𝐇𝐎𝐔𝐑𝐒 - 𝐇𝐎𝐑𝐑𝐎𝐑 𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒 #2
Mendapati adik masing-masing belum kunjung pulang dari sekolah, Yeonjun dan Soobin nyaris kehilangan akal, mereka frustasi berat.
Tepat tengah malam saat keduanya memutuskan mendatangi Smart Seoul High Schoo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hyuka melenguh pelan saat mencoba membuka sepasang netra. Menemukan dia dan Taehyun terbaring asal di atas ranjang yang sama. Matahari yang sudah bersinar turun membuat Hyuka sontak mengucek mata. Ini sudah petang. Sudah jam pulang sekolah?!
Tapi, tunggu. Mereka ketiduran?
Apakah yang terakhir itu hanya mimpi?
"Lagi pun aku sudah meninggal di sini sejak setahun yang lalu, yang artinya usia kita sama saja."
"Aku bukan mati di sini. Tapi di perpus sana, dua ruangan setelah ini."
"AAAAA, TAE, BANGUN!" pekik Hyuka nyaring, mengguncang dahsyat tubuh sobatnya yang lebih kecil.
"Astaga! Kau mengejutkanku!" protes Taehyun sambil menyipit sedangkan Hyuka sudah mendekap sosoknya erat.
"Aku takut. Yang tadi itu ... kau juga melihatnya, 'kan?"
Taehyun melotot mengingatnya. "Itu cuma mimpi atau apa?"
"Mana kutahu! Tapi apapun itu, sepertinya dia tidak terlihat lagi di manapun sekarang."
"Hm, dan kita harus bagaimana? Hari sudah akan malam dan gelap lagi, tapi kita tidak menemukan kemajuan apa pun." Hyuka melepas pelukan perlahan. Menatap Taehyun dengan mata memerah siap meluncurkan air mata lagi, entah untuk ronde tangisan ke berapa. "Apa kita masih bisa selamat?"
"Hyuka, ini gedung sekolah. Bukankah seharusnya suatu hari seseorang akan mencoba masuk dan menemukan kita?" Meski kita tidak tahu itu kapan. Atau malah, itu terjadi saat kita sudah menjadi mayatsehinggakedatangan itu jadi terlambat. Taehyun menggeleng keras. Hush, pikiran macam apa itu!
"Aku tahu," rengek Hyuka. "Tapi kapan?"
"Entahlah," tukas Taehyun sekenanya, kemudian mengulum senyum tipis saat teringat orang yang paling dia sayang. "Tapi, aku percaya Yeonjun Hyung." Dia menoleh pada Hyuka. "Kau tidak begitu? Mempercayakan semuanya pada Soobin Hyung?"
Hyuka mengangguk kuat. "Ya. Aku percaya padanya. Dia takkan biarkan hal buruk apapun menimpaku."
"Sama. Yeonjun Hyung pernah bilang kalau satu hal yang paling membuatnya murka adalah saat aku sakit dan terluka, jadi dia akan mencoba sekuatnya agar itu tidak terjadi. Itu sudah terbukti. Selama 16 tahun aku hidup, dia menjaga adik asma yang payah ini dengan sangat baik. Hanya Hyung yang paling mengerti," tutur Taehyun bercerita panjang. Itulah alasan mengapa dia begitu sedih saat Yeonjun tak sempat hadir pada upacara penerimaan minggu lalu. Itulah alasan, mengapa Taehyun tumbuh menjadi pemuda kekanakan dan senang bermanjaan dengan sang kakak.
Termasuk alasan; mengapa Yeonjun tak pernah menghilangkan panggilan "si kecil" akan sosoknya. Sudah bagaikan panggilan sayang untuk Taehyun.
Hyuka terpana mendengarnya, ikut tersentuh, sehingga dia jadi termangu cukup lama.
Hyuka menahan senyumnya saat mulai menutur, "Kakakmu terdengar sangat soft saat kau ceritakan, berbeda dengan kakakku..." Anak itu terkekeh renyah. "Soobin Hyung itu agak emosian."
"Emosian?"
Hyuka mengangguk mengiyakan, masih tersenyum. "Tapi, bukan berarti dia itu si pemarah yang menyeramkan. Malah di mataku, dia terlihat imut sewaktu-waktu, seperti noona noona sedang PMS saja. Dan dia perhatian luar biasa padaku. Dia pernah menghajar orang hingga babak belur hanya karna salah paham. Mengira orang itu menggangguku, padahal sebenarnya tidak."
"Wah, itu sangat berbeda dengan kakakku." Taehyun berdecak kagum. "Cara Yeonjun Hyung lebih tenang, yakni membuat laporan sehingga satu anak pernah di-drop out dari sekolah. Seingatku, itu karna salah paham juga."
Hyuka terbahak mendengarnya. "Bukankah pada dasarnya itu sama-sama seram?"
"Kakak kita hanya sangat menyayangi kita," tukas Taehyun, mendadak jadi sangat rindu Yeonjun.
Makanya, kita harus percaya mereka—dua Hyung hebat ini—akan datang untuk kita.
***
"AAAAAAA! YEONJUN HYUNG! YEONJUN HYUNG! YEONJUN HYUNG!" racau Soobin memekik nyaring, tepat saat dia berhasil menangkap kejadian janggal buku-buku bergerak dengan sendirinya di depan mata kepalanya sendiri.
Tak lama, terdengar suara langkah lari pontang-panting di luar. Siapa lagi itu, kalau bukan Yeonjun yang reflek memutar haluan menuju lantai dua dengan kepanikan tingkat dewa. Lelaki itu nyaris terpeleset di depan pintu kalau saja gagal berpegangan. "Ada apa!" ucapnya dengan napas memburu, dan peluh membasahi seluruh dahi.
"Ad-ada ... ada hal seram, Hyung!" kata Soobin berlari menghampiri yang lebih tua. Sepintas iba juga menyaksikan bagaimana keringat Yeonjun mengalir jatuh di sisi wajahnya akibat ajang lari yang dilakukannya.
"Minggir." Yeonjun melewati Soobin pasca berhasil menegapkan tubuh. "Di mana?"
"Di sana." Soobin menyusul seraya menunjuk pada satu rak di paling pojok. "Aku tadinya mengecek buku yang di sana, lalu tiba-tiba ada suara berisik muncul dan buku-buku itu jatuh sendiri," paparnya sambil memperlihatkan tiga sampai empat buku memang telah tergeletak di lantai.
Yeonjun mendengarkan. Enggan menoleh dan menatap lurus saja ke arah hal janggal yang diceritakan. Dia mengernyit saat melongokkan wajah ke bagian pojok dinding dan menemukan masih ada sedikit celah kecil tersisa di balik rak sana. Ya, itu adalah spasi pendek yang disisakan dari rak sebelum mencapai dinding. Yang menarik perhatian Yeonjun adalah foto tua yang ada di bawah lantai sana.
Sebentar berjongkok dan mengulurkan hanya tangan, Yeonjun berhasil meraihnya.
Itu adalah foto anak lelaki berponi yang terlihat manis dengan senyumannya. Oh, dia juga mengenakan topi lucu di kepalanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Siapa anak ini?
Brak!
Pintu perpustakaan menutup sendiri dengan tiba-tiba. Ponsel Yeonjun yang berdering nyaring lantas lebih mengagetkan keduanya.
"Hyung! Bagaimana mungkin!" Soobin sudah mencekal satu lengan Yeonjun takut. Seingatnya seharian ini ponsel mereka tidak ada harapan dengan sinyal kosong tak menunjukkan tanda-tanda.
Nomor asing terpampang di layar sana.
Yeonjun merinding sesaat memantapkan niat untuk mengangkatnya. Bahkan jempolnya yang bergemetar sama sekali tak bisa berbohong bahwa dia pun setakut itu. "H-halo?"
Suara berat lelaki muda terdengar. Dengan deru napas setengah-setengah, plus kalimat terputus-putus seolah anak itu sedang di bawah tekanan saja. "Hyung, katakan padaku ... kalau aku sudah ... sudah belajar dengan baik."