Jimin membuka pintu rumahnya dan tak mendapati siapapun di sana. Biasanya di jam seperti ini Ibunya pasti sedang beristirahat jadi sebisa mungkin Jimin mencoba untuk memelankan suara langkah kakinya agar tidak membuat Ibunya terbangun.
Jimin baru saja akan menutup pintu kamarnya namun suara yang muncul dari balik pintu kemudian menghentikan niatnya itu. Jimin kembali membuka pintu kamarnya dan tersenyum tipis ketika mengetahui bahwa Ibunyalah yang memanggil namanya.
"Kok hari ini pulangnya lambat?" Ucap Ibu Jimin setelah ia dan Jimin memutuskan untuk duduk di pinggir ranjang putranya itu. Ibu Jimin tahu jika ada sesuatu yang saat ini sedang di pikirkan oleh anaknya itu. Terbukti dari awal ia mengajak Jimin berbicara anak itu tidak memberikan jawaban panjang seperti biasanya melainkan hanya sekedar mengangguk atau berkata 'iya' sebagai jawabannya.
Karena tidak tega melihat anaknya terus banyak pikiran, sang ibu pun mendekat ke arah Jimin dan tanpa mengatakan apa-apa langsung memeluk tubuh mungil putranya itu. Dan benar saja, karena apa yang ia khawatirkan sejak tadi akhirnya terbukti juga. Anak itu langsung menangis di dalam pelukannya yang kemudian langsung ia beri usapan-usapan lembut di punggungnya.
Walaupun ibu Jimin belum tahu pasti apa yang menjadi penyebab dari kesedihan putranya itu tapi ia memilih untuk menjadi pendengar yang baik bagi putra manisnya itu.
"Ibu? bagaimana kalau Jimin pindah sekolah saja?" lirih Jimin yang kemudian langsung di balas Ibunya dengan sebuah kerutan di dahinya. Memangnya hal apa yang baru saja di alami oleh putranya itu sampai-sampai membuatnya mengambil keputusan mendadak seperti ini.
"Kenapa putra Ibu tiba- tiba ingin pindah sekolah? Apa di sekolah ada yang menganggumu? beritahu pada Ibu siapa orangnya" Jimin menghapus air mata di pipinya, satu tangannya yang menganggur ia gunakan untuk meraih tangan sang Ibu. Memberi elusan lembut guna menyalurkan ketenangan pada wanita tua itu. Jimin yang awalnya berbicara sambil terbata-bata perlahan sudah mulai bisa mengatur nafasnya kembali.
"Tidak, bu. Tidak ada yang menganggu Jimin di sekolah. Jimin hanya merasa tidak cukup percaya diri untuk bisa berlama-lama bersekolah di sana. Jimin takut merepotkan Ibu walaupun semua biaya sekolah Jimin di gratiskan tapi bukan berarti biaya-biaya lainnya di tanggung oleh pihak sekolah. Jimin tidak ingin membuat Ibu jadi bahan pembicaraan tetangga karena terlalu sering meminjam uang ke sana kemari hanya demi menutupi semua kebutuhan sekolah Jimin." air mata yang menumpuk di pelupuk matanya akhirnya jatuh juga. Jimin menangis tersedu-sedu di hadapan Ibunya hingga membuat ibu Jimin yang melihatnya jadi ikut terlarut dalam kesedihan yang sama dengan dirinya. Ia pikir selama ini Jimin tidak pernah mempermasalahkan tentang hal itu tapi kenyataannya itu tidak benar sama sekali. Ini adalah kesalahannya karena membiarkan putranya hidup dalam kemiskinan seperti dirinya. Andai saja Jimin tidak terlahir dari rahim wanita miskin sepertinya mungkin sekarang anaknya itu bisa menjalani kehidupan yang normal seperti kebanyakan orang di luar sana.
"Kau ini bicara apa, itu sudah kewajiban Ibu. Jika bulan ini Ibu menerima upah yang banyak Ibu pasti akan langsung melunasi semua utang- utang ibu. Kau tidak perlu mengkhawatirkan tentang hal itu karena itu adalah urusan Ibu. Kau hanya perlu jadi anak yang baik dan juga rajin belajar."
Jimin menggelengkan kepalanya, walaupun bukan sepenuhnya karena hal itu tapi tetap saja ia tidak tega melihat Ibunya jadi bahan pembicaraan orang- orang di sekitar mereka. Bahkan dalam sehari saja Jimin belum pernah mendengar nama Ibunya tidak di sebutkan dalam sesi kumpul para ibu di kompleks tempat tinggalnya. Jika sudah seperti itu maka hal yang bisa Jimin lakukan hanyalah menahan kekesalan dan juga protesnya. Ini adalah hidup mereka berdua tapi kenapa orang-orang di luaran sana seperti tidak kehabisan waktu dan tenaga untuk mengurusi kehidupannya dan juga Ibunya. Memangnya apa salahnya menjadi orang miskin, toh ia dan Ibunya tidak pernah meminta makanan pada mereka jadi kenapa mereka harus ikut campur dengan hidupnya dan juga Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE
Fanfictionsejak kecil Jimin telah banyak memperoleh perlakuan tidak mengenakkan dari orang- orang di sekitarnya dan karena Hal itulah ia tumbuh dengan penuh kebencian di dalam hatinya. Hanya ada satu orang yang ia percayai di dunia ini, orang yang kemungkina...