Brother's Responsibility

2.7K 396 68
                                    

Nyaris pukul sepuluh di malam hari saat Lee Yeonjun baru saja tiba di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nyaris pukul sepuluh di malam hari saat Lee Yeonjun baru saja tiba di rumah.

Posisinya sebagai ketua panitia di sebuah organisasi akademik universitas membuatnya sangat sibuk dalam mengemban tanggung jawab yang besar. Stres sana-sini mengurus seluruh perkara kegiatan sosial yang baru saja usai dilaksanakan selama tiga hari belakangan. Kegiatan persiapan kepanitiaan itu membuat Yeonjun terlalu sibuk dalam minggu-minggu terakhir hingga dia tak dapat menyempatkan diri mengucap selamat di hari penerimaan siswa baru, Lee Taehyun adiknya di SMA favorit—Smart Seoul High School. Membuat Yeonjun merasa sangat buruk.

Itulah alasan terbesar yang membuatnya terpaksa menjanjikan pizza keju kesukaan Taehyun untuk makan malam hari ini. Meski sudah sangat telat dan berlalu lama usai jam makan malam normal, Yeonjun tetap bisa bayangkan betapa senang dirinya ketika Taehyun akan memakan pizza itu dengan lahap—karena anak itu sangat menyukainya

Taehyunie kecil ... di mana kau? Batin Yeonjun saat memasuki rumah. Senyumnya awet sekali terukir di wajahnya. "Taehyunie! Hyung pulang!" serunya, makin kegirangan. Cepat-cepat berjalan ke kamar Taehyun.

"Taehyun-ah, kau menungguku, kan? Maaf, Hyung terlalu telat karena banyak sekali yang mau diurus malam ini. Kau tidak marah, kan? Hyung sudah bawa pizzanya!" Yeonjun tetap bermonolog ria, hingga dia mencapai kamar sang adik dan memutar engsel pintu bertuliskan; macam-macam denganku? Berurusan dulu dengan Yeonjun Hyung!

"PEEK A BOO!! Taehyun—" Omongan Yeonjun lantas terputus, saat tak menemukan siapa-siapa di dalam.

Kamar itu kosong. Rapi sekali seperti telah lama tak dimasuki sang owner ruangan.

Yeonjun menyelonong masuk, memeriksa toilet di kamar itu dan mengecek setiap sudutnya. Meski tidak cukup sering, Taehyun pernah juga usil main sembunyi-sembunyi dengan Yeonjun. Hubungan sedarah berjarak enam tahun—membuat Yeonjun tanpa sengaja memperlakukan Taehyun seolah bayi, karena begitulah dia memandang adiknya. Senyumnya pun hilang saat mendapati hasil nihil.

"Mama? Mama!" panggilnya, tergesa-gesa keluar dari sana. Menemui Mama yang baru sadar akan kepulangannya dan menyusul ke kamar Taehyun itu. "Si kecil mana?" tanya Yeonjun, menatap lurus.

"Yeonjun, adikmu hilang!" gumam sang ibu gusar, matanya nampak baru usai menangis—siap menumpahkan tangis ronde berikutnya. "Dia tidak pulang-pulang juga sejak jam pulang sekolah, dan tidak Mama tak bisa temukan dimana-mana."

"Mama tidak menelponnya?" tanya Yeonjun dengan nada panik, dengan tegang mengeluarkan ponsel dari saku. "Ke mana dia biasanya pergi main?"

Ibunya menggeleng lemas. "Ponselnya tidak aktif. Teman dekatnya sejak SMP hanya satu—Min Hyuka namanya. Mama sudah mendatangi rumahnya sore ini dan Ibu Hyuka juga dalam keadaan sama dengan Mama. Hyuka ternyata juga belum pulang. Kami sudah lelah mencari keliling Kota sampai pukul 9 tadi." Tangis wanita itu sudah tumpah, dia pun menunduk sambil menutup mulut pasrah.

"Kenapa Mama tidak kabari Yeonjun soal ini, uh? Mama belum melapor polisi?" tanya Yeonjun makin khawatir. Gelisah menelusuri ponselnya, mencari-cari cara yang sekiranya dapat menolong mereka dari masalah ini.

"Kami sudah mendatangi kantor polisi. Tapi, laporan itu ditolak karena belum lewat 24 jam, yang artinya harus menunggu sampai jam pulang sekolah besok. Mama cemas sekali. Apa yang Taehyunie makan sampai malam ini? Belum lagi, asmanya yang bisa sewaktu-waktu—"

"Ma, berhenti berpikir yang tidak-tidak." Yeonjun cekatan menarik pelan sang Ibu ke pelukan di dadanya, mendekap hangat. "Yeonjun akan mencari Taehyun malam ini juga, takkan pulang sebelum menemukannya. Mama pasti belum makan malam karena mencemaskannya, kan? Sekarang, makan dulu saja. Isi perut Mama, dan doakan Yeonjun supaya bisa menemukannya cepat, oke?" tutur pemuda itu panjang, begitu sejuk dan menenangkan. Secara konstan mengusap punggung sang Ibu.

