#. Four

1.3K 165 11
                                    




Tubuh Jungkook seolah membeku, seperti enggan untuk di gerakkan barang sedikit saja. Sementara Pria mungil yang ada di bawahnya buru-buru mengambil ancang-ancang untuk bangkit dari posisinya. Tanpa sepengetahuan Jungkook, Jimin menggulir kedua bola matanya. Benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pemikiran Pria itu. Entah apa yang sedang ia pikirkan sampai-sampai ekspresinya saat mencium Jimin terlihat begitu menikmati. Apa mungkin Jungkook ini penyuka sesama jenis? Oh tidak! bisa gawat kalau begitu berarti setelah dari sini Jimin harus menjaga jarak dengan Pria itu dan kalau bisa mereka tidak usah bertemu lagi. Amit-amit, Jimin kan masih normal. Masih gemar melihat lekukan tubuh wanita ketimbang harus memuaskan dirinya dengan melihat tubuh kekar dan perut sixpack milik Pria-pria seksi di luaran sana. Ah, tapi jika di lihat-lihat tubuh Jungkook juga lumayan bagus. Maksud Jimin disini ialah bagian tinggi badan Jungkook dan juga dadanya yang bidang.

Lain di dalam hati, maka lain juga di mulut Jimin. Jika di dalam hatinya ia terang-terangan memuji bentuk tubuh Jungkook yang atletis lain lagi di mulutnya yang malah memilih untuk mengabaikan keberadaan Pria itu. Masa bodoh dengan bentuk tubuhnya yang bagus jika Pria itu memiliki kelakuan bejat seperti ini.

"Apa yang baru saja kau lakukan? Kenapa kau bisa ada di sini?" Jimin menutup bagian tubuhnya dari bawah kaki hingga ke atas dadanya. Benar-benar waspada karena menurut rumor yang menyebar di sekolahnya, Jungkook kerap kali melakukan tindak pelecehan pada murid-murid yang memang tidak memiliki kekuatan atau bahkan kekuasaan untuk dapat mengajukan protes pada pihak sekolah. Seperti halnya Jimin sebagai murid penerima beasiswa dari Ayah Jungkook.

"A-aku? Jungkook menatap mata Jimin, bisa ia lihat jika saat ini pria itu begitu gelisah di tempatnya tapi tunggu dulu, memangnya hal buruk apa yang baru saja ia lakukan hingga membuat Pria itu menyimpan perasaan takut padanya.

"Y-ya, ya tentu saja aku menolongmu. Aku yang membawamu kemari." Jungkook berusaha menyembunyikan kegugupannya. Entahlah, Ia juga tidak tahu alasannya mengapa hanya dengan melihat Pria itu menatapnya membuat tubuhnya mendadak meremang. Pria itu menatapnya seolah ia ini adalah seorang tersangka dari kejahatan seksual yang pantas untuk di penjarakan. Padahal ia ini kan murid baik-baik?

"B-benar begitu, t-tidak ada yang lain?" Kerutan di dahi Jungkook menjadi jawaban dari pertanyaan Jimin. Apa mungkin rumor yang berkembang di sekolahnya tentang Jungkook tidak benar tapi kenapa cara Jungkook menatapnya dan juga penampilannya seperti memberikan bukti yang lain untuk Jimin. Bukankah ada pepatah yang bilang " jangan pernah menilai orang dari penampilan luarnya saja, karena bisa saja kan orang yang kelihatannya baik di luar sesungguhnya menyimpan iblis di dalam hatinya?"


"ya, memangnya kau pikir hal apa lagi yang akan aku lakukan padamu dan yang tadi itu terjadi karena ketidaksengajaan, lagi pula kau sendirilah yang membuatku kaget jadi bisakah kau berhenti menatapku seperti seorang pencuri? Kau tahu, itu membuatku benar-benar tidak nyaman." Jimin yang ketahuan menatap pria itu sejak tadi buru-buru mengalihkan pandangannya ke mana saja.


Sedangkan Rowoon yang menjadi saksi dari kejadian itu hanya bisa menahan kepalan tangannya di bawah sana. Ingin sekali ia meluapkan emosinya pada Jungkook namun ia tahu jika ia tetap memaksakan dirinya melakukan itu maka ialah yang akan terluka di sini dan bukannya Jungkook. Jadi sebisa mungkin Rowoon menyembunyikan semuanya dan memilih menutupinya dengan senyuman khas miliknya yang menawan hati.

"y-ya, bisa saja kan kau sengaja melakukannya? Lagipula mana kutahu kau ada di dekatku. Memangnya kau pikir aku ini seorang peramal, hah?"
Jimin berbicara dengan suara yang cukup lantang hingga membuat Jungkook yang mendengarnya langsung tersinggung. Ia merasa seperti ia sedang di tuduh disini. Oh tidak, yang benar saja?


"Memangnya kapan aku memanggilmu begitu, dari pada menyalahkan ada baiknya kau berterima kasih padaku. Coba saja tadi aku tidak ada di sana mungkin tidak akan ada orang yang mau menolongmu. Jangankan menolong, dekat denganmu saja sepertinya tidak. Apa kau tahu itu, tidak bukan?" Jungkook tidak mau kalah, ia bahkan berteriak di depan Jimin sambil menunjuk-nunjuk wajah Pria mungil itu. Tidak sadar saja jika saat ini Jimin sudah hampir menangis karenanya. Kedua tangan mungil itu mengepal dan mungkin sebentar lagi akan melayang ke wajah Jungkook.


"Ya, kau benar. Semua yang kau katakan barusan itu memang benar. Aku memang orang yang sangat menyedihkan. Tidak ada satu pun orang yang mau dekat denganku karena menganggap Aku ini pembawa sial. Tapi walaupun begitu aku masih mempunyai ibu, hanya Ibu satu-satunya orang yang akan memelukku di saat aku merasa kesepian. Ia bahkan tidak pernah mengeluh bila aku meminta hal yang lebih.padanya. Tapi kau, siapa kau sampai bisa mengatakan hal itu padaku. Bagiku, kau hanyalah orang asing yang kebetulan menolongku karena merasa kasihan."
Pertahanan yang telah susah payah Jimin bangun sejak tadi runtuh begitu saja. Ia menangis tersedu-sedu sambil meremat ujung selimut yang ia kenakan. Sementara Jungkook yang berdiri di depannya hanya bisa terdiam. Tidak tahu jika akan sebesar ini dampak dari ucapan yang baru saja ia katakan. Jungkook tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Jimin tapi Pria itu seperti tidak memberikan kesempatan bagi Jungkook untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini. Jimin seolah-olah menyudutkannya dan memberikan label buruk atas nama baiknya. Tentu saja Jungkook marah dengan hal itu karena ia memang tidak merasa telah melakukan kesalahan apapun pada Jimin. Semua yang terjadi murni ketidaksengajaan belaka dan tidak sepantasnya Jimin memperlakukannya seperti itu.




Rowoon yang tidak tahan melihat kegaduhan yang terjadi pun segera memacu langkah kakinya menuju ke arah Jimin.


"Jimin, kau baik-baik saja, hmm?" Tanpa rasa ragu Rowoon kemudian mendaratkan kedua tangannya di pipi Jimin. Menghapus air mata yang membasahi pipi gembil nan manis itu. Pria yang ia sukai sedang bersedih dan sudah sepantasnya ia ada di sini untuk menenangkannya.


"I-iya aku tidak apa-apa, Hyung. Bisakah aku keluar sekarang, aku rasa sakit di kepalaku sudah berkurang." Jimin masih sesenggukan saat mengajak Rowoon berbicara dengannya. Bisa ia lihat jika saat ini Pria itu terlihat begitu mengkhawatirkannya tapi Jimin memilih untuk mengabaikan hal itu.


"Ya, aku rasa kau boleh keluar sekarang. Lagipula aku tidak punya alasan menahanmu di sini jika kau sudah merasa baikan. Oh iya, aku hampir saja lupa memberikanmu ini. Jadi Jimin, bawa obat ini dan jangan lupa meminumnya sesudah makan, ok? Pokoknya kau harus menjaga pola makanmu dengan baik setelah ini. Jangan hanya memprioritaskan pelajaranmu saja tapi kesehatanmu juga, kau mengerti?" Usapan lembut mendarat di atas kepala Pria yang lebih kecil. Jungkook yang sejak tadi memperhatikan interaksi Jimin dan juga Rowoon hanya bisa berdecih di tempatnya. Pikir Jungkook, bisa sajakan Dokter muda itu memberikan perhatian pada Jimin tanpa harus menunjukkan perasaan sukanya yang menggelikan itu? Jungkook jadi mendadak mual karena terlalu lama di suguhi sikap sok manis Rowoon pada Pria mungil itu. Apa Jimin tidak tahu bahwa Pria itu menyukainya? Oh yang benar saja.



"Iya Hyung, kalau begitu aku pergi dulu. Terimakasih" Jimin turun dari atas ranjangnya dan tak lupa membungkukkan badannya pada Rowoon. Jimin berlalu dari hadapan Jungkook tanpa
melihat wajah Pria itu lagi. Jimin pikir pria itu sudah cukup keterlaluan padanya jadi tidak mungkinkan ia harus tetap bersikap baik di depannya?




Setelah Jimin menghilang di balik pintu ruangan, Jungkook dan Rowoon kemudian saling memandang satu sama lain.

"Kalau aku jadi kau, aku tidak hanya mengawasinya dari kejauhan saja dan kemudian akan mengoceh di tempatku sendirian. Katakan padanya jika kau menyukainya dan bukannya terus bersembunyi di sini. Kau ini Pria kan? Jika benar begitu maka bersikaplah yang jantan sedikit, ok?" Rowoon tertawa terbahak-bahak, ia pikir seharusnya Jungkooklah yang harus berkaca sebelum memberikannya wejangan dan bukannya dirinya. Posisi Rowoon di mata Jimin jauh lebih baik bila harus di bandingkan dengan Jungkook.


"Bukankah orang yang kau singgung itu adalah dirimu sendiri, hmm? Memangnya kau pikir aku tidak tahu jika selama ini kau sering memperhatikannya?"



"Hahaha...lelucon basi macam apa lagi yang coba kau katakan padaku. Daripada mengatakan omong kosong ada baiknya kau dengarkan kataku tadi baik-baik jika kau tidak ingin menyesal." Ucap Jungkook sambil berlalu meninggalkan Rowoon yang menyeringai di tempatnya.






Tbc.




FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang