memperoleh perlakuan tidak mengenakkan dari orang- orang di sekitarnya dan karena Hal itulah ia tumbuh dengan penuh kebencian di dalam hatinya. Hanya ada satu orang yang ia percayai di dunia ini, orang yang kemungkina...