Wanita itu mengusap pipi. "Jaga dirimu juga, oke? Pastikan kalian berdua aman."

"Tentu, Ma. Yeonjun langsung pergi saja, ya?"

"Hati-hati, Yeonjun." Wanita itu menahan putra sulungnya kala Yeonjun sudah mulai melangkah pergi, menatap lurus sampai mendongak sebab anaknya itu kini telah tumbuh begitu tinggi.

"Hm. Mama bisa percaya Yeonjun." Bahkan aku akan menjaga Taehyun dengan nyawaku. Yeonjun sebenarnya sama saja. Sama paniknya dengan sang Ibu. Tapi, demi menenangkan hati Ibu yang telah rapuh lebih dulu, Yeonjun memilih mendekamnya rapat dalam benak, bersikap kuat dan tegas menyalurkan kekuatan—agar satu sama lain dapat bertahan.

Yeonjun keluar ketika memastikan Ibunya sudah ke dapur dan menyiapkan makan. Mengeluarkan lagi ponsel dan menelpon Min Soobin—junior sekaligus wakilnya dalam berorganisasi di kampus.

"Halo? Yeonjun Hyung?"

***

Soobin sudah mengusak kasar poni surainya ke belakang, frustasi. "Jadi, Ibu tak bisa menemukannya sampai sekarang? Sudah mendatangi semua tempat Hyuka biasa pergi juga?"

Ibunya itu mengangguk, sudah menangis. "Bahkan Ibu sudah mencoba melapor polisi tapi laporan itu belum bisa diterima."

"Aish!" gertak Soobin, yang lebih bisa mengeluarkan emosi, berbanding terbalik dengan Lee Yeonjun. "Kenapa ponselnya mati? Hyuka tidak pernah membiarkan ponselnya mati dengan alasan apapun!" racaunya, gusar bukan main. Tanpa sadar itu akan menimbulkan dampak khawatir pada diri Ibunya kian membesar. Pemuda itu tak lama menyadarinya. Melirik sang Ibu dan menghela napas panjang. "Maaf, Bu. Soobin kelepasan."

"Tidak apa, Nak. Maaf untuk dapat kabar buruk ini saat kau sedang lelah, baru saja tiba di rumah."

"Bukan masalah, Bu. Soobin akan cari cara menemukannya segera." Soobin memeluk wanita itu. Beberapa menit hingga ponselnya bergetar hebat. Satu panggilan telah berhasil masuk.

Melepas pelukan, dan ijin singkat dengan sang Ibu, Soobin mundur dan menjawab panggilan telepon itu. "Halo? Yeonjun Hyung?"

"Soobin, Hyuka adikmu belum pulang juga?"

Sooobin melotot takjub. Menggeleng meski Yeonjun tak dapat melihat gestur tersebut. "Belum. Ibuku baru mengabari kalau Hyuka hilang, tak kunjung terlihat sejak jam pulang sekolah."

"Ahh, sama! Taehyun juga begitu. Ada kemungkinan besar kalau adik kita sedang bersama sekarang, di mana pun mereka."

"Aku jadi takut, Hyung. Penculikan sedang marak terjadi, 'kan, sekarang-sekarang ini?"

"Hush, singkirkan dulu pikiran negatif. Ayo, cari cara paling logis yang sekiranya bisa memberi kita petunjuk."

Soobin mengernyit, berpikir, mencari tahu cara yang dimaksud Yeonjun. "Hyung, sekolah mereka adalah kuncinya, bukan? Bagaimana kalau kita bertemu di sekolah mereka dan mencari jejak atau tanda dari sana. Soalnya kita pasti yakin, mereka betulan sampai di sekolah pagi ini."

"Kau berpikiran sama denganku. Ayo, bertemu di SMA mereka sekarang."

"Boleh. Hyung tahu sekolahnya?"

"Itu SMA favorit, Smart Seoul High School. Aku akan mengirim alamatnya lewat pesan padamu."

"Oke, Hyung."

"Sampai jumpa di sana, Bin!"

Mengemban tanggung jawab sebagai seorang Hyung, keduanya berangkat malam itu juga. Bertemu di Smart Seoul High School yang nyatanya menyimpan legenda dan memulai sebuah petualangan yang tak pernah mereka duga-duga.

[✓] 24 HOURS : To Get You OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang