Min Hyuka tak pernah bayangkan kejadian ini; tidak sekali pun. Tetapi, mau bagaimana lagi? Mengira temannya bisa saja menghembus napas terakhir dengan cara itu jika dia diam saja, Hyuka rasa dirinya tidak punya pilihan lain.
Hyuka memberikan Taehyun napas buatan, tepat sejak Taehyun tidak sadarkan diri.
Taehyun mengernyit dua jam kemudian. Mendapati seragamnya sudah basah oleh keringat sementara Hyuka memandangnya dengan napas terengah-engah. Apa yang baru saja terjadi?
Tanpa pikir panjang, Hyuka menghambur mendekap sang sobat erat. "Taehyun! Syukurlah kau masih hidup!" racaunya, dan Taehyun lantas kembali mengingat semuanya.
Dia pun balas mengusap punggung bergetar Hyuka. "Maaf. Aku malah kambuh di saat yang tidak tepat," jawabnya serak, bersuara semampunya.
"Bodoh! Kenapa tidak berhati-hati dengan pernapasanmu jika tahu itu bisa sewaktu-waktu kambuh, eoh?"
"Aku mana tahu. Tadi itu ...." Ada pemandangan tidak logis di depanku; pintu perpus digebrak dengan jejak merah kental? Taehyun menggeleng singkat. Tidak. Jangan beritahu hal seseram itu pada Hyuka. Nanti yang ada malah memperburuk situasi yang ada. "Sudahlah, sekarang aku sudah tidak apa-apa."
"Syukurlah! Lega sekali mendengarnya."
Masih berpelukan di sana bersama hening, tiba-tiba saja Taehyun kepikiran sesuatu. "Omong-omong, Hyuka, apa akhirnya kau menemukan inhaler-ku? Bagaimana aku bisa sebaik sekarang? Kau menemukan tasku?" tanyanya serius, dan perlahan melepas pelukan.
Hyuka pun terbungkam seribu bahasa.
***
Brak! Brak!
Lagi dan lagi. Entahlah mengapa dua lelaki itu jadi sangat gemar menggebrak jendela dan pintu di sana-sini tanpa jemu. Apalagi dengan amarah yang meletup-letup itu, harusnya barang apapun yang mereka hantam dapat hancur dengan mudah, tapi kenyataan malah memperlihatkan sebaliknya.
"Sesuatu seperti mempermainkan kita," kata Yeonjun saat sudah menyerah mencoba merusak jendela perpustakaan.
Soobin menyangga diri di sisi dinding. Menoleh malas, kemudian mengendikkan dagu mengarah keluar. "Lebih tidak masuk akal saat kita tak mendapat satu pun manusia yang melintasi jalan di depan sana!" Dia membuang napas. "Padahal ini sudah hampir jam 10 pagi! Harusnya jalan manapun akan dipadati orang-orang beraktifitas."
Bukan apa-apa, tapi sekolah ini bukannya sebegitu terpencil hingga dapat menjadi demikian sepi. Di sebrang jalan, masih ada toko kecil yang menjual pakaian. Terdapat sebuah kantor industri di persimpangan, serta sebuah game arcade dua blok dari sini. Harusnya jalan-jalan itu akan dipadati lalu-lalang. Harusnya di halte sana sudah berdiri beberapa orang yang menunggu bus datang. Tapi, apa ini? Apa mereka sedang bermimpi?
"Aku bahkan melupakan jadwal rapat UKM di kampus karena semua ini. Argh!" gertak Soobin lagi. Lelaki yang satu ini memang buruk sekali dalam mengatur emosi. Apalagi jika banyak hal telah membuatnya stres pada satu waktu—seperti saat ini.
Yeonjun memandangnya datar. Merasa tak adil sebab dirinya pun juga ingin beremosi begitu. "Tenanglah sedikit, Bin. Kita takkan temukan solusi apapun kalau termakan amarah." Ya. Yeonjun tahu dia tak punya kesempatan untuk ikut mengeluh dan menyalahkan keadaan. Mengontrol diri setenang telaga serta berusaha menenangkan sang rekan adalah pilihan terbaik baginya.
"Kita harus keluar, Hyung," kata Soobin berjalan lebih dulu. "Ayo, kita lanjut menelusuri gedung sialan ini sampai lantai teratas sebelum menjadi gila lebih dulu di tempat ini."
Yeonjun menoleh sabar. Mungkin omongan Soobin ada benarnya juga, jadi dia menurut saja untuk segera menyusul.
Ctak! Brak!
Beberapa buku pelajaran di rak yang berposisi di tengah jatuh secara tiba-tiba. Hal itu membuat Yeonjun serta Soobin menoleh bersamaan.
"Siapa, sih, itu!" bentak Soobin marah, dan melangkah cepat melewati Yeonjun untuk mengecek ke sumber keributan berasal. Menemukan buku-buku berserakan membuat kepala Soobin berkedut nyeri, dan lelaki itu memilih untuk menghempaskan diri pada kursi di dekatnya. "Oke. Aku lelah, dan aku hampir menyerah dengan semua ini. Terserah saja. Jika adikku menjadi korban hilang akibat semua kegilaan ini, mungkin artinya aku yang akan jadi selanjutnya. Cih, bagus sekali."
Hantu. Makhluk gaib. Roh jahat, atau apapun yang sedang bermain-main dengan mereka—Soobin tidak lagi takut dan malah muak akan semuanya. Jika itu meminta mereka untuk menetap dengan alasan tak pasti, terserah saja. Jika itu takkan biarkan mereka bebas dengan kedua adik yang selamat, silahkan saja! Mungkin tamat bersama-sama bukanlah ending yang seburuk itu.
"Kurasa, di sini pusatnya?" kata Yeonjun setelah bermenit-menit berdiam dan memutar otak sendiri. Dia berjongkok singkat untuk meraih satu buku dan memandang lekat. "Kita harus mencari sesuatu yang berkenaan dengan di sini. Mungkin kita akan dapatkan petunjuk kalau mau berusaha."
"Apa maksudmu, Hyung?"
"Soobin, apa kau tidak sadar juga? Semua keanehan ini, semua kejadian terkurung dan pemandangan luar yang tidak rasional. Semuanya tidak bisa terjadi dengan ulah manusia biasa. Ada energi lain di baliknya, menjebak dan mengharuskan kita memecahkan teori tertentu untuk memusnahkan energi semacam itu mempermainkan kita."
"Aku tidak mengerti." Maksud Soobin, yang dia percayai hanyalah arwah gentayangan yang mengecoh orang hidup seperti di film-film. Belum pasti pula, apakah Soobin sudah sepenuhnya mempercayai hal semacam itu, atau bahkan masih menentang dan menganggap ini hanya ilusinya semata. Soobin masih belum sepenuhnya mengerti.
Yeonjun memandang sekeliling. Aura menjanggal itu makin menjadi-jadi. "Pokoknya aku punya feeling semacam itu, Bin. Aku sangat yakin sekarang. Yang kita harus lakukan adalah menelusuri tempat ini sedikit lagi dan temukan hal-hal yang mungkin membantu."
"Seperti?"
"Aku tidak tahu. Telusuri saja semuanya. Menurutku, malah bagus jika hal ganjil terus terjadi dan memberi kita lebih banyak kode." Seperti buku-buku yang secara misterius jatuh atau jejakan merah seperti tadi. "Aku tahu kita sudah tak bisa berpikiran positif lagi, Bin."
Soobin meneguk ludah. Mengapa itu jadi terdengar agak seram sekarang? Satu yang Soobin tahu, tujuan dan rencana mereka yang sedikit mengalami perubahan mulai sekarang; dari yang sebelumnya hanya berfokus "mencari adik", kini bertambah dengan harus mengeruk lebih dalam akan eksistensi konsep roh atau energi asing yang telah memerangkap mereka.
"T-tapi, Hyung, sebelum itu ... maukah kau menemaniku mencari toilet?" Soobin melipat bibir saat Yeonjun langsung memasang raut jengkel. Dia pun menyengir. "Hehe."
***
Semangat streamingnya MOA!!
Entah kenapa teori di universe 0X1=LOVESONG menarik banget dibikin kisah yaa (ㆁωㆁ)
Tahan saya guys, tahaaan..
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 24 HOURS : To Get You Out
Fiksi Penggemar𝐇𝐎𝐔𝐑𝐒 - 𝐇𝐎𝐑𝐑𝐎𝐑 𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒 #2 Mendapati adik masing-masing belum kunjung pulang dari sekolah, Yeonjun dan Soobin nyaris kehilangan akal, mereka frustasi berat. Tepat tengah malam saat keduanya memutuskan mendatangi Smart Seoul High Schoo...