𝐇𝐎𝐔𝐑𝐒 - 𝐇𝐎𝐑𝐑𝐎𝐑 𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒 #2
Mendapati adik masing-masing belum kunjung pulang dari sekolah, Yeonjun dan Soobin nyaris kehilangan akal, mereka frustasi berat.
Tepat tengah malam saat keduanya memutuskan mendatangi Smart Seoul High Schoo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yeonjun dan Soobin langsung memasuki seluruh ruangan dan kelas-kelas di lantai satu. Itu saja memakan waktu cukup banyak sebab luas tempat itu bukan main-main. Plus, mereka memindai setiap sudut dengan seksama, tak berminat untuk melewatkan setitik pun.
"Ahh, sekolah ini punya berapa lantai?" tanya Yeonjun saat lelah mulai terasa ke sekujur tubuhnya. Sebentar, mereka menepi ke dinding dan sama-sama menyandar di sana. Mencoba mengambil jeda istirahat singkat dan mengatur napas. Barusan mereka terlalu bersemangat.
"Lima, seingatku, Hyung."
"Dan kita baru selesai menyusuri lantai dasar?"
Soobin mengangguk, dan mereka hanya bisa saling berpandangan pasrah. Sudah nyaris pukul tiga dini hari dan mereka memilih untuk duduk saja di lantai sana guna mengumpulkan energi kembali. Bahkan suara mereka sudah serak, nyaris habis karena selama tiga jam digunakan meneriakkan nama adik masing-masing.
"Apakah mereka bahkan ada di sini, Hyung?" lirih Soobin, merasa usahanya makin terasa sia-sia. "Bukankah mereka akan balas berteriak kalau mendengar kita?"
"Bisa kau sedikit lebih percaya diri? Keyakinanku saat ini sangat kuat, Bin. Berhenti meragukanku lagi." Yeonjun berujar agak kesal. Jengah juga seolah terus dibantah dan dilawan di tengah letih raganya saat ini. "Lagipun, kita juga sudah ikut terlanjur terjebak di sini. Kau pikir kita bisa apa? Kita sudah mencoba semuanya untuk bisa keluar juga, 'kan?"
Soobin terdiam, merenung sendiri. Sejujurnya, apa yang dikatakan Yeonjun benar-benar menyuarakan hatinya. Jiwanya seolah terus diminta tinggal menetap di tempat ini, sebab separuh bagiannya (sang adik) berada di sini—entahlah, Soobin hanya merasa bahwa ikatan mereka sekuat itu sampai bisa merasakan bahwa dia dan adiknya selangkah lebih dekat jika dia menetap di sini.
Tetapi, kenyataan seolah menampar keras itu semua. Teriakan dan segala usaha yang tak kunjung memberikan kemajuan. Keberadaan Hyuka atau pun tanda kehadiran sang adik di wilayah ini—semuanya terasa palsu, dan Soobin benci perasaan semacam ini.
"Aku ... tidak meragukanmu, Hyung," lirih Soobin, memelankan suaranya. Lelaki itu menunduk. "Aku hanya ... entahlah. Aku tidak tahu lagi. Aku hanya ingin bertemu Hyuka secepatnya. Itu saja."
Yeonjun meliriknya, membuang napasnya kemudian. Benar. Mereka tak boleh saling terpancing emosi saat di situasi begini. Terlebih dengan fakta, keduanya sama-sama tengah merasakan takaran kecemasan yang sama rata. "Sudahlah, maafkan aku. Kita sama saja. Hanya terlalu cemas dengan banyak hal sampai memusingkan banyak hal aneh juga." Bahkan Yeonjun tak bisa mengelak dari bayangan terburuk seperti menemukan Taehyun saat ini pingsan di suatu tempat atau bahkan lebih parah. Uh, jangan sampai, jangan sampai. Gantung diri sepertinya adalah opsi terbaik untuk dilakukan jika hal semacam itu terjadi, pikir Yeonjun.
"Ini aneh, Hyung. Semua hal di sini terasa aneh." Soobin berucap sendu. Sepasang netra kelamnya terpaku pada sinar rembulan remang yang masuk menyinari celah kaca transparan jendela. Aneh. Cahaya itu terasa semu. Terasa tidak benar.
Yeonjun terus mencoba menepis segala praduga miring yang mengusik pikiran. Namun, sesaat menoleh ke samping berusaha mengalihkan fokus, yang manik Yeonjun tangkap adalah satu benda familiar. Satu benda yang mungkin termasuk paling dia damba untuk lihat saat ini.
Yeonjun pun berdiri, melangkah menuju benda itu. Lantas meraih dan mengusap pelan atasnya. "Ini ... ini tas milik Taehyunie."
***
Taehyun dan Hyuka hanya saling berdiam satu sama lain. Selama tiga jam berbincang hal random ternyata sama sekali tak mendatangkan kantuk. Sudah pukul tiga dini hari, dan anak-anak di bawah umur itu belum ada setitik pun niat untuk terlelap tidur.
"Aku harus ke bawah." Taehyun tiba-tiba menukas. Kemudian tegak. "Aku harus mendapatkan kembali tasku karena hal-hal penting di dalamnya."
Hyuka menoleh. Dia mendongak sambil memasang raut polos. "Eoh?"
"Kau tunggu di sini sebentar, ya?"
"Tidak mau!" Hyuka menahan tangan Taehyun sekuatnya. Menariknya sehingga temannya itu kembali terduduk tepat di sampingnya. Di tempat yang segelap ini. Di tempat yang sehoror di bawah. Aku takkan biarkan Taehyunie pergi ke sana hingga kami terpisah di tempat yang semenakutkan ini!
"Hyuka-ya. Hanya sebentar."
"Tidak, Tae." Hyuka membantah mutlak. Menatap lurus manik sang sobat. "Tetap di sini saja. Dan kita saling menjaga sampai besok. Oke?